Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

AI Semakin Paham Psikologi Manusia

22 Oktober 2024   14:08 Diperbarui: 22 Oktober 2024   14:20 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AI Semakin Paham Psikologi Manusia

Artificial Intelligence (AI) sudah lama menjadi sorotan karena kemampuannya dalam menganalisis data dan otomatisasi. Namun, perkembangan terbaru AI semakin mendekati pemahaman tentang psikologi manusia---mulai dari mempelajari emosi hingga memberikan solusi terapi psikologis yang personal. 

Bagaimana AI dan psikologi manusia kini berinteraksi? Lebih penting lagi, apakah kita siap untuk menerima AI yang mampu memahami kondisi emosional kita, bahkan mungkin lebih baik dari manusia lain?

AI dan Pemahaman Emosi Manusia
Kemampuan AI dalam membaca dan menganalisis emosi kini melampaui sekadar pendeteksian ekspresi wajah. Algoritma yang digunakan saat ini mampu menghubungkan pola-pola perilaku digital dengan kondisi psikologis seseorang. 

Misalnya, AI yang digunakan di platform seperti Twitter atau Instagram bisa menilai tingkat stres atau kebahagiaan seseorang berdasarkan konten yang mereka posting. Algoritma ini mengkaji pilihan kata, frekuensi posting, bahkan cara seseorang menanggapi komentar.

Apa yang membuat perkembangan ini menakjubkan adalah AI mulai memahami emosi manusia tidak hanya secara superfisial, tapi juga dalam konteks yang lebih dalam. Sebuah studi di Universitas Stanford menunjukkan bahwa AI dapat memprediksi tingkat kecemasan seseorang dengan akurasi hingga 85% hanya dengan menganalisis cara mereka berinteraksi secara daring. 

Ini seperti memiliki "terapis digital" yang secara konstan memonitor kesejahteraan psikologis kita. Tentu, kecanggihan ini menimbulkan pertanyaan etis tentang privasi.

AI sebagai Terapis: Masa Depan Psikologi Klinis?

Salah satu perkembangan paling signifikan dalam hubungan AI dengan psikologi manusia adalah aplikasi AI sebagai asisten atau bahkan pengganti terapis manusia. Beberapa startup teknologi kesehatan mental telah menciptakan chatbot AI yang mampu memberikan saran dan teknik coping untuk mengatasi depresi dan kecemasan. Misalnya, Woebot, chatbot yang dikembangkan oleh psikolog klinis dari Universitas Stanford, telah digunakan oleh ribuan orang untuk membantu mereka mengatasi masalah emosional sehari-hari.

Namun, bisakah AI benar-benar menggantikan peran terapis manusia? Tentu, AI memiliki kemampuan untuk mendeteksi pola-pola emosional dan memberikan solusi berbasis data, tapi aspek empati manusia adalah hal yang masih sulit direplikasi oleh mesin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun