Mohon tunggu...
Sri Kristiyani
Sri Kristiyani Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu perlu ide dan ide itu perlu dicari dan direnungkan

Panggilan menjadi seorang guru bukannya semakin mudah, tetapi kita akan mampu melewatinya jika kita menggunakan hati kita untuk menjalani panggilan tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tahapan Identify vs Role Confusion yang Belum Selesai

24 November 2021   22:35 Diperbarui: 24 November 2021   22:46 3588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Erik Erikson adalah seorang ahli psikologi yang lahir pada tahun 1902 di Jerman, yang terkenal dengan teori perkembangan psikososial. Teori perkembangan psikososial Erikson terdiri dari 8 tingkatan yang akan dilalui oleh manusia. Erikson berpendapat bahwa kepribadian berkembang dengan urutan yang telah ditentukan melalui delapan tahap perkembangan psikososial dari bayi hingga tua. Erikson percaya bahwa dalam setiap tahapan, seseorang akan mengalami konflik atau krisis yang akan menjadi titik balik dalam setiap perkembangannya yang dapat menghasilkan hal positif atau negatif bagi perkembangan kepribadian. Salah satu tahap perkembangan psikososial itu adalah identity vs role confusion (identitas vs kebingungan peran, 12-18 tahun). 

Tahapan identity vs role confusion adalah tahapan seorang anak remaja yang akan mencoba banyak hal untuk mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya dan biasanya akan mencari teman yang memiliki kesamaan dengan dirinya untuk melewati hal tersebut. Jika anak dapat menjalani berbagai peran baru dengan positif dan mendapat dukungan dari orang tua, maka identitas yang positif juga akan tercapai, seperti kepekaan, kemandirian, dan kontrol diri. Tahapan inilah yang saya coba analisis lebih lanjut dalam bentuk sebuah refleksi dikarenakan hampir 15 tahun saya bersentuhan dengan mereka, baik siswa SMP maupun SMA.

Sebagai walikelas, saya mengenal anak perwalian saya dengan baik karena saya mendampingi mereka selama satu tahun serta menerima data tentang mereka dari konselor dan walikelas kelas. Anak ini sekarang berada di kelas 12, tetapi saya akan menganalisisnya ketika dia duduk di kelas 9. Anak ini cukup menyita perhatian saya dikarenakan banyak guru pengajar yang selalu melaporkan tingkah lakunya di dalam kelas, yaitu tidak pernah mengerjakan tugas/PR, yang akhirnya membuat guru memintanya keluar kelas untuk menyelesaikan semua tugasnya, saat ulangan tidak pernah selesai menjawab soal, dan seringkali membuat gurauan di kelas dan mengakibatkan suasana kelas tidak kondusif. 

Anak ini mengikuti ekstrakurikuler futsal serta menjadi tim inti yang siap bertanding dengan sekolah lain. Dia sangat senang dan bahagia kalau tidak mengikuti pelajaran dikarenakan akan mengikuti pertandingan. Di sisi lain, saya merasa hal ini akan membuat semua tugasnya makin menumpuk.  Akhirnya, saya sepakat dengan pelatih futsalnya. Dia boleh mengikuti pertandingan kalau dia menyelesaikan semua tugas. Karena pertandingan adalah keinginan dan hasratnya, dia setuju untuk menyelesaikan tugasnya. Sungguh luar biasa, dia mampu menyelesaikan semua tugas. Namun, hal itu hanya bersifat sementara. Dia kembali melalaikan semua tugas.

Mengapa dia seperti itu? Jawabannya pasti bisa ditemukan dalam keluarganya sehingga saya mengundang kedua orangtuanya untuk mendiskusikan tentang anak ini. Awalnya, orangtua juga sudah tidak bisa mengatasi anak ini di rumah, yang artinya bahwa orangtua tidak memiliki otoritas terhadap anak ini. Pada pertemuan kedua, orangtua jujur bahwa anak ini kehilangan perhatian dari orangtua ketika dia memiliki adik yang berkebutuhan khusus sehingga memerlukan perhatian ekstra. 

Perhatian yang diberikan orangtua hanya sekadar materi dengan menuruti segala keinginan anak ini, bahkan paket pembelian barang itu bisa datang setiap hari. Di saat, orangtua ingin memberikan perhatian dan kasih saying, ternyata anak ini menolak untuk menerimanya. Hal itu ditunjukkannya dengan ketidakdisiplinan dalam mengikuti proses pembelajaran. Bahkan, saat dijemput pulang dari sekolah pun, dia selalu menghilang dan cenderung menghindar untuk pulang. Hal itu juga menyusahkan security karena harus ikut mencari keberadaannya.   

Dari kisah anak ini, saya setuju dengan tahap perkembangan psikososial dari Erik Ericson bahwa anak ini tingkatan sebelumnya tidak tertangani dengan baik oleh orangtuanya. Hal itu mengakibatkan pada tahapan identity vs role confusion, ia mengalami kebingungan identitas serta ketidakyakinan terhadap hasrat serta kepercayaan dirinya sehingga muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya. Hal itu ditunjukkan dengan perilaku yang selalu mencari perhatian dan cenderung memberontak.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun