Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Hakim, Satu Trilyun & Akhir yang Konyol

26 Oktober 2024   18:45 Diperbarui: 26 Oktober 2024   18:45 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana makin panas. Mereka saling mengancam dengan bahasa yang kian kasar. Dalam kebodohan mereka yang serakah, tak satu pun sadar bahwa ruangan tersebut sebenarnya dilengkapi teknologi sensor terbaru yang telah dipasang oleh aparat kepolisian.

Impian Liar Selangit

Di tengah debat panas, mereka tiba-tiba berhenti bertengkar sejenak, memikirkan apa yang akan mereka lakukan dengan uang sebesar itu. Mata mereka berbinar saat mereka mulai membayangkan masa depan yang penuh kemewahan.

Pak Dahlan berkata penuh antusias, “Aku akan beli vila di Bali! Bayangkan, pantai pribadi, dan mungkin aku juga akan beli kapal pesiar kecil. Tiap weekend, berpesta tanpa gangguan.”

Pak Hamdan langsung merespon dengan ide yang lebih mewah, “Ah, kalau aku, jelas beli pesawat pribadi! Dan mungkin satu koleksi mobil sport. Setiap hari bisa jalan-jalan keliling kota dengan gaya.”

Tidak mau kalah, Bu Mirna menyela, “Semua itu masih terlalu sederhana. Aku akan beli rumah di Paris, di Champs-Élysées! Aku juga ingin punya toko perhiasan sendiri—emas, berlian, semuanya!”

Ketiganya tenggelam dalam fantasi mereka masing-masing, sesekali tertawa sambil memandangi tumpukan uang yang mereka anggap sudah sepenuhnya milik mereka. Namun, tak satu pun dari mereka menyadari bahwa kegilaan mereka sedang direkam, dan semua percakapan mereka tentang "impian mewah" sudah menjadi bukti kuat bagi kepolisian.

Grebekan Polisi 

Di luar gedung, tim polisi yang sudah menunggu dengan sabar akhirnya mendapatkan sinyal. Dengan tenang, mereka mengatur rencana penggerebekan. Sensor yang dipasang dengan cermat menangkap setiap gerakan dan percakapan, dan sekarang adalah saat yang tepat untuk bertindak.

Tanpa basa-basi, pintu gedung digedor keras. Polisi berteriak dari luar, “Buka pintu! Polisi!”

Ketiga hakim itu terperanjat. Dalam kepanikan, Pak Dahlan berusaha menyembunyikan uang di bawah kursi, sementara Pak Hamdan berteriak, “Ini pasti ulah si Darto! Orang itu memang bodoh! Bilangnya aman, eh malah begini jadinya!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun