Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Diam yang Berbicara: Bagaimana Silent Majority Memengaruhi Hasil Pemilu

16 Februari 2024   10:13 Diperbarui: 16 Februari 2024   10:40 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Krisanti_kazan

"Pelajaran. "Silent Majority" sudah berbicara. Siapa mereka? Mereka yang menyimak, tetapi jarang komen. Mereka yang jarang ribut-ribut di media sosial tiap akun ini posting #politik,". Begitulah postingan Pak Ridwan Kamil mantan Gubernur Jawa Barat dalam postingan akun Instagramnya tanggal 15 February 2024 lalu.

Hal menarik yang disampaikan Pak RK tersebut memang menggambarkan fenomena media sosial saat ini terutama pada masa Pemilu. Media sosial ramai dengan berbagai opini dan fakta yang berkembang, bahkan memunculkan polarisasi yang terbentuk dari setiap pendukung kontestasi Pemilu. 

Baca juga: Siapakah yang Lebih Unggul: Streetwise Leader atau Academical-wise Leader?


Apa itu "Silent Majority"?


Dilansir dari cnbcindonesia.com, dalam jurnal yang dipublikasikan Economics Letters, "Silent Majority" dipopulerkan oleh Presiden Richard Nixon pada 1969 selama kampanye paruh waktu yang ia sebut sebagai "sekelompok besar orang Amerika konservatif" yang tidak mengungkapkan pendapat mereka secara terbuka. Nixon mengatakan, "Silent Majority" ini berbeda dengan "pihak minoritas" yang secara aktif berdemonstrasi menentang perang Vietnam. Tidak hanya presiden ke-37 Amerika Serikat (AS) tersebut, presiden ke-45 AS, Donald Trump, juga memomulerkan "Silent Majority". Selama kampanye kepresidenan pada 2016, Trump kerap menggunakan istilah "Silent Majority" untuk menyapa para pendukungnya. Pada saat itu, "Silent Majority" bersikap diam, namun mereka menggunakan bilik suara untuk membuat suara mereka "didengar."

Pemilihan umum adalah salah satu momen penting dalam kehidupan demokrasi di mana masyarakat memiliki kesempatan untuk menentukan pemimpin dan perwakilan mereka. Dalam era digital, media sosial menjadi platform utama di mana opini, informasi, dan pandangan politik tersebar dengan cepat. Dalam konteks ini, konsep "Silent Majority" muncul sebagai kelompok mayoritas yang diam-diam mendukung suatu ideologi atau calon tanpa secara terbuka menyuarakan dukungan mereka berbanding terbalik dengan "Noisy Minority" yang ramai bermunculan di media sosial.

Bagaimana Pengaruh "Silent Majority" di Media Sosial?


1.Dukungan Terselubung: "Silent Majority" cenderung tidak aktif secara verbal di media sosial, tetapi tetap memiliki pengaruh yang signifikan. Mereka mungkin tidak berpartisipasi dalam perdebatan online atau berbagi pendapat mereka, namun, ketika datang ke pemilihan umum, keputusan mereka dapat memengaruhi hasilnya.
2.Efek Domino: Meskipun jumlah pengikut aktif di media sosial yang secara terbuka mendukung suatu kandidat mungkin terlihat kecil, "Silent Majority" dapat memicu efek domino. Ketika satu orang memberikan dukungan, itu bisa menginspirasi yang lain untuk keluar dari ketidakaktifan dan ikut berbicara.
3.Sentimen Diam-Diam: Ada kemungkinan bahwa "Silent Majority" memiliki sentimen atau kekhawatiran tertentu yang tidak mereka ungkapkan secara terbuka di media sosial. Namun, mereka dapat menciptakan arus perubahan dengan memanfaatkan hak suara mereka secara efektif di tempat pemungutan suara.
4.Efek Kelompok: "Silent Majority" bisa menjadi representasi dari mayoritas di masyarakat yang mungkin tidak terwakili secara proporsional di media sosial. Oleh karena itu, kehadiran dan suara mereka di pemilu dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang preferensi publik secara keseluruhan.
5.Dampak Terhadap Narasi: Dalam konteks media sosial, seringkali yang paling vokal dan eksplisit mendominasi narasi. Meskipun "Silent Majority" tidak selalu merubah narasi ini secara langsung, partisipasi mereka dapat memperkaya diskusi dan mengimbangi dominasi opini yang lebih vokal.

Baca juga: Ekosistem Filter Bubble: Membentuk Ketidakadilan dalam Sikap Netizen terhadap Kontestasi Politik


Kebebasan berbicara adalah pilar dalam demokrasi. Secara teori, hal ini memungkinkan setiap orang untuk bersuara. Dalam demokrasi kita, sebagian besar orang tidak mudah mengekspresikan pendapat politik tertulis atau lisan secara terbuka. Itu adalah hak mereka. Itu adalah pilihan dan sifat mereka; "Silent Majority" tidak ikut serta dalam keributan kebebasan berbicara dan dibayangi oleh kekuatan politik dan pengaruh kelompok "Noisy Minority".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun