Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Hakim, Satu Trilyun & Akhir yang Konyol

26 Oktober 2024   18:45 Diperbarui: 26 Oktober 2024   18:45 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga Hakim, Satu Triliun, dan Akhir yang Konyol

Euforia Tumpukan Uang

Di sebuah tempat tersembunyi, suasana ramai penuh tawa dan sorak-sorai memenuhi ruangan. Tiga orang hakim—sebut saja Pak Dahlan, Pak Hamdan, dan Bu Mirna—baru saja menyelesaikan “proyek” besar mereka. Mereka bukan sembarang hakim; mereka adalah trio kompak yang sudah menilai perkara besar berujung pada tumpukan uang yang kini memenuhi meja mereka. Siapa sangka, kasus tersebut bisa membawa uang suap sebesar satu triliun rupiah? Semua dari mereka merasa seperti “raja sehari”.

Pak Dahlan, si paling sok bijak di antara mereka, meraup uang tunai di atas meja dengan penuh semangat. “Lihat ini, saudara-saudara! Kita berhasil mengalahkan target kita. Satu triliun, saudara-saudara! Satu triliun!”

Pak Hamdan, dengan suara yang nyaring dan gaya berbicara bak motivator, menjawab, “Sudah kukatakan, strategi kita ini tak terkalahkan. Apalagi dengan cara kita yang rapi….”

Namun, sebelum ia bisa menyelesaikan kata-katanya, Bu Mirna memotong dengan nada sinis, “Rapi katamu? Lihat tempat ini, Hamdan! Serasa gudang barang rongsokan! Setidaknya, kalau punya satu triliun, sewalah tempat yang lebih layak!”

Mereka semua tertawa keras, namun ketegangan mulai terasa saat mereka mulai membahas pembagian uang tersebut. Tidak ada yang ingin menyerahkan sepeser pun lebih dari yang ia anggap pantas. Di antara tumpukan uang dan emas yang berkilauan, mereka mulai saling mencemooh dan berdebat.

Tengkar Pembagian Emas dan Uang

Pak Dahlan memulai dengan suara menggelegar, “Oke, kita harus jujur dan adil. Ingat, kita ini hakim! Jadi, kita bagi sama rata, 333 miliar buat setiap orang.”

Pak Hamdan mendengus, “Ah, adil katanya. Dahlan, aku yang paling berani menghadap si Pak Pengusaha itu! Kalau bukan karena keberanianku, kita tidak akan dapat uang ini. Bagaimana kalau aku ambil 400 miliar, dan kalian bagi sisanya?”

Bu Mirna tidak mau kalah, “Oh, Hamdan, jangan sok pahlawan. Tanpa aku yang menyembunyikan jejak kita, kamu sudah masuk bui sejak dulu. Jadi, aku ambil 500 miliar—sisanya untuk kalian berdua.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun