Mohon tunggu...
Anti Kresek
Anti Kresek Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Drama Setnov Terus Berlanjut, Menangis di Persidangan hingga Menyeret Beberapa Nama

24 Maret 2018   14:27 Diperbarui: 24 Maret 2018   14:53 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila ada penghargaan politisi yang paling mahir memainkan drama, mungkin kita bisa sematkan itu kepada Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.

Bagaimana tidak, sejak awal penyelidikannya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP banyak keganjilan yang ditontonkan kepada publik.

Awalnya sebelum ditangkap, Setnov (sapaan akrab Setya Novanto) memainkan drama sakit dan dirawat di inap dengan infus bayi. Namun setelah melewati masa pemanggilan KPK, dia tiba-tiba sembuh. Sandiwara itu diulang hingga dua kali.

Kemudian, saat kesabaran publik dan KPK sudah tidak bisa ditahan lagi, Setnov berlagak seolah kecelakaan dengan menabrakkan mobilnya ke tiang listrik. Dia pun kemudian seolah-olah cedera.

Diduga keras tingkahnya itu dilakukan untuk mengelabui petugas keamanan dan khususnya menunggu pra-peradilan. Namun, setelah strategi pra-peradilan gagal, dia pun melanjutkan drama hingga kini.

Beberapa waktu lalu, Setnov menangis tersedu-sedu dalam persidangan. Ia mengucapkan permintaan maafnya sembari menangis. Tangisan Novanto terdengar sesaat setelah hakim menyelesaikan pertanyaannya.

Tak hanya itu, Setnov juga mengajukan dirinya sebagai "justice collaborator". Drama itu diikuti dengan menyeret beberapa orang sebagai pihak yang turut menerima aliran dana e-KTP, diantaranya Pramono Anung dan Puan Maharani. Ia menuduh kedua politisi PDI Perjuangan itu termasuk pihak yang menerima uang.

Penyebutan nama-nama itu belum bisa dijadikan dasar persidangan karena masih bersifat subyektif. Apalagi belum ada bukti dan data yang mengarah ke arah itu.

Dengan segala sepak terjang di atas, kita harus paham bahwa permintaan maaf Setnov serta keputusannya menjadi JC adalah dalam rangka menyelamatkan diri agar lolos dari jeratan hukum. Ia membangun strategi JC dengan menyeret nama orang lain untuk menutupi kesalahannya sendiri.

Ia menyeret orang lain yang belum tentu bersalah. Hal itu hanya strategi agar dirinya terlihat kooperatif dan bisa lolos dari jeratan hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun