Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ekosistem Filter Bubble: Membentuk Ketidakadilan dalam Sikap Netizen terhadap Kontestasi Politik

23 Januari 2024   10:23 Diperbarui: 9 Februari 2024   08:38 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penulis: Krisanti_kazan

Pendukung 01: "Debat tadi malam tidak menunjukkan anak muda Indonesia yang beradab"

Pendukung 02: "Kemarin menilai Pak Prabowo dengan angka 11/100 sambil ketawa dan diledek habis-habisan. Sekarang diserang balik bilangnya tidak punya etika"

Pendukung 3: "Gibran gak sopan sama orangtua, saya pindah dari 02 ke 03"

Ternyata debat cawapres semakin meramaikan dunia medsos dengan segala komentar beragam. Ada yang berpindah, ada yang semakin yakin dengan pilihannya. Dalam era digital, kita telah menjadi bagian dari ekosistem filter bubble, di mana algoritma media sosial cenderung memperkuat pandangan yang kita pilih dan mengecualikan perspektif alternatif. Artikel ini akan menggali dampak ekosistem filter bubble terhadap netizen dan bagaimana hal ini memengaruhi sikap mereka dalam menghadapi kontestasi politik.

1. Pembatasan Perspektif: Ekosistem filter bubble membatasi netizen untuk berinteraksi dengan informasi dan pandangan yang sejalan dengan keyakinan atau preferensi mereka. Ini menghasilkan ketidakberagaman dalam pemahaman politik dan kurangnya paparan terhadap pandangan yang berbeda.

2. Penguatan Keyakinan yang Ada: Netizen yang terperangkap dalam filter bubble cenderung melihat pembenaran terus-menerus terhadap keyakinan politik mereka sendiri. Ini dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk melihat sisi lain dari suatu argumen atau isu.

3. Polaritas Politik yang Meningkat: Ekosistem filter bubble dapat mengakibatkan meningkatnya polarisasi politik. Netizen menjadi terbagi menjadi kelompok-kelompok yang semakin terpolar, sulit untuk mencapai kesepakatan atau pemahaman bersama.

4. Dampak pada Diskusi dan Debat: Filter bubble dapat merugikan diskusi dan debat yang sehat. Netizen mungkin cenderung terlibat dalam diskusi yang bersifat menguatkan pandangan mereka sendiri daripada membuka dialog dengan orang-orang yang berbeda pandangan.

5. Terbentuknya Sikap Tidak Fair: Akibat dari pembatasan informasi, netizen dapat membentuk sikap yang tidak fair terhadap pihak-pihak yang berbeda pandangan politik. Mereka mungkin kurang toleran terhadap opini yang berbeda atau bersikap prasangka terhadap kelompok lain.

 Baca lebih lanjut: Dilema Politik Menjelang Pilpres: Memilih Konsistensi atau Relevansi dalam Dinamika Politik Kontemporer

Ada 4 cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi Ekosistem Filter Bubble.

Pertama, Pendidikan Literasi Digital. Meningkatkan literasi digital untuk membantu netizen mengenali dan mengatasi filter bubble, serta melatih mereka untuk mencari informasi dari berbagai sumber.

Kedua, Promosi Diversifikasi Media. Mendorong netizen untuk mendiversifikasi sumber informasi mereka, mencari perspektif yang berbeda, dan menghindari terjebak dalam lingkaran informasi yang sempit.

Ketiga, Transparansi Algoritma. Menuntut lebih banyak transparansi dari platform media sosial terkait cara algoritma bekerja dan bagaimana informasi disajikan kepada pengguna.

Keempat, Inisiatif Keterbukaan Diskusi. Mendorong inisiatif yang mendukung keterbukaan dalam diskusi politik, termasuk forum online yang mendorong pertukaran pandangan yang beragam.

 

Ekosistem filter bubble memiliki dampak yang signifikan pada sikap netizen terhadap kontestasi politik. Dengan kesadaran, literasi digital, dan langkah-langkah untuk mempromosikan diversifikasi pandangan, kita dapat bergerak menuju lingkungan online yang lebih terbuka, adil, dan mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap kompleksitas politik.

Baca lebih lanjut: Echo Chamber Pemilu: Mempersatukan atau Memecah?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun