Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pecahan Duka

8 Oktober 2024   20:35 Diperbarui: 8 Oktober 2024   21:10 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pecahan Duka

Tak mengerti kenapa mereka menyebutnya patah hati, Karena rasa ini merasuk ke segenap jiwa, Setiap bagian dari tubuh ini terasa hancur, Seolah-olah duka ini melampaui sekadar hati yang terluka.

Di dalam relung hati yang tergelap, Rasa sakit itu menjalar tak terkendali, Menusuk tulang, mengoyak nadi, Menghancurkan harapan yang pernah ada.

Setiap napas yang kuambil terasa berat, Setiap langkah menjadi perjuangan, Seolah-olah tubuh ini tak mampu menanggung, Beban duka yang begitu mendalam.

Kenangan kita adalah duri yang menusuk, Setiap senyuman, setiap tawa yang pernah ada, Kini berubah menjadi luka yang tak terhapuskan, Meninggalkan jejak duka di setiap sudut jiwa.

Mata ini menangis tak henti-henti, Meratapi cinta yang hilang selamanya, Tak ada pelipur lara yang mampu meredakan, Kepedihan yang mengoyak hati ini.

Setiap detak jantung terasa perih, Seperti jarum yang menusuk di setiap denyut, Cinta yang dulu menghidupkan, Kini berubah menjadi duka yang melumpuhkan.

Tak tahu bagaimana mengatasi rasa ini, Ketika cinta yang kupegang erat, Hancur berkeping-keping di hadapanku, Menyisakan kehampaan yang tak terperi.

Mungkin waktu akan menghapus jejak luka, Namun untuk saat ini, rasa sakit ini begitu nyata, Tak mengerti kenapa mereka menyebutnya patah hati, Karena setiap bagian dari tubuh ini terasa hancur pula

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun