Oleh: Krisanti_kazan
Hidup sebagai karyawan dengan fasilitas tempat tinggal lengkap selama bertahun-tahun, lalu saat pensiun tidak ada tabungan yang cukup untuk membeli rumah karena selama ini tidak pernah menyisihkan untuk investasi atau tabungan. Bahkan ada yang tiba-tiba terdampak pengurangan karyawan/terkena kasus, harus gigit jari menerima keputusan perusahaan untuk keluar dari pekerjaan tanpa ada dana darurat bulanan yang disisihkan. Dan berbagai kisah lain...
Selama 12 tahun, kami telah merasakan kenyamanan tinggal di rumah dinas yang disediakan oleh perusahaan perkebunan tebu tempat kami bernaung di Lampung.Â
Rumah dinas 2 kamar, 1 gudang, 2 kamar mandi, perlengkapan rumah full furnished, listrik gratis, air gratis, lingkungan cluster yang aman nyaman, jaminan sosial tenaga kerja yang lengkap, sekolah gratis bagi anak karyawan dari TK-SMA/SMK, dan beasiswa kuliah.Â
Betapa nyaman dan bisa menjadi melenakan kalau kami tidak memiliki rencana keuangan jangka panjang jikalau tiba-tiba harus resign atau amit-amitnya misal diberhentikan perusahaan. Namun, dibalik kenyamanan itu, terpendam keinginan yang semakin besar untuk memiliki rumah tinggal tetap.
Di awal menikah, kami memutuskan mencicil selama 10 tahun rumah bekas huni di tempat asal suami, Kota Serang. Posisi kami bekerja di Lampung dan rumah di Serang, tetapi lambat laun rumah seluas 200m2 tersebut tidak terawat dengan baik dan tidak ada yang menempati.Â
Di tahun ke-4, kami mulai menjalani pernikahan jarak jauh, suami diterima PNS di Serang dan lanjut mendapat beasiswa kuliah S2 di IPB Bogor selama 2 tahun sedangkan saya dan anak masih menetap di rumah dinas Lampung. Walhasil rumah semakin rusak parah dan membuat kami membuat rencana ulang.
Singkat cerita, saat itu kami mulai mempelajari tentang riba dan memutuskan melunasi sisa utang cicilan rumah dengan menguras tabungan dan menjadikan rumah dengan kondisi rusak tersebut sebagai investasi lahan jangka panjang. Suami yang bekerja di Serang akhirnya kost di lokasi dekat kantor karena tidak memiliki rumah yang layak huni.
Perjalanan pernikahan kami di tahun ke-12 akhirnya membuat kami berpikir ulang. Di mana kami akan tinggal jika saya memutuskan resign? Mengontrak rumah atau merenovasi rumah lama kami yang rusak parah tersebut?Â
Biaya renovasi rumah dengan lahan 200m2 tidaklah murah dan tabungan kami saat itu belum cukup. Perjalanan 2 tahun mencari bank dengan sistem pembayaran yang sesuai keyakinan kami juga belum berhasil didapatkan karena setelah mempelajari sistemnya, ada saja celah yang membuat kami merasa tidak nyaman.
Kami memutuskan menabung secara disiplin dengan cara:
1. Menabung setiap bulan 50% dari penghasilan kami berdua dan menganggapnya sebagai simulasi mencicil rumah. Angka tersebut kami ambil dari tambahan simulasi jumlah anggaran listrik, sekolah, kontrak rumah, air, dan jaminan sosial. Misal kami tidak tinggal dengan fasilitas perusahaan, setiap bulan anggap saja keluar biaya tambahan total 1-2 juta diluar kebutuhan rutin lainnya.
2. Setiap THR kami dan sertifikasi inpassing yang saya dapatkan sebagai guru ditabung sekitar 50%.
3. Tabungan disimpan di rekening khusus yang tidak kami ambil untuk keperluan harian.
4. Kami juga rutin menabung logam mulia sejak awal menikah sedikit demi sedikit dari harga 600rb-an hingga 1 juta-an per gram saat ini.
5. Tabungan akhirat juga kami niatkan dengan rutin berkurban dan membayar zakat mal setahun sekali. Alhamdulillah Allah mudahkan untuk bisa melakukannya dari rezeki halal berbagai arah yang kami dapatkan.
Alhamdulillah masuk tahun ke-3 proses kami ikhtiar disiplin menabung, keputusan mengarah pada membeli rumah minimalist dengan ukuran lebih kecil supaya lebih mudah merawatnya dengan sistem pembayaran secara cash bertahap.Â
Keputusan ini diambil karena akhirnya ada developer perumahan cluster minimalis yang desain sesuai impian kami (rumah konsep open space minimalis) dan berada di area Kota Serang dengan lingkungan asri serta harga lebih murah dibandingkan perumahan sejenis di tempat lain.Â
Bermodal tabungan logam mulia dan uang, pembayaran cash bertahap kami pilih dengan uang cash awal 60% dan sisa angsuran 2 tahun flat (maksimal 4 tahun). Investasi dalam bentuk tabungan logam mulia benar-benar membantu kami karena nilainya yang semakin naik setiap tahunnya.Â
Perjanjian pembayaran dengan pihak developer juga kami negosiasikan, tanpa denda jika terjadi keterlambatan untuk menghindari unsur riba dalam prosesnya. Jika pihak legal tidak menyetujui, kami sudah siap untuk tidak melanjutkan prosesnya.Â
Alhamdulillah pihak legal menyetujui dan kami juga berkomitmen untuk melakukan pembayaran secara rutin dan amanah hingga saat ini. Semoga dimudahkan hingga akhir. Aamiin.
Bagi pembaca yang memiliki kondisi serupa dengan berbagai fasilitas yang didapatkan saat ini, jangan sampai membuat kita terlena dan tidak memiliki rencana/tabungan jangka panjang saat pensiun atau mungkin ada musibah yang membuat kita tidak bisa bekerja lagi.Â
Berikut adalah beberapa langkah yang mungkin bisa diambil dalam perjalanan tersebut:
1. Perencanaan Keuangan.Â
Setelah menikah, langkah pertama adalah merencanakan keuangan bersama sebagai pasangan. Ini melibatkan pembahasan tentang tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang, termasuk pembelian rumah.
2. Menetapkan Tujuan.Â
Setiap pasangan mungkin telah memutuskan bahwa memiliki rumah adalah salah satu prioritas utama dalam perjalanan hidup bersama. Anda mungkin memutuskan untuk membeli rumah sebagai investasi untuk masa depan keluarga.
3. Analisis Keuangan.Â
Anda kemungkinan akan melakukan analisis keuangan untuk menentukan berapa banyak dana yang dibutuhkan untuk membeli rumah secara cash bertahap. Ini melibatkan peninjauan terhadap penghasilan, pengeluaran, dan aset yang dimiliki.
4. Pemilihan Metode Pembayaran.Â
Setelah mengevaluasi opsi pembayaran, Anda bisa memutuskan untuk memilih pembayaran rumah secara cash bertahap sebagai metode yang paling sesuai dengan keuangan dan sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip keuangan Anda.
5. Perencanaan Investasi.Â
Jika perlu, Anda dapat memutuskan untuk melakukan investasi, termasuk investasi dalam logam mulia atau instrumen keuangan lainnya, untuk mengumpulkan dana yang cukup untuk membeli rumah secara cash.
6. Jadwal Pembayaran.Â
Anda membuat jadwal pembayaran yang jelas dan realistis berdasarkan kemampuan keuangan dan menetapkan jumlah yang harus Anda tabung setiap bulan untuk mencapai tujuan pembelian rumah.
7. Pemeriksaan Properti.Â
Melakukan pemeriksaan dan penelitian menyeluruh tentang properti yang ingin Anda beli. Memastikan bahwa properti tersebut memenuhi kebutuhan dan preferensi Anda serta sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.
8. Negosiasi dan Pembelian.Â
Setelah menemukan rumah yang sesuai, Anda melakukan negosiasi dengan penjual untuk mendapatkan harga yang terbaik. Setelah kesepakatan dicapai, Anda akan membayar uang muka dan mulai melakukan pembayaran cash bertahap sesuai dengan jadwal yang telah mereka tetapkan.
9. Pembayaran Bertahap.Â
Anda secara rutin melakukan pembayaran sesuai dengan jadwal yang telah dibuat dan memastikan untuk menjaga konsistensi dalam menabung dan mengalokasikan dana untuk keperluan rumah secara tertib.
10. Menikmati Rumah Baru.Â
Akhirnya, setelah menyelesaikan pembayaran terakhir, Anda dapat menikmati rumah baru dengan kelegaan rasa, bangga, dan kebahagiaan. Rumah tersebut menjadi tempat di mana Anda membangun kenangan indah dan mewujudkan impian bersama keluarga.
Semoga kita semua dimudahkan untuk memiliki rumah impian ya. Selamat berjuang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H