Mohon tunggu...
kresnap
kresnap Mohon Tunggu... karyawan swasta -

IG: middleclasstraveller Website: middleclasstraveller.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

"Menjenguk" Mumi Berusia Ratusan Tahun di Tengah Benua Eropa, Berani?

22 September 2017   16:27 Diperbarui: 23 September 2017   19:58 4891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dari Jacob Brno Hostel (bangunan di sebelah kanan adalah St. James Church)

Perjalanan dari Ibu Kota Republik Slowakia, Bratislava, ke Brno dengan menggunakan FlixBus ditempuh dalam waktu sekitar satu setengah jam saja, dan sekitar pukul 4 sore, saya pun tiba di terminal kota terbesar kedua di Republik Ceko ini. Kunjungan ke Brno sebenarnya di luar rencana.

Awalnya, saya bermaksud untuk mengunjungi kembali Vienna (Austria) sebelum bertolak ke Krakow (Polandia), sekalian bertemu dengan kawan lama (jarak dari Bratislava ke Vienna hanya satu jam saja dengan bus). Namun rencana tersebut saya urungkan, sehingga jatuhlah pilihan saya pada Brno, yang kebetulan juga terletak di rute Bratislava - Krakow.

Selain merupakan kota terbesar kedua di Ceko, kota dengan jumlah penduduk sekitar 400 ribu jiwa ini juga merupakan "ibu kota" kekuasaan kehakiman. Di sinilah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, dan lembaga Ombudsman negara tersebut berkedudukan.

Bekas Ibu Kota Kerajaan Moravia ini juga dikenal dengan nama Jerman, Brunn, karena hingga awal abad ke-20, sebagian besar penduduknya merupakan penutur bahasa Jerman. Salah satunya adalah Gregor Johann Mendel, seorang biarawan yang dikenal kemudian sebagai Bapak Ilmu Genetika (biara di mana Mendel melakukan penelitian kini dijadikan museum).

Mahenovo Divadlo (Mahen Theatre)
Mahenovo Divadlo (Mahen Theatre)
Gedung Cantik di Malinovsky Square
Gedung Cantik di Malinovsky Square
Hostel tempat saya menginap, Jacob Brno (reviewmenyusul), terletak hanya sekitar 10 menit berjalan kaki dari terminal bus atau stasiun kereta, dan sekitar 5 menit saja dari pusat kota. Tepat di sebelah hostel terdapat gereja yang cukup besar (Kostel sv. Jakuba/St. James' Church).

Gereja ini terkenal sebagai tempat ossuary (penyimpanan kerangka manusia) terbesar kedua di Eropa, dengan jumlah "koleksi" sekitar 50 ribu kerangka. Sayangnya, saya tidak sempat berkunjung ke sana.

Area di sekitar gereja sendiri dipenuhi berbagai restoran, bar, dan toko, yang sangat ramai terutama pada akhir pekan. Sebuah pemandangan yang sangat unik bagi saya menyaksikan ratusan orang minum-minum, bahkan berpesta hingga lewat tengah malam, tepat di belakang sebuah tempat ibadah.

Pemandangan dari Jacob Brno Hostel (bangunan di sebelah kanan adalah St. James Church)
Pemandangan dari Jacob Brno Hostel (bangunan di sebelah kanan adalah St. James Church)
Mengingat waktu yang sangat sempit (sebagian besar tempat wisata tutup pukul 6 sore), saya memutuskan untuk mengunjungi satu tempat wisata saja, yang saya anggap paling menarik, yaitu Gereja Capuchin. Tujuan saya ke gereja ini bukanlah untuk beribadah, tetapi untuk mengunjungi ruang bawah tanahnya, di mana tersimpan... mumi-mumi berusia ratusan tahun! Ya, tradisi mengawetkan mayat memang bukan monopoli bangsa Mesir saja (di Toraja pun terdapat tradisi serupa), di Eropa pun ada!

Perjalanan ke gereja tersebut saya tempuh hanya dalam waktu sekitar 10 menit saja. Tak terduga, rute yang saya tempuh juga melewati Namesti Svobody (Namesti Square), di mana terdapat salah satu monumen terkenal: Brnensky Orloj alias Brno Astronomical Clock.

Monumen yang terbuat dari batu granit berwarna hitam rancangan Oldrich Rujbr dan Petr Kamenik ini dibangun dalam waktu 3 tahun dengan biaya CZK 12 juta (Rp 7,3 milliar)! Salah satu keunikan jam bertinggi 6 meter ini adalah ia mengeluarkan sebuah kelereng setiap harinya pada pukul 11 siang (mengenai makna pukul 11 siang bagi rakyat Brno akan dibahas di bawah).

Jika Anda beruntung mendapatkan kelereng tersebut, silakan bawa pulang sebagai tanda mata. Namun bukan itu yang menjadikan jam ini terkenal, melainkan bentuknya yang mirip (maaf) alat kelamin pria. Tidak heran, ketika diresmikan pada tahun 2009, jam ini mengundang cemoohan sebagai vibrator raksasa, dan bahkan (maaf) penis termahal di Republik Ceko!

Cabbage Market Square
Cabbage Market Square
Menengok mumi di Gereja Capuchin
Tidak lama setelah melewati monumen jam, saya pun sampai di Gereja Capuchin, dan membayar tiket masuk sebesar CZK 35 atau sekitar Rp 23 ribu (harga pelajar, harga umum CZK 70) dan tambahan CZK 30 untuk memotret.

Sebelum memasuki area penyimpanan mumi, pengunjung disambut dengan tulisan Latin "Tu fui, ego eris" yang artinya "What you are, I was. What I am, you will be." Tulisan ini tentu saja mengingatkan kita pada kematian yang bisa menjemput kapan saja. Saya juga dipinjamkan sebuah buklet yang memuat denah dan informasi mengenai setiap ruangan. Menurut buklet tersebut, total terdapat 205 mumi di ruang bawah tanah ini, dan mereka wafat antara tahun 1656-1784.

Gereja Capuchin
Gereja Capuchin
Walaupun ruang penyimpanan mumi di bawah tanah tersebut pengap, tetapi penerangannya memadai. Ruangan pertama hanya dihuni oleh dua mumi: seorang wanita bernama Klemenciana (yang asal-usul sebenarnya tidak diketahui, namun dipercaya sebagai seorang martir Katolik) dan Franz Baron von Der Trenck (seorang tokoh militer dan bangsawan yang kejam dan penuh kontroversi, namun akhirnya bertobat menjelang akhir hayatnya). Von Der Trenck juga dikenal sebagai pelopor berdirinya pasukan khusus Pandur pada zaman Kekaisaran Austria.

Bagian kepala jenazah von Der Trenck ini ternyata sempat terpisah dan hilang cukup lama dari tubuhnya, hingga terdengar desas-desus bahwa bagian kepala mumi tersebut merupakan milik orang lain yang disambungkan (sepintas lalu ukurannya memang nampak tidak proporsional dengan tubuhnya yang bongsor). Namun untunglah pada tahun 1980-an, penelitian DNA membuktikan bahwa kepala tersebut memang berasal dari tubuh yang sama.

Salah satu ibu jari milik Sang Baron juga sempat terpisah dan baru dipersatukan kembali dengan tubuhnya pada bulan Maret yang lalu (ibu jari tersebut kini disimpan terpisah dalam sebuah kotak, namun di dalam peti jenazah yang sama). Rupanya, ruangan kapel ini dulu dihiasi oleh puluhan tengkorak manusia (sebagaimana umumnya ossuarybergaya Baroque lainnya). Namun, untuk mencegah kerusakan akibat pembusukan dan tangan jahil wisatawan, tengkorak-tengkorak tersebut akhirnya diturunkan dan dikremasi.

Mumi Klemenciana
Mumi Klemenciana
Mumi Baron von Der Trenck
Mumi Baron von Der Trenck
Memasuki ruang-ruang selanjutnya terdapat mumi dari beberapa tokoh masyarakat dan bangsawan setempat yang berperan penting di kalangan Ordo Capuchin. Mumi-mumi ini rata-rata juga ditempatkan dalam peti mati berkaca, sehingga kita dapat melihat ekspresi mereka secara langsung (kalau berkenan). Di samping itu terdapat pula sebuah ruangan berisikan ilustrasi bagian-bagian Alkitab mengenai kematian.

Namun ruangan yang paling berkesan adalah di mana terdapat dua etalase berisikan mumi biarawan Capuchin diletakkan berjejer beralaskan lantai batu dan tanah saja. Memang, Ordo Capuchin dikenal sebagai salah satu ordo dalam Gereja Katolik yang memegang teguh sumpah untuk hidup bersahaja, termasuk dalam hal pemakaman.

Konon, alih-alih menggunakan peti mati baru untuk setiap saudara seiman mereka yang wafat, para biarawan ini akan mengeluarkan jenazah lama dari peti, meletakkannya di ruangan ini, dan memasukkan jenazah baru ke dalam peti yang sama, demikian seterusnya peti itu digunakan secara bergantian.

Kondisi ruang bawah tanah yang kering ternyata memperlambat proses penguraian, sehingga terjadilah mumifikasi secara alami. Sumpah hidup bersahaja yang dipegang para biarawan juga merupakan sebab mengapa jenazah-jenazah tersebut tak bernama. Tradisi pemakaman unik ini akhirnya dilarang pada penghujung abad ke-19 sebagai pencegahan tersebarnya wabah penyakit.

Mumi Biarawan Capuchin
Mumi Biarawan Capuchin
Setelah puas memandangi para mumi berusia ratusan tahun tersebut, saya pun melanjutkan perjalanan ke Katedral Petrov (Cathedral of St. Peter and Paul) yang terletak di sebuah bukit kecil, namun masih di kawasan pusat kota dan tidak terlalu jauh dari Gereja Capuchin (walaupun dengan rute memutar).

Katedral Petrov (Cathedral of St. Peter and Paul)
Sejarah katedral berarsitektur Gothic ini berawal dari sebuah kapel yang didirikan sekitar abad ke-11 atau 12. Bangunan tersebut kemudian diperbaharui dan diperbesar selama beberapa abad selanjutnya. Menaranya yang menjulang tinggi (84 meter) baru ditambahkan pada tahun 1904. Yang menarik, lain dengan katedral pada umumnya, lonceng katedral ini dibunyikan bukan pada pukul 12 siang, melainkan 11 pagi.

Konon, tradisi ini berasal dari masa Perang 30 Tahun. Tentara Swedia yang saat itu berupaya menaklukkan Brno bersumpah untuk menarik pasukan mereka kalau gagal menguasai kota tersebut sebelum pukul 12 siang pada tanggal 15 Agustus 1645. Di tengah-tengah perang yang berkecamuk, Jean-Louis Raduit de Souches, panglima perang setempat memutuskan untuk membunyikan lonceng gereja satu jam lebih awal. Alhasil, pasukan Swedia pun menarik diri tanpa berhasil menaklukkan Brno. Sejak saat itu pula lonceng katedral dibunyikan pukul 11 pagi setiap harinya.

Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Untuk memasuki katedral ini tidak dipungut biaya, namun tentu saja kita diharapkan menjaga tata krama dan berpakaian sopan. Menurut saya, interior gereja yang bernuansa Baroque dan dirancang oleh Moric Grimm tersebut cukup mengesankan. Setiap ceruknya (niche/alcove) dilapisi dengan kayu dan dihiasi patung dan lukisan gerejawi, sementara altar utamanya (yang dibuat pada akhir abad ke-19) didekorasi dengan sangat cantik dengan latar belakang kaca berhias (stained glass) yang tidak kalah indah.

Di bagian kiri altar (kalau kita menghadap ke arah altar) terdapat pulpit (tempat khotbah) yang juga cantik dan dinamai "Kapistranka", dari nama pengkhotbah terkenal Santo Yohannes dari Kapistrano, yang pernah tinggal di kota ini pada tahun 1451. Oh ya, Moric Grimm sendiri merupakan salah satu mumi penguni Gereja Capuchin yang saya singgahi sebelumnya.

Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Katedral Petrov
Puas berfoto dan berswafoto (selfie!) di sekitar gereja, saya pun kembali melangkahkan kaki ke Stara Radnice (Old Town Hall, alias balai kota lama). Namun sempat pula saya mampir ke sebuah taman yang terletak sepelemparan batu dari katedral. 

Denisovy Sady (Denis Gardens), nama taman ini, diambil dari nama Ernest Denis, sejarahwan terkemuka yang juga berperan penting dalam sejarah berdirinya negara Cekoslowakia (kemudian terpecah menjadi Ceko dan Slowakia). 

Di taman yang cukup luas ini terdapat sebuah obelisk yang didirikan pada tahun 1818 untuk memperingati berakhirnya perang dengan Napoleon, dan sebuah monumen salib untuk memperingati kedatangan Paus Benediktus XVI ke kota ini pada tahun 2009. 

Selain karena keberadaan monumen-monumen tadi, taman yang asri ini juga memiliki pemandangan cukup indah dari atas bukit, menjadikannya populer sebagai tempat piknik, bersantai, maupun aktivitas lainnya... termasuk berpacaran tentunya!

Denis Garden
Denis Garden
Pemandangan dari Denis Garden
Pemandangan dari Denis Garden
Stara Radnice (Old Town Hall)
Setelah berjalan santai menuruni bukit selama sekitar 10 menit, saya pun tiba di tujuan. Menurut sejarah, Stara Radnice didirikan pada abad ke-13 dan berfungsi sebagai balai kota hingga tahun 1935. Gedung ini kini dialihfungsikan sebagai pusat informasi turis dan galeri. 

Ada dua hal di sini yang menarik perhatian saya. Pertama, tepat di atas gerbang utama terdapat hiasan berbentuk lima pucuk menara, namun menara yang terletak di tengah-tengah justru miring ke arah jalan. Konon, ini merupakan ekspresi kekesalan sang desainer, Antonin Pilgram, yang upahnya tak kunjung dibayarkan oleh dewan kota (ada juga yang mengatakan bahwa sang desainer tengah mabuk berat sehingga pandangannya agak miring). 

Terserah mana yang Anda percayai. Hal yang kedua adalah patung buaya yang digantung di dekat pintu masuk, yang dianggap menggambarkan sosok naga atau monster penyebar wabah penyakit di kota tersebut. Sayang, hari sudah menjelang malam, sehingga saya tidak dapat naik ke menaranya untuk menikmati pemandangan sekitar dari ketinggian 63 meter.

Old Town Hall
Old Town Hall
Old Town Hall
Old Town Hall
Patung Buaya di Old Town Hall
Patung Buaya di Old Town Hall
Sebelum bertolak kembali ke hostel, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi sebuah pub lokal untuk mencicipi hidangan setempat, dengan menggunakan tram. Menariknya (sekaligus mengesalkan), karcis tram di sini tidak dijual di mesin otomat (seperti di Slowakia, misalnya) maupun tram itu sendiri, melainkan di kios-kios rokok (bertuliskan "Tabak")! Benar kata pepatah, malu bertanya sesat di jalan.

Makan malam saya sendiri tidak terlalu berkesan karena hidangan yang saya inginkan ternyata terlalu besar untuk dimakan sendiri, dan pubtersebut tidak menyediakan hidangan berat lainnya.

Dengan berakhirnya makan malam tersebut, berakhir pulalah petualangan sehari saya di Brno. Saya pun kembali ke hostel untuk beristirahat sebelum mengejar bus selanjutnya esok subuh menuju Krakow, Polandia.

(Tulisan ini merupakan bagian dari catatan perjalanan saya ke Eropa Tengah)
Instagram: instagram.com/middleclasstraveller

Catatan Kaki

  • Jika Anda berkesempatan mengunjungi Brno dan memiliki waktu yang lebih luang, inilah beberapa tempat menarik lain yang bisa Anda pertimbangkan, seperti pilberk Castle (atau Spielberg Castle), Tugendhat Villa, Basilica of the Assumption of Our Lady, dan Vegetable Market. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan kunjungi www.gotobrno.cz/en/explore-brno/go-to-brnos-top-destinations/.
  • Anda juga dapat mengikuti walking tourgratis selama bulan Mei hingga September mulai pukul 11 pagi. Perlu dicatat bahwa tur gratis ini biasanya tidak termasuk karcis masuk ke tempat-tempat wisata. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan kunjungi www.facebook.com/brnofreewalkingtours/.
  • Air keran di Republik Ceko (dan banyak negara di Eropa) dapat diminum langsung. Jadi cukup bawa satu botol air mineral ketika bepergian dan isi ulang di keran-keran terdekat. Anda juga bisa bertanya ketika makan di restoran, apakah mereka menyediakan air keran (tap water) untuk diminum.
  • Selama perjalanan saya kali ini dari Istanbul (Turki) ke Krakow (Polandia), saya menggunakan Flexiroam, paket data roamingsuper hemat tanpa perlu dual sim dengan kecepatan 4G di tempat-tempat tertentu.
  • Saya menggunakan Booking.com untuk memesan kamar hostel, karena harganya kompetitif, dapat dilihat dalam berbagai mata uang, dan prosesnya cepat dan mudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun