Film sebagai Pelarian: Mengapa Banyak Orang Menonton untuk Lari dari Kenyataan?
Fenomena menonton film sebagai pelarian dari realitas adalah topik yang menarik di berbagai bidang, seperti psikologi, sosiologi, dan politik. Film sering kali dilihat sebagai alat hiburan, tetapi banyak penonton yang juga menggunakannya sebagai cara untuk melarikan diri dari kesulitan sehari-hari. Artikel ini akan membahas mengapa dan bagaimana film memberikan pelarian ini dari tiga perspektif utama: psikologi, sosiologi, dan politik.
1. Perspektif Psikologis: Pelarian dari Stres dan Beban Emosional
Dari sudut pandang psikologi, escapism (pelarian) melalui film dianggap sebagai mekanisme pertahanan atau "defense mechanism". Psikolog Sigmund Freud pertama kali mengemukakan bahwa manusia memiliki kebutuhan alami untuk menghindari rasa sakit atau kecemasan. Teori ini kemudian dikembangkan dalam konsep "escapism", di mana seseorang mencari pengalaman menyenangkan untuk meredakan emosi negatif yang mereka hadapi di dunia nyata (Freud, 1930).
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam "Journal of Media Psychology", banyak individu yang menonton film untuk mengalihkan diri dari tekanan atau stres dalam kehidupan nyata. Mereka terlibat dalam dunia fiksi yang aman dan penuh fantasi, yang memungkinkan mereka untuk mengatasi atau bahkan melupakan masalah yang sedang mereka hadapi. Studi lain yang dilakukan oleh Nabi dan Krcmar (2004) dalam "Communication Research" menemukan bahwa hiburan media, termasuk film, dapat berfungsi sebagai alat untuk mengurangi emosi negatif dan meningkatkan suasana hati.
Escapism dan Kesehatan Mental
Escapism tidak selalu bersifat negatif. Penelitian menunjukkan bahwa pelarian sementara bisa memberikan manfaat bagi kesehatan mental. Ketika individu menonton film dan memasuki dunia karakter yang berbeda, mereka merasakan apa yang disebut "transportation", yaitu kondisi di mana penonton larut sepenuhnya dalam cerita. Teori ini dijelaskan oleh Green dan Brock dalam "Narrative Impact" (2004), di mana keterlibatan dalam cerita mengurangi tekanan emosional yang dirasakan dalam kehidupan nyata.
Namun, penting untuk diingat bahwa penggunaan film sebagai pelarian juga bisa menjadi problematis bila dilakukan berlebihan, yang dikenal sebagai "maladaptive escapism". Orang yang bergantung pada film secara berlebihan untuk menghindari kenyataan dapat mengalami kesulitan untuk mengatasi masalah hidup mereka, yang pada akhirnya dapat memperburuk kesehatan mental mereka.
2. Perspektif Sosiologis: Film sebagai Cermin Kehidupan Sosial dan Alat Pelarian Kolektif
Dari perspektif sosiologis, film bukan hanya alat individu untuk melarikan diri, tetapi juga fenomena sosial yang mencerminkan dan mempengaruhi kondisi masyarakat. Dalam konteks ini, film sering kali menggambarkan berbagai realitas sosial yang tidak dialami secara langsung oleh penontonnya, sehingga mereka bisa mengalami kehidupan yang berbeda, bahkan hanya untuk beberapa jam.
Peneliti sosiologi seperti Erving Goffman mengemukakan konsep "frame analysis" yang menunjukkan bahwa individu menggunakan bingkai atau "frame" sosial untuk memahami dunia sekitar. Film membantu membingkai ulang persepsi kita tentang dunia, menawarkan perspektif yang berbeda, dan memungkinkan kita untuk keluar dari "frame" sehari-hari. Bagi mereka yang merasa terjebak dalam rutinitas monoton, film bisa menjadi jendela untuk mengalami kehidupan yang berbeda, yang tidak mungkin dilakukan dalam kenyataan.