Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator in SMA Sugar Group

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat dan bercita² menghasilkan karya buku solo melalui penerbit mayor. (Learning facilitator di Sugar Group Schools sejak 2009, SMA Lazuardi 2000-2008; Guru Penggerak Angkatan 5; Pembicara Kelas Kemerdekaan di Temu Pendidik Nusantara ke 9; Pemenang Terbaik Kategori Guru Inovatif SMA Tingkat Provinsi-Apresiasi GTK HGN 2023; Menulis Buku Antologi "Belajar Berkarya dan Berbagi"; Buku Antologi "Pelita Kegelapan"; Menulis di kolom Kompas.com; Juara II Lomba Opini Menyikapi Urbanisasi ke Jakarta Setelah Lebaran yang diselenggarakan Komunitas Kompasianer Jakarta)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa Baby Blues Bisa Berkembang Menjadi Postpartum Depression?

14 Juni 2024   20:08 Diperbarui: 16 Juni 2024   01:46 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu alami baby blues. (Sumber gambar: Pexels via kompas.com)

Sebaliknya, postpartum depression adalah kondisi yang lebih serius dengan gejala yang lebih berat dan berlangsung lebih lama. Gejala postpartum depression meliputi perasaan depresi yang mendalam, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, kelelahan yang ekstrem, kesulitan tidur, perubahan nafsu makan, dan bahkan pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya. 

Gejala ini dapat muncul kapan saja dalam tahun pertama setelah melahirkan, dan seringkali memerlukan intervensi medis, termasuk terapi dan obat-obatan, untuk pemulihan. 

Durasi dan intensitas gejala postpartum depression membuatnya jauh lebih mengganggu dan membutuhkan perhatian serta perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan baby blues.

Faktor Risiko yang Memengaruhi Perkembangannya

Beberapa faktor risiko dapat menyebabkan baby blues berkembang menjadi postpartum depression. Faktor biologis, seperti perubahan hormonal yang signifikan setelah melahirkan, memainkan peran penting. 

Penurunan kadar estrogen dan progesteron yang tiba-tiba dapat mempengaruhi suasana hati dan emosi ibu. Riwayat pribadi atau keluarga dengan depresi atau gangguan mental lainnya juga meningkatkan risiko perkembangan postpartum depression.

Faktor psikologis dan emosional juga berkontribusi. Stres yang disebabkan oleh peran baru sebagai ibu, perasaan tidak mampu mengatasi tanggung jawab, serta perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari dapat memperburuk kondisi baby blues. 

Ketidakmampuan untuk menghadapi tantangan baru ini seringkali menambah beban emosional yang dapat memicu depresi lebih lanjut.

Selain itu, faktor sosial dan lingkungan turut memengaruhi. Kurangnya dukungan dari pasangan, keluarga, atau teman dapat membuat ibu merasa terisolasi dan kewalahan. 

Kesulitan ekonomi, masalah keluarga, atau tekanan dari lingkungan sekitar juga dapat memperparah kondisi mental ibu. Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat membuat baby blues berkembang menjadi postpartum depression jika tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu.

Proses Transisi dari Baby Blues ke Postpartum Depression

Disarikan dari penjelasan di halodoc.com, proses transisi dari baby blues ke postpartum depression seringkali terjadi secara bertahap dan dapat sulit untuk dikenali pada awalnya. 

Awalnya, gejala baby blues seperti perasaan sedih, mudah menangis, dan kecemasan ringan mungkin tampak normal dan akan membaik dalam beberapa minggu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun