Oleh: Krisanti_kazan
Foto terlampir merupakan piagam penghargaan yang diterima oleh sekolah kami, SMA Sugar Group dari Menteri Pendidikan, Bapak Anies Baswedan saat beliau masih menjabat pada tahun 2015. Tertulis Piagam Penghargaan: Sekolah dengan Indeks Integritas Penyelenggaraan Ujian Nasional yang tinggi pada tahun 2015 dengan IIUN 80,74. Mari terus menjaga integritas sekolah dan meningkatkan pembiasaan praktek kejujuran dalam setiap aspek kehidupan sekolah.
Semoga kami bisa menjaga amanat yang tertulis pada piagam tersebut secara konsisten. Piagam tersebut membuat saya teringat kala itu ketika kami mendapat pengawas silang Ujian Nasional dari sekolah lain. Mereka sempat heran dan berucap “Saya heran, kok anak-anak ini tetap fokus mengerjakan soal ujian tanpa tengak-tengok ke kanan kiri saat kami (pengawas) izin keluar sebentar untuk ke toilet. Bahkan suasana ujian sangat terasa dengan tenang dan saat jeda istirahat, siswa mengisi waktu dengan membaca buku di koridor kelas sambil sesekali berdiskusi untuk membahas soal”.
Sebagai tuan rumah, kami yang mendengarnya merasa agak heran, bukankah itu hal yang seharusnya terjadi?
Pada masa itu, sudah rahasia umum bahwa ada beberapa oknum di sekolah-sekolah negeri ataupun swasta yang dengan sengaja dan tersistematis memberikan jawaban ujian kepada siswa-siswanya melalui berbagai cara (potongan kertas berisi foto copy jawaban, mengganti jawaban di ruang panitia sebelum mengirim lembar jawaban ke Dinas), bahkan yang parahnya ada juga yang “mengintimidasi” pengawas dari sekolah lain dengan dalih “membantu” dengan cara memberi arahan untuk melonggarkan pengawasan dan “tutup mata” dengan aksi-aksi mencontek siswa di kelas. Bahkan ada rekan kami yang menjadi pengawas silang sengaja diberi bacaan koran di ruang mengawas supaya fokus dengan baca koran dibandingkan mengawasi siswa seperti Juknis yang tertulis, ya kami seharusnya bertugas menjadi pengawas bukan membaca koran. Sungguh miris, siswa yang kita harapkan menjadi pemimpin generasi yang akan datang disuguhi dengan praktik ketidakjujuran terselubung institusi pendidikan tempat mereka menuntut ilmu.
Sebetulnya pemerintah sudah mengupayakan supaya tidak terjadi kecurangan melalui berbagai cara seperti proses distribusi soal dengan pengamanan yang ketat dan juga menyediakan berbagai tipe soal serta penyatuan lembar jawaban dengan soal. Tetapi sepertinya cara tersebut belum bisa mengatasi fenomena kecurangan yang terjadi.
“Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.” Bung Hatta
Apakah Kurikulum Nasional Baru bisa menjadi solusi dari fenomena tersebut?
Sejatinya dunia pendidikan merupakan pondasi bagi pembentukan karakter dan moralitas generasi masa depan. Salah satu nilai fundamental yang harus ditanamkan dalam setiap siswa adalah integritas dan kejujuran. Namun, tantangan besar seringkali muncul dalam mengimplementasikan nilai-nilai ini di tengah dinamika kompleks dalam sistem pendidikan saat ini. Dalam konteks ini, Konsep Kurikulum Merdeka muncul sebagai harapan baru untuk meningkatkan integritas dan kejujuran dalam dunia pendidikan. Salah satu kebijakannya yaitu tidak adanya Ujian Nasional terstandar dari pusat sebagai syarat kelulusan siswa.
Melansir dari laman kemdikbud.go.id, “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memutuskan untuk meniadakan ujian nasional (UN) dan ujian kesetaraan di tahun 2021. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksanaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19)”.
Ujian Nasional diganti dengan Asesmen Nasional yang bertujuan untuk mendorong perbaikan mutu pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Asesmen Nasional adalah program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kemdikbud untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan. Asesmen Nasional dilaksanakan dengan 3 (tiga) instrumen yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM Literasi, Numerasi), Survey Karakter dan Survey Lingkungan Belajar.
Kesimpulannya, Asesmen Nasional (AN) tidak menggantikan peran Ujian Nasional (UN) dalam mengevaluasi prestasi atau hasil belajar peserta didik secara individual, melainkan digunakan sebagai sumber informasi untuk memetakan dan mengevaluasi mutu sistem pendidikan, sebagai alat untuk mengevaluasi mutu sistem, juga menghasilkan potret yang lebih utuh tentang kualitas hasil belajar serta proses pembelajaran di satuan pendidikan yang bisa dilihat melalui Rapor Pendidikan Satuan Pendidikan .