Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Sulit Bersyukur?

16 Oktober 2024   16:26 Diperbarui: 16 Oktober 2024   17:16 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sulit Bersyukur - Karya Personal AI

Namun, di era modern yang semakin sekuler dan materialistis, banyak orang merasa terputus dari nilai-nilai spiritual ini. Agama atau praktik spiritual yang dulu menjadi sumber rasa syukur dan ketenangan batin mulai memudar dalam kehidupan sehari-hari. 

Manusia modern sering kali merasa hampa karena mereka mengejar kebahagiaan yang bersifat eksternal, sementara rasa syukur sejati membutuhkan pemahaman mendalam tentang hal-hal yang lebih besar daripada diri kita sendiri.

Martin Seligman, seorang psikolog yang dikenal sebagai bapak psikologi positif, menyarankan bahwa salah satu cara terbaik untuk meningkatkan rasa syukur adalah dengan mempraktikkan mindfulness atau kesadaran penuh. Mindfulness membantu seseorang untuk hadir sepenuhnya dalam momen saat ini dan menghargai hal-hal kecil yang sering kali diabaikan.

Bagaimana Memupuk Rasa Syukur dalam Kehidupan Sehari-hari?

Memahami mengapa sulit untuk bersyukur adalah langkah pertama, tetapi bagaimana kita bisa memupuk rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari? Ada beberapa strategi yang bisa diterapkan dari berbagai perspektif yang telah dibahas:

1. Rekonstruksi Kognitif: Melalui pendekatan psikologis, kita bisa melatih otak kita untuk lebih fokus pada hal-hal positif dengan cara merubah pola pikir negatif. Ini bisa dilakukan dengan menulis jurnal syukur harian, di mana setiap hari kita mencatat tiga hal yang bisa kita syukuri.

2. Mindfulness dan Meditasi: Dari perspektif spiritual, meditasi bisa menjadi alat yang kuat untuk membantu kita lebih hadir dan sadar akan kebaikan yang ada dalam hidup kita. Praktik mindfulness memungkinkan kita untuk lebih menghargai momen saat ini, sehingga kita tidak terjebak dalam pikiran negatif atau perbandingan sosial.

3. Batasan Konsumsi Media Sosial.  Dari sisi sosial, mengurangi waktu yang dihabiskan untuk melihat kehidupan orang lain di media sosial bisa sangat membantu dalam memutus siklus perbandingan sosial yang tidak sehat. Alih-alih melihat ke luar, kita bisa lebih fokus pada apa yang kita miliki dan menghargai hal tersebut.

4. Koneksi Sosial yang Sehat: Bangun hubungan dengan orang-orang yang mendukung dan saling mengingatkan untuk bersyukur. Rasa syukur juga bisa diperkuat ketika kita melihat kebaikan yang dilakukan orang lain untuk kita dan saling mengingatkan tentang pentingnya hal-hal kecil dalam hidup.

Penutup

Bersyukur seharusnya menjadi sesuatu yang alami dan mudah, namun kenyataannya sering kali terasa sulit. Baik dari perspektif psikologis, sosial, maupun spiritual, ada banyak faktor yang bisa membuat kita lupa untuk menghargai hal-hal yang sudah kita miliki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun