Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segitiga Keadilan di WC

30 September 2024   15:31 Diperbarui: 30 September 2024   15:41 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jutar mengangguk. "Kita mainkan tahapannya. Hukuman mati, kita tawarkan potongan jadi 20 tahun. Lalu, setelah dia kepanasan, kita naikin jadi 10 tahun, dan terakhir… kalau uangnya sesuai, kita buat bebas."

Matadut memotong, "Jangan terlalu pelan, Jutar. Kalau dia lari, kita kehilangan mangsa besar. Kita butuh kepastian uangnya cair dulu."

"Tapi, yang penting kita dapat potongan yang adil," Suwang menatap Matadut dengan mata tajam, "Aku minta 50 persen, sisanya kalian bagi dua."

Matadut langsung mendengus, "50 persen? Gila! Aku juga punya risiko besar di sini. Kau hanya mengetukkan palu, aku yang harus menekan setiap saksi, menggertak, mengurus dokumen palsu. Aku minta 40 persen!"

"Kalau kalian ribut begini, kita malah gagal dapat apa-apa!" Jutar memukul dinding WC. "30-30-40 saja. Itu adil."

Mereka bertiga saling menatap. Atmosfer di WC itu mendadak tegang, tapi Suwang akhirnya tertawa keras, menghentikan ketegangan. "Oke, oke. Demi kelancaran bisnis ini, aku setuju."

Setelah sepakat, mereka bersiap memainkan pertunjukan pengadilan untuk Pukor, pejabat korup yang saat ini tampak akan menjadi sasaran empuk berikutnya.

Pertemuan dengan Pukor

Keesokan harinya, Pukor, pria berkemeja rapi dengan rambut kelimis, duduk di ruang sidang. Senyum samar tersungging di bibirnya saat Jutar mendekat dan mulai bernegosiasi secara langsung.

"Kita bisa membantu meringankan hukuman Anda, Pak Pukor. Tentu saja, dengan biaya yang sesuai," ucap Jutar lembut, mengarahkan pandangannya langsung ke mata Pukor.

Pukor menghela napas, tampak pasrah. "Berapa yang harus saya bayar?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun