Debat capres terakhir pada tanggal 4 Februari 2024 terasa sangat berbeda dengan debat sebelumnya. Ritmenya terasa cukup tenang dan visi misi yang disampaikan ditanggapi dengan cukup baik dan menyempurnakan hal yang kurang dari yang tersampaikan oleh capres lawan.Â
Komentar netizen kali ini, Capres Anis lebih tenang dan tidak menyerang personal Prabowo seperti yang dilakukan di debat sebelumnya. Kesan "kerja kelompok" juga tidak terlalu terlihat antara Anis dan Ganjar.Â
Secara umum, sikap Anis cukup mengejutkan dan dianggap "main aman" dengan strategi ini. Capres Prabowo juga cukup tenang menanggapi pernyataan Anis dan Ganjar. Bahkan dalam beberapa hal beliau setuju dengan ide dari Anis dan Ganjar dan mengapresiasinya.Â
Lain hal dengan Ganjar yang memang masih cukup konsisten secara tajam mengkritisi program Prabowo dengan sesekali mengkritisi juga pemerintahan Jokowi dan memunculkan kembali tentang rekam jejak paslon pada sesi closing statement yang beliau kutip dari closing statement Pak Jokowi saat debat capres 2019 lalu. Â
Perubahan sikap Jokowi jika dibandingkan saat debat 2019 tidak dengan mudah disimpulkan bahwa beliau tidak konsisten. Mungkin beliau bersikap lebih relevan berdasarkan perkembangan situasi politik yang terjadi.Â
Baca lebih lanjut: Dilema Politik Menjelang Pilpres: Memilih Konsistensi atau Relevansi dalam Dinamika Politik Kontemporer
Tetapi ada satu momen yang cukup menggelitik ketika Ganjar melontarkan pertanyaan kepada Anis terkait berita Bansos yang sedang hangat dibahas di media. Pertanyaan itu terkesan tertuju untuk mengkritisi apa yang dilakukan Presiden Jokowi akhir-akhir ini. Padahal sejak lama juga seperti ini gaya Jokowi saat blusukan dan memberikan bansos kepada masyarakat yang ditemuinya.Â
"Menurut Pak Anies, bagaimana tata kelola Bansos agar; 1) tidak saling klaim, 2) bisa tepat sasaran, 3) tidak menimbulkan kecemburuan-kecemburuan?" tanya Ganjar.Â
Tanpa diduga, respon Anis cukup tenang tanpa terpancing untuk mengeluarkan kata-kata yang akan membuat situasi memanas.Â
"Pertama, Bansos adalah bantuan untuk si penerima bukan bantuan untuk yang si pemberi. Karena diberikan sesuai kebutuhan penerima, kalau penerima butuh bulan ini ya diberikan bulan ini, kalau dibutuhkan 3 bulan lagi ya diberikan 3 bulan lagi, tidak usah dirapel semuanya. Dibagikan sesuai kebutuhan si penerima. Kedua, harus tepat sasaran. Artinya sudah melalui pendataan yang akurat dan mekme pemberiannya melalui jalur birokrasi bukan dibagikan di pinggir jalan. Ketiga, harus dipastikan mereka yang miskin dan prasejahtera bisa masuk di dalamnya," jawab Anies.
Dalam salah satu sesi di "Layar Tancap Mata Najwa" yang disiarkan di channel YouTube Najwa Shihab, momen itu sempat diistilahkan oleh Najwa dengan "nabok nyilih tangan", artinya memukul meminjam tangan orang lain.Â
Terkesan Ganjar ingin mengkritisi pemerintahan Jokowi melalui pancingan pertanyaan yang diajukan ke Anis. Tetapi hal ini sudah diklarifikasi Ganjar saat sesi pertanyaan dengan wartawan. Bahwasannya kebetulan saja pertanyaan itu jatahnya saat sesi 01 dan 03. Jika jatuh saat sesi 02 dan 03, tentu saja pertanyaan itu akan diajukannya ke Prabowo.
Hal yang menarik akan saya ulas tentang peribahasa tersebut. Peribahasa yang satu ini cukup populer dan mungkin kerap di dengar di kalangan masyarakat Jawa. Bagi masyarakat Jawa, paribasan mempunyai nilai yang sangat penting dalam kehidupan dan bahkan mencerminkan watak, sifat dan perilaku seseorang.
Nabok secara harafiah bisa bermakna nampol, nampar, mukul dalam artian keseharian di Jawa berunsur offensive, menyakiti yang dilakukan oleh seseorang menggunakan telapak tangan. Bukan kaki, siku, atau lainnya.
Nyilih dari kata silih yang berarti pinjam yang dikasih awalan melebur menjadi minjam, dalam hal ini menjadi nyilih yang kata harafiahnya meminjam.
Tangan secara harafiah berarti tangan, maksud sebenarnya telapak tangan. Tapi dalam kontek tertentu bisa berarti seseorang atau nama pihak yang lain.
Mengapa bukan oleh harus orang lain yang melakukan? Itu menyangkut budaya terselubung, politik hipokrit yang banyak disandang terutama di dunia timur.Â
Contoh misal saya tersakiti oleh perkataan atau perbuatan orang atau sekolompok orang dan saya ingin membalaskan dendam saya atas perbuatan mereka.Â
Supaya saya tidak terlihat terlibat langsung, tetap terlihat elegan di depan publik, tetap terlihat bersih maka saya mendelegasikan niat tersebut kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mengeksekusinya atau membalaskan sakit hati saya.
Apapun cerita di balik serangkaian debat tersebut, semoga debat terakhir ini bisa dimaknai dengan lebih bijaksana. Dalam mengemban tujuan akhirnya, debat bukan hanya menghasilkan pemenang dan pecundang, tetapi lebih penting lagi, menciptakan pemahaman bersama, mengasah keterampilan berbicara dan mendengarkan, merangsang pemikiran kritis, dan membawa kepada solusi konstruktif. Dengan demikian, debat bukan hanya tentang kompetisi, melainkan tentang kolaborasi untuk mencapai kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih mendalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H