Mohon tunggu...
kresnap
kresnap Mohon Tunggu... karyawan swasta -

IG: middleclasstraveller Website: middleclasstraveller.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menapak Jejak Sejarah Kerajaan Nepal di Bhaktapur

4 Oktober 2015   16:15 Diperbarui: 4 Oktober 2015   19:33 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun secara resmi kuil ini hanya dapat dimasuki oleh umat Hindu setempat untuk beribadah, sang penjaga akhirnya memperbolehkan saya masuk setelah mendapatkan penjelasan panjang lebar mengenai keberadaan umat Hindu dari Indonesia. Sayangnya kamera dan peralatan elektronik lainnya dilarang di lingkungan kuil, sehingga saya tidak dapat membagikan pengalaman saya dengan sempurna. Namun dapat saya katakan bahwa bangunan tersebut merupakan salah satu tempat ibadah yang paling cantik yang pernah saya kunjungi. Sejauh mata memandang, nampak berbagai ukiran kayu jati yang walaupun cukup lekang dimakan usia masih menyisakan kecantikan yang aduhai dan pesona yang sulit ditandingi.

(Jendela Bangunan di Bhaktapur)

Tidak jauh dari kuil Taleju tadi terdapat sebuah pemandian bagi keluarga kerajaan yang kini tentu sudah tidak lagi digunakan. Pemandian yang dibuat pada tahun 1678 ini juga tidak terlalu luas namun dihiasi berbagai patung dan ukiran yang cukup menarik, seperti ular kobra dan naga. Di sebelah kolam pemandian itu terdapat sebuah bangunan yang digunakan sebagai ruang ganti.

(Pancuran di Pemandian Kerajaan)

Setelah puas melihat-lihat kompleks istana, kami melanjutkan perjalanan ke alun-alun Taumadhi yang terletak persis di sebelah alun-alun utama. Di sini terdapat beberapa kuil bersejarah lainnya, seperti Kuil Bhairavnath yang ditujukan bagi Dewa Bhairawa sebagai manifestasi dari Dewa Siwa. Namun atraksi utama di sini adalah kuil tertinggi di Nepal yang dinamakan Kuil Nyatapola atau Kuil Panch Tale, artinya “lima tingkat”. Kuil ini didirikan oleh Raja Bhupatindra Malla (yang patungnya terdapat tepat di depan Gerbang Emas) sekitar tahun 1702 dan ditujukan kepada Dewi Siddhi Laksmi, yaitu dewi kesuburan dan kesejahteraan. Kuil yang tingginya sekitar 30 meter ini dikawal oleh sepuluh patung penjaga yang berpasang-pasangan, dari bawah ke atas patung prajurit (konon merupakan gambaran dari pegulat Rajput legendaris, Jayamala & Phatta), gajah, singa, garuda, dan Dewi Baghini dan Singhini. Menariknya, proses pembangunan kuil ini secara detil direkam dalam sebuah manuskrip yang berjudul Siddhagni Kothayuti Devala Pratistha, yang saat ini disimpan di Perpustakaan Arsip Nasional Nepal.

 

(Nyatapola, Kuil Tertinggi di Nepal)

Pemberhentian terakhir kami adalah Tachupal Tole, sekitar 15 menit berjalan kaki dari Taumadhi, di mana terdapat Kuil Dattratreya yang berarti “tiga dewata”, di sini merujuk pada tiga manifestasi utama Tuhan dalam agama Hindu; Brahma, Wisnu, dan Siwa. Kuil ini merupakan kuil tertua kedua di Nepal (setelah Kuil Changu Narayan yang terletak beberapa kilometer dari Bhaktapur) dan terdiri dari tiga tingkat. Seperti Kuil Nyatapola, kuil ini juga dijaga oleh dua patung prajurit dan patung garuda yang terletak di atas sebuah pilar. Konon, bangunan ini didirikan antara tahun 1427 – 1458 oleh Raja Yaksha Malla dengan menggunakan kayu dari satu pohon raksasa saja.

Apabila Anda memiliki waktu luang, ada cukup banyak toko suvenir yang menjajakan kerajinan khas Bhaktapur, seperti gerabah, ukiran kayu, dan lukisan khas Buddhisme yang disebut “thangka”. Oh ya, jangan lewatkan juga yogurt khas kota ini yang dikenal dengan nama “juju dhau” alias “yogurt para raja”. Yogurt yang satu ini dibuat menggunakan susu kerbau dan biasanya juga digunakan dalam berbagai upacara keagamaan. Dengan petunjuk sang pemandu, saya membeli juju dhau dari sebuah kedai lokal dekat Kuil Dattatreya dengan harga NPR 100 atau Rp 15 ribu untuk porsi jumbo. Rasanya? Hmm, segar dan lembut dengan tekstur berbulir-bulir seperti tahu sutera yang dihancurkan dan sentuhan kapulaga yang digunakan sebagai perasa tambahan. Benar-benar cocok untuk mendinginkan tubuh di siang hari yang terik tersebut, di samping memberikan saya energi tambahan untuk berpetualang mengejar bus kembali menuju Kathmandu.

 

(Juju Dhau, Yoghurtnya Para Raja)

Selamat berwisata di Bhaktapur!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun