Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator in SMA Sugar Group

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat dan bercita² menghasilkan karya buku solo melalui penerbit mayor. (Learning facilitator di Sugar Group Schools sejak 2009, SMA Lazuardi 2000-2008; Guru Penggerak Angkatan 5; Pembicara Kelas Kemerdekaan di Temu Pendidik Nusantara ke 9; Pemenang Terbaik Kategori Guru Inovatif SMA Tingkat Provinsi-Apresiasi GTK HGN 2023; Menulis Buku Antologi "Belajar Berkarya dan Berbagi"; Buku Antologi "Pelita Kegelapan"; Menulis di kolom Kompas.com; Juara II Lomba Opini Menyikapi Urbanisasi ke Jakarta Setelah Lebaran yang diselenggarakan Komunitas Kompasianer Jakarta)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa Baby Blues Bisa Berkembang Menjadi Postpartum Depression?

14 Juni 2024   20:08 Diperbarui: 16 Juni 2024   01:46 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan 57 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka tersebut mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus baby blues yang tertinggi di Asia.

Melahirkan adalah momen yang penuh dengan kebahagiaan dan tantangan, membawa perubahan besar dalam kehidupan seorang ibu baru. Dua kondisi mental yang sering dialami setelah melahirkan adalah baby blues dan postpartum depression. 

Menurut berbagai sumber, baby blues adalah kondisi umum yang dialami oleh sekitar 70-80% ibu baru, ditandai dengan perasaan sedih, mudah menangis, dan kecemasan ringan yang biasanya berlangsung selama beberapa hari hingga dua minggu setelah melahirkan. 

Sementara itu, postpartum depression adalah kondisi yang lebih serius dan berkepanjangan, yang dapat mempengaruhi hingga 15% ibu baru, dengan gejala yang lebih berat seperti depresi mendalam, kehilangan minat, dan kelelahan ekstrem.

Memahami perbedaan dan keterkaitan antara baby blues dan postpartum depression sangat penting untuk memastikan bahwa ibu mendapatkan dukungan dan perawatan yang tepat. 

Mengapa baby blues bisa berkembang menjadi postpartum depression? Apa saja faktor risiko yang mempengaruhinya, serta langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang dapat diambil untuk mendukung kesehatan mental ibu baru?

Gejala dan Durasi

Melansir dari laman halodoc.com, disebutkan di dalam jurnal ilmiah berjudul How to Cope With Baby Blues: A Case Report dalam Journal of Psychiatry Psychology and Behavioral Research, 50-85 persen ibu mengalami baby blues setelah melahirkan. 

Umumnya kondisi ini muncul antara hari ke 1-5 dan dapat mereda dalam 10 hari. Meskipun sebagian besar wanita dapat pulih dengan sendirinya tanpa perawatan profesional, ada beberapa wanita yang mengalami kondisi yang lebih serius.

Ibu yang mengalami baby blues mungkin merasa sedih tanpa alasan jelas, mudah menangis, merasa cemas, dan mengalami perubahan suasana hati yang cepat. 

Meskipun gejalanya dapat membuat ibu merasa tidak nyaman, baby blues biasanya tidak mengganggu kemampuan ibu untuk merawat bayinya dan tidak memerlukan perawatan medis khusus.

Sebaliknya, postpartum depression adalah kondisi yang lebih serius dengan gejala yang lebih berat dan berlangsung lebih lama. Gejala postpartum depression meliputi perasaan depresi yang mendalam, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, kelelahan yang ekstrem, kesulitan tidur, perubahan nafsu makan, dan bahkan pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya. 

Gejala ini dapat muncul kapan saja dalam tahun pertama setelah melahirkan, dan seringkali memerlukan intervensi medis, termasuk terapi dan obat-obatan, untuk pemulihan. 

Durasi dan intensitas gejala postpartum depression membuatnya jauh lebih mengganggu dan membutuhkan perhatian serta perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan baby blues.

Faktor Risiko yang Memengaruhi Perkembangannya

Beberapa faktor risiko dapat menyebabkan baby blues berkembang menjadi postpartum depression. Faktor biologis, seperti perubahan hormonal yang signifikan setelah melahirkan, memainkan peran penting. 

Penurunan kadar estrogen dan progesteron yang tiba-tiba dapat mempengaruhi suasana hati dan emosi ibu. Riwayat pribadi atau keluarga dengan depresi atau gangguan mental lainnya juga meningkatkan risiko perkembangan postpartum depression.

Faktor psikologis dan emosional juga berkontribusi. Stres yang disebabkan oleh peran baru sebagai ibu, perasaan tidak mampu mengatasi tanggung jawab, serta perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari dapat memperburuk kondisi baby blues. 

Ketidakmampuan untuk menghadapi tantangan baru ini seringkali menambah beban emosional yang dapat memicu depresi lebih lanjut.

Selain itu, faktor sosial dan lingkungan turut memengaruhi. Kurangnya dukungan dari pasangan, keluarga, atau teman dapat membuat ibu merasa terisolasi dan kewalahan. 

Kesulitan ekonomi, masalah keluarga, atau tekanan dari lingkungan sekitar juga dapat memperparah kondisi mental ibu. Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat membuat baby blues berkembang menjadi postpartum depression jika tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu.

Proses Transisi dari Baby Blues ke Postpartum Depression

Disarikan dari penjelasan di halodoc.com, proses transisi dari baby blues ke postpartum depression seringkali terjadi secara bertahap dan dapat sulit untuk dikenali pada awalnya. 

Awalnya, gejala baby blues seperti perasaan sedih, mudah menangis, dan kecemasan ringan mungkin tampak normal dan akan membaik dalam beberapa minggu. 

Namun, jika gejala ini tidak berkurang atau justru semakin memburuk setelah dua minggu, hal ini bisa menjadi tanda bahwa baby blues sedang berkembang menjadi postpartum depression.

Kapan harus waspada adalah ketika gejala-gejala tersebut mulai mengganggu kemampuan ibu untuk merawat dirinya sendiri atau bayinya. 

Kehilangan minat yang berkelanjutan dalam aktivitas sehari-hari, kelelahan yang ekstrem, gangguan tidur yang parah, dan perubahan nafsu makan yang drastis adalah tanda-tanda bahwa kondisi ini lebih serius daripada baby blues biasa. Ibu mungkin juga mulai mengalami pikiran negatif yang intens, termasuk pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

Mekanisme yang mendukung transisi ini sering kali melibatkan kurangnya dukungan emosional dan fisik. Kelelahan yang berkepanjangan akibat kurang tidur dan tuntutan merawat bayi dapat memperburuk suasana hati dan menambah stres. 

Tanpa dukungan yang memadai dari pasangan, keluarga, atau teman, ibu bisa merasa terisolasi dan kewalahan, memperdalam depresi yang dirasakan. 

Oleh karena itu, pemantauan gejala yang berkelanjutan dan dukungan yang adekuat sangat penting untuk mencegah baby blues berkembang menjadi postpartum depression.

Pencegahan dan Penanganan

Pencegahan dan penanganan baby blues dan postpartum depression memerlukan pendekatan yang holistik dan dukungan yang komprehensif. 

Edukasi prenatal tentang gejala dan risiko baby blues serta postpartum depression sangat penting untuk mempersiapkan ibu dan keluarga. 

Memahami bahwa perasaan sedih dan cemas setelah melahirkan adalah hal yang umum dapat membantu mengurangi rasa takut dan stigma, serta mendorong ibu untuk mencari bantuan jika diperlukan.

Dukungan dari keluarga dan teman sangat krusial dalam mencegah perkembangan baby blues menjadi postpartum depression. 

Dukungan emosional, seperti mendengarkan dan memberi dorongan, serta dukungan praktis, seperti membantu merawat bayi dan melakukan pekerjaan rumah tangga, dapat mengurangi beban yang dirasakan ibu. Keterlibatan pasangan dalam perawatan bayi dan pemberian dukungan emosional juga sangat membantu.

Intervensi medis dan terapi juga berperan penting dalam penanganan postpartum depression. Jika gejala baby blues tidak membaik atau semakin parah, penting untuk mencari bantuan profesional. 

Terapi, seperti konseling atau terapi kognitif perilaku, dapat membantu ibu mengatasi perasaan negatif dan mengembangkan strategi coping yang efektif. Dalam beberapa kasus, penggunaan obat antidepresan mungkin diperlukan untuk membantu menstabilkan suasana hati.

Selain itu, ibu dapat memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia, seperti kelompok dukungan untuk ibu baru, layanan kesehatan mental komunitas, dan program kesejahteraan ibu dan anak. 

Mengadopsi kebiasaan sehat seperti tidur yang cukup, makan makanan bergizi, dan berolahraga juga dapat membantu menjaga kesehatan mental. Dengan pendekatan yang tepat, gejala baby blues dan postpartum depression dapat dikelola dengan baik, memungkinkan ibu baru untuk menikmati pengalaman keibuan dengan lebih positif.

Kesimpulannya, mengenali dan memahami perbedaan antara baby blues dan postpartum depression serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya adalah langkah penting dalam mendukung kesehatan mental ibu baru. 

Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan sangat berperan dalam pencegahan dan penanganan kondisi ini. Dengan edukasi yang tepat, perhatian yang cermat, dan intervensi yang sesuai, ibu dapat menjalani masa pasca melahirkan dengan lebih baik, mengurangi risiko berkembangnya depresi yang lebih serius. 

Kesadaran dan empati dari lingkungan sekitar akan membantu ibu merasa didukung dan tidak sendirian dalam menghadapi tantangan emosional setelah melahirkan. 

Dengan demikian, setiap ibu memiliki kesempatan untuk menikmati momen-momen berharga bersama bayinya dengan perasaan yang lebih positif dan damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun