Mohon tunggu...
Kretek Indonesia
Kretek Indonesia Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Petani dan Industri Kompak Dukung Jokowi Agar Tak Aksesi FCTC

29 Juli 2016   23:05 Diperbarui: 29 Juli 2016   23:23 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang tidak memprioritaskan mengaksesi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).

Dalam rapat kabinet terbatas yang berlangsung di Istana Presiden pada Selasa (14/6) kemarin, Presiden menyatakan Pemerintah tidak akan mengikuti tren internasional dengan beramai-ramai mengaksesi FCTC. Bagi Presiden, kepentingan nasional harus diutamakan.

“Harus dipikirkan betul kelangsungan hidup para petani tembakau, para buruh yang hidup dan bergantung pada industri tembakau karena menyangkut hidup jutaan orang,” tegasnya.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji, mengatakan, mendukung penuh sikap Presiden tersebut. Menurut dia, kerangka FCTC jika diterapkan di Indonesia tidak sesuai dengan krater budaya karena ada tenaga kerja, petani, buruh, sehingga bakal mematikan ekonomi nasional.

“Kami sudah sampaikan ke Menteri Pertanian, Menteri Tenaga Kerja, bahwa petani tembakau menolak keras FCTC . Kami bangga Presiden Jokowi tidak hanya melihat aspek kesehatan saja, namun memperhatikan kultur budaya petani,” tegasnya.

Agus sepakat dengan Ismanu, bahwa pemerintah tidak usah mengaksesi FCTC karena PP 109 sudah sepenuhnya mengadopsi isi FCTC. Petani juga berharap pemerintah mempertimbangkan matang agar cukai rokok tidak terus dinaikkan karena juga berdampak buruk pada petani.

Menurut Agus, 100 persen hasil pertanian tembakau diakomodir oleh industri untuk kebutuhan rokok. “Kami berharap juga Presiden mempertimbangkan untuk tidak mengjenjot cukai naik signifikan. Kami para petani ingin berdaulat menanam tembakau,” tegasnya.

Sayangnya luas kebun tembakau dan produksi tembakau terus merosot akibat ketiadaan bibit unggul. Pada tahun lalu, produksi nasional tembakau hanya mencapai sekitar 170.000 ton dengan luas lahan 192.525 hektar. Padahal pada 2012, produksi tembakau bisa mencapai 260.000 ton.

Senada dengan Ketua APTI, Ketua Umum GAPPRI Ismanu Soemiran menyambut gembira sikap Presiden tersebut. Dia mengungkapkan, industri hasil tembakau (IHT) berterimakasih pada Presiden yang bersikap melindungi kepentingan nasional.

“Ini menandakan bahwa industri yang berpotensi besar terhadap penyediaan tenaga kerja kemudian juga kontribusi ekonomi ke negara, benar-benar diperhatikan karena mencari pengganti dari sumbangan ekonomi tembakau tidak mudah,” ujar Ismanu, saat dihubungi media, Selasa (15/6).

Sikap Presiden itu membuktikan, kontribusi dari IHT memang tidak bisa dipandang sebelah mata.  Industri ini memiliki hubungan kerja yang bersifat kegotongroyongan antara petani tembakau dan industri rokok baik skala besar, menengah, maupun kecil. “Kami senang Bapak Presiden melihat ini,” tegas Ismanu.

Yang pasti, bagi industri, apapun keputusan pemerintah akan diikuti dan dilaksanakan. Hanya saja, industri berharap di tengah ekonomi lesu, mencari pengganti kekuatan ekonomi yang terbukti tahan krisis ini.

Menurut Ismanu, akan lebih baik lagi pemerintah membuat peraturan-peraturan yang mampu melindungi industri kretek. Perlu diketahui, saat ini IHT merupakan industri yang padat regulasi. Tak kurang ada tiga undang-undang yang harus dipatuhi, belum termasuk peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan ratusan peraturan daerah.

Kata Ismanu, IHT sudah cukup tertekan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. “Walaupun tidak aksesi FCTC, tapi PP109 sudah menekan industri. Kami juga patuh menjalankan peraturan,” tegasnya.

Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun