Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Bisakah AI Menyaingi Kreativitas Manusia?

26 Oktober 2024   07:01 Diperbarui: 26 Oktober 2024   07:13 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BISAKAH AI MENYAINGI KREATIVITAS MANUSIA?

Dalam era di mana kecerdasan buatan (AI) kian berkembang, satu pertanyaan besar yang sering muncul adalah: "Bisakah AI menyaingi kreativitas manusia?" Pertanyaan ini lebih dari sekadar tren; ini adalah diskusi serius yang menggabungkan ilmu pengetahuan, teknologi, psikologi, dan bahkan filsafat. Untuk menjawabnya, kita perlu memahami apa yang mendasari kreativitas dan bagaimana AI bekerja dalam konteks yang lebih luas.

Memahami Kreativitas: Kombinasi Logika dan Intuisi

Kreativitas bukan hanya sekadar menciptakan sesuatu yang baru, melainkan juga sebuah proses kompleks yang melibatkan intuisi, emosi, dan pengalaman manusia. Beberapa teori psikologi menyebutkan bahwa kreativitas adalah hasil dari dua proses: divergent thinking (berpikir divergen) dan convergent thinking (berpikir konvergen). Menurut Guilford, seorang psikolog yang banyak membahas tentang kreativitas, divergent thinking menciptakan banyak ide tanpa batasan, sementara convergent thinking membantu kita mempersempit pilihan dan memilih ide yang paling relevan.

Kreativitas manusia sering kali terpicu oleh pengalaman hidup yang kompleks, rasa empati, dan pemahaman kontekstual yang mendalam terhadap lingkungan. Bagi manusia, pengalaman subjektif dan pemikiran abstrak memainkan peran penting dalam menghasilkan karya-karya kreatif, seperti seni, musik, dan sastra.

Bagaimana AI Berbeda dari Kreativitas Manusia?

AI diciptakan berdasarkan algoritma dan data. Machine learning, salah satu teknologi dasar dalam AI, bekerja dengan mempelajari pola dari sejumlah besar data yang dimasukkan, kemudian menghasilkan keluaran yang dianggap 'paling tepat' berdasarkan pola tersebut. Misalnya, dalam menciptakan musik atau gambar, AI dapat menghasilkan variasi karya yang beragam, tetapi semuanya didasarkan pada data yang ada dan pola yang telah dipelajari.

Menurut teori computational creativity, kreativitas yang dihasilkan mesin adalah kreativitas 'komputasional' yang hanya bisa mencapai karya yang dianggap kreatif dalam batas data yang tersedia. Ini berbeda dengan manusia yang sering menemukan ide-ide baru melalui lompatan logika yang tak terduga dan bahkan terkadang irasional. Contohnya, penemuan teori relativitas oleh Einstein tidak hanya didasari logika dan data, tetapi juga pada imajinasi yang liar dan intuitif, yang tampaknya sulit ditiru oleh AI.

Penelitian tentang Kreativitas AI
Sebuah penelitian di University of Oxford menyebutkan bahwa AI dapat menciptakan karya-karya yang sangat mirip dengan yang diciptakan manusia, seperti puisi, musik, dan seni visual. Namun, peneliti juga menemukan bahwa audiens sering kali dapat membedakan antara karya AI dan karya manusia, terutama karena kurangnya 'jiwa' atau pengalaman manusia di dalamnya.

Misalnya, lukisan AI mungkin tampak indah, tetapi sering kali tidak memiliki nuansa emosional yang sama dengan karya manusia. Sebagai contoh, sebuah lukisan yang diciptakan oleh seniman manusia mungkin dipengaruhi oleh perasaan sedih, bahagia, atau trauma tertentu, yang sulit ditiru oleh AI.

Di sisi lain, teknologi AI seperti DALL-E atau GPT (Generative Pre-trained Transformer) mampu menciptakan karya yang orisinal dan kompleks, seperti puisi dan cerita, tetapi kembali lagi, batasnya adalah pada pemahaman yang kontekstual dan emosional. AI dapat meniru gaya penulisan Shakespeare, tetapi belum tentu memahami emosi mendalam di balik kata-kata tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun