Tokoh lain yang menunjukkan perubahan sikap serupa adalah Yusril Ihza Mahendra, Ketua Partai Bulan Bintang (PBB). Pada 2014, Yusril dengan tegas menyatakan ketidakmauannya mendukung Prabowo karena rekam jejak Prabowo terkait pelanggaran HAM: Â
"Prabowo masih membawa beban masa lalu yang berat, terutama dalam masalah HAM. Ini menjadi alasan kami tidak bisa mendukungnya." Â
Namun pada 2023, PBB di bawah pimpinan Yusril secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Prabowo untuk Pemilu 2024. Kepentingan politik yang lebih besar tampaknya menjadi landasan utama di balik perubahan sikap Yusril ini.
Wiranto, mantan Panglima TNI, juga mengalami perjalanan politik yang menarik. Pada Pemilu 2014, partainya, Hanura, mendukung Jokowi dan menjauhi Prabowo. Wiranto dengan lantang menyatakan:
Â
"Kami memilih untuk mendukung kandidat yang memiliki rekam jejak bersih, bukan mereka yang terkait dengan pelanggaran masa lalu." Â
Namun, kini, sikapnya terhadap Prabowo menjadi lebih moderat, meskipun tidak secara terang-terangan mendukung, ia menunjukkan sikap yang jauh lebih netral daripada sebelumnya.
Politik sebagai Ilusi Nilai
Apa yang bisa kita pelajari dari perubahan sikap ini? Pernyataan politik dan nilai-nilai yang sering diusung para politisi tampaknya hanya menjadi alat sementara yang mereka gunakan untuk meraih simpati dan dukungan publik. Ketika kepentingan berubah, maka nilai-nilai dan pernyataan tersebut sering kali berubah pula. Ini mencerminkan bahwa banyak nilai moral dalam politik hanyalah ilusi yang bisa diubah seiring dengan kepentingan pribadi atau partai.
Politik penuh dengan strategi, dan tokoh-tokoh seperti Surya Paloh yang pernah mendukung Jokowi dengan argumen bahwa Jokowi membawa "perubahan nyata" untuk bangsa, sekarang menunjukkan keterbukaan untuk mendukung Anies Baswedan, yang notabene pernah mendapat dukungan dari Prabowo. Semua ini menunjukkan bahwa tokoh politik dapat dengan cepat mengubah haluan sesuai dengan angin politik yang berhembus.
Hal yang sama juga terlihat pada Hary Tanoesoedibjo, yang awalnya mendukung Jokowi pada Pemilu 2014 dan 2019, menyatakan bahwa Jokowi adalah "kandidat yang lebih bisa membawa perubahan yang nyata bagi bangsa." Namun, pada 2023, partainya, Perindo, menyatakan dukungan kepada Prabowo untuk Pemilu 2024. Hary Tanoe adalah contoh nyata bagaimana kepentingan politik menggeser nilai dan komitmen yang pernah dipegang.
Ilusi Pilihan dalam Demokrasi
Dalam demokrasi, kita sering merasa bahwa kita memiliki banyak pilihan pemimpin berdasarkan nilai-nilai yang mereka tawarkan. Namun, kenyataannya, apa yang kita lihat sering kali hanyalah ilusi yang diciptakan oleh politisi untuk memenangkan suara publik. Ketika kepentingan politik mengharuskan mereka untuk berkoalisi dengan mantan musuh atau menyesuaikan prinsip mereka, nilai-nilai yang sebelumnya dipegang teguh sering kali dengan mudah diabaikan.
Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk memahami bahwa permainan politik sering kali jauh lebih pragmatis dan oportunistik daripada yang terlihat di permukaan. Kita harus lebih bijak dan skeptis dalam menilai janji-janji politik serta pernyataan para politisi.