Mohon tunggu...
Sri Kristiyani
Sri Kristiyani Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu perlu ide dan ide itu perlu dicari dan direnungkan

Panggilan menjadi seorang guru bukannya semakin mudah, tetapi kita akan mampu melewatinya jika kita menggunakan hati kita untuk menjalani panggilan tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Interdisipliner, Penerapan Teori Experiential Learning

14 September 2021   22:30 Diperbarui: 14 September 2021   22:42 2532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah mahkluk sosial yang hidup dan berinteraksi dalam lingkungan sosial sehingga mereka akan mendapatkan banyak pengalaman. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia tersebut bisa membangun sebuah pengetahuan yang baru. Pendidikan di sekolah adalah salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan.

Menurut John Dewey, tokoh teori experiential learning, pendidikan pada hakikatnya adalah proses sosial, yang artinya bahwa sifat sosial manusia sangat penting untuk dibawa dalam pendidikan di sekolah. Pengetahuan dibangun secara sosial dan didasarkan pada pengalaman peserta didik yang melibatkan kontak dan komunikasi. 

Oleh karena itu, guru berperan untuk mengatur pengetahuan itu dalam pengalaman kehidupan nyata dan menyediakan konteks serta memfasilitasi pengalaman yang sebenarnya. Pengalaman tersebut didasarkan pada kemampuan dan kesiapan peserta didik. Setelah menyelesaikan pengalaman, peserta didik memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkannya pada situasi yang berbeda untuk terus memperoleh dan membangun pengetahuan yang baru.  

Salah satu penerapan teori experiential learning adalah pembelajaran interdisipliner, yaitu pendekatan pembelajaran yang menggabungkan beberapa mata pelajaran ke dalam sebuah proyek aktif yang di dalamnya terkandung beberapa konsep dari mata pelajaran tersebut. Peserta didik bisa menghubungkan antara konsep yang sudah dikuasai dari mata pelajaran yang satu dengan konsep mata pelajaran yang lain dengan pengalaman yang dimiliki sehingga menghasilkan pengetahuan yang baru.

Satu pengalaman yang menarik bagi saya ketika melakukan proyek interdisipliner dalam rangka ujian praktik kelas 9, yaitu pidato persuasif. Mata pelajaran yang tergabung dalam proyek interdisipliner itu adalah IPS, Biblical Studies, IPA, Komputer, Penjasorkes, dan Bahasa Indonesia dengan satu tujuan pembelajaran yaitu peserta didik mampu menuangkan gagasan, pikiran, arahan, atau pesan dalam pidato persuasif secara tulisan. 

Dalam pidato persuasif tersebut, peserta didik diharapkan mampu menjelaskan perlunya menyikapi perubahan sosial budaya agar organ reproduksi sebagai bait Allah tetap terjaga kekudusan dan kesehatannya.  

Isi pidato persuasif tersebut merupakan rangkaian konsep dari 4 mata pelajaran yang saling memengaruhi, yaitu IPA, IPS, Penjasorkes, dan Biblical Studies. Pertama, peserta didik mengetahui konsep tentang organ reproduksi dan cara menjaga kesehatan organ reproduksi dari pelajaran IPA dan Penjasorkes. 

Kedua, mereka mengetahui konsep perubahan sosial budaya, yang meliputi penyebab, dampak, dan cara menyikapi dampak tersebut dari IPS. Yang terakhir, peserta didik mengetahui konsep bahwa manusia diciptakan secitra dengan Allah dan tubuh manusia adalah bait Roh Kudus sehingga semua bagian tubuh manusia harus dijaga kekudusannya, termasuk organ reproduksi. 

Sementara itu, Bahasa Indonesia hanya sebuah wadah untuk menghubungkan konsep-konsep tersebut dan pengalaman peserta didik dalam sebuah pidato persuasif yang diakhiri dengan ajakan kepada para pembaca untuk menjaga kekudusan dan kesehatan organ reproduksi sebagai bait Roh Kudus dengan menyikapi perubahan sosial budaya serta disusun dalam format teks yang benar.

Pengetahuan-pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik akan dihubungkan dengan kehidupan nyata mereka bagaimana selama ini mereka menjaga kekudusan, kesehatan, dan kebersihan organ reproduksi mereka, apakah pengetahuan itu sudah diterapkan atau baru diterapkan setelah mendapatkan pengetahuan tersebut. 

Demikian juga untuk pengetahuan tentang perubahan sosial budaya, apakah dampak perubahan sosial, seperti kemajuan teknologi informasi, penemuan baru, kontak dengan budaya lain, serta pola pikir yang maju itu memengaruhi peserta didik untuk menjaga kesehatan, kekudusan, dan kebersihan organ reproduksi atau mereka baru menyadari bahwa selama ini hal-hal yang telah mereka lakukan itu adalah bagian dari pengetahuan yang sebenarnya sudah mereka dapatkan.

Pembelajaran interdisipliner tidak mudah diterapkan. Akan tetapi, saya bersyukur karena semua guru yang terlibat dalam proyek interdisipliner ini mau memikirkan konsep bersama dengan matang sehingga proyek ini berjalan dengan baik dan peserta didik sungguh bisa menghubungkan antara pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya menjadai pengetahuan yang baru tentang mengapa dan bagaimana harus menjaga kekudusan, kebersihan, dan kesehatan organ reproduksi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun