Mohon tunggu...
Krani Pratiwi
Krani Pratiwi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

PSYCHOLOGIST is my future goals, http://kranisumantri.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membungkus “Gift” Berikutnya

10 Maret 2016   22:56 Diperbarui: 11 Maret 2016   00:33 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by Krani Sumantri
Minggu Pertama…

Pagi ini udara terasa dingin, hingga badan tak ingin berpisah dari nyamannya kasur dan hangatnya selimut yang membalut. “Ah.. tidak  ini sudah bukan lagi subuh, ketika jam di dinding menunjukan pukul 06.00 WIB”. Sobat, hari ini adalah agenda pertamaku dan teman temanku untuk berkunjung ke sebuah tempat yang cukup jauh dari tempat kami berpijak hari ini, haha.. bukan keluar angkasa, tapi tempat yang jauh dari jangkauan kami sehari hari. Aku adalah mahasiswa Psikologi semester enam, dibulan Maret ini aku dan teman temanku dapatkan kesempatan untuk membungkus “gift” kami berikutnya..

 

Sedikit profile tentang aku, teman temanku dan kegiatan ini. Baiklah, Psychologift adalah nama tim kami, sebuah tim yang dibentuk saat kami menjadi mahasiswa Psikologi angkatan 2013 di UPI. Di awali oleh event pertama kami yang bertemakan Psychologift akhirnya kami selalu gunakan nama tersebut untuk setiap event yang kami lakukan, Psychologift pertama kami adalah sebuah kegiatan kampus yang biasa sebut INAUGURASI. Untuk pertama kalinya kami bungkus hadiah kami dengan sebuah kegiatan donor darah, dan puncaknya adalah sebuah pementasan seni. 



“Oh, ya arti nama Psychologift sendiri itu berasal dari dua kata yaitu psychology dan gift yang arti bahwa mahasiswa psikologi 2013 dapat menjadi hadiah dan pemberi hadiah bagi masyarakat sekitar.”Kemudian jelang satu tahun setelah event tersebut, kami mengadakan Psychologift 2, event ini memang berbeda, puncaknya bukan untuk sebuah pentas seni tapi sebuah edukasi sederhana dari kami mahasiswa psikologi yang sedang belajar mata kuliah Psikologi Pendidikan waktu itu. Psychologift 2 “Pico Bercerita” ini adalah event yang kami selenggarakan untuk mengedukasi anak anak usia dini mengenai konsep diri. Melalui sebuah cerita dongeng kami berusaha mengedukasi mereka dengan cara yang mudah dipahami, kebiasaan dongeng yang mulai pudar, kami angkat sebagai treatment yang bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun untuk membentuk konsep diri positif anak sedini mungkin. Suksesnya kegiatan tersebut, membawa kami untuk aktif dalam banyak kegiatan sosial lainnya.

Tim ini bukanlah sebuah komunitas Guys, kami adalah keluarga, dirumah yang bernama "angkatan dua ribu tiga belas", itulah kami. Dari semua kegiatan yang kami lakukan bersama sama, ada kegiatan yang menjadi gerbang awal kami menuju Psychologift  3 ini, yaitu Body Movement. Kegiatan “Kami wanita Anti Korupsi” adalah pengalaman pertama kami mengenal Body Movement, dan gift berikutnya akan dibungkus oleh kegiatan Body Movement Theraphy ini.



Pagi pagi buta kami harus sudah berada di stasiun, untuk kami para pejuang tangguh yang sulit tepat waktu ini adalah tantangan cukup sulit, bagaimana tidak kereta menuju Cicalengka yang cocok untuk jadwal kami hari ini adalah pukul 07.30, itu artinya pukul 07.00 kami harus sudah mengantri untuk membeli tiket. 

Huft.. jam menunjukan pukul 07.12 WIB” dan puji Tuhan kami sudah berada di depan loket, 7 buah tiket menuju Cicalengka sudah ditangan, dan kisah ini dimulai. Tiket yang dibeli memang tujuh, tapi manusia yang ada baru enam. Satu orang teman kami masih di jalan. Karna panik kehabisan tiket, kami memang inisiatif untuk membelikan tiketnya terlebih dahulu. 

Jam sudah menunjukan pukul 07.32, waktunya kereta pagi itu untuk berangkat, si bolang permula ini memang benar benar awam untuk perihal dunia perkeretaan, akhirnya kami dengan polosnya menitipkan tiket pada bapa penjaga tiket, “Pa, kita beli tiket 7, tapi satu orang lagi ,masih di jalan, bisa ga ya Pa di titip disini, jadi kalau dia datang bisa langsung masuk gitu Pa, hehe… ” dengan muka memelas kami titipkan tiket untuk teman kami itu, setidaknya masih ada harapan ia berangkat dengan kereta yang sama. Kami titipkan tiket tersebut dengan bekal sebuah nama yang kami sebutkan, dan ciri ciri fisik yang standar, “Dia pake kerudung dan berkacamata ya Pa” jangan bayangkan respon penjaga tiketnya pada kami ya, yang pasti tiket itu sudah ada di tangan bapa berkumis tebal itu.

tut tut tutttttttt…” anggap saja itu suara kereta, kereta menuju Cicalengkapun datang, Yaa.. sobat tahu sendiri kereta tak akan lama menunggu penumpang menaikinya, kamipun segera menaiki kereta dan memilih untuk duduk di gerbong satu, hehe.. berharap gerbongnya tidak penuh, karna kami ingin menikmati perjalan tanpa berisik. Kereta sudah mulai melaju, namun kabar dari teman kami belum juga dataaaaang, sampai jempolku ini berinisiatif membuka beranda Line, dan sobat tahu ?????? “capenya ngejar kereta sama kaya ngejar jodoh” itulah post temanku, memang dijaman sekarang, update status dulu baru kasih kabar,  “Ya.. inilah dunia kita sekarang yang menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh”. Keretapun berangkat, Status Path, Line bahkan hingga instagrampun kami update. Perjalanan panjang ini akan kami lewati selama tiga bulan kedepan disetiap minggunya, dan inilah awal dari “gift” yang coba kami bungkus untuk mereka di SLB C Putra Berlian. Body Movement theraphy ini adalah untuk mereka, untuk keluarga baru kami.

Mengandalkan ingatanku yang jongkok ini adalah modal kami membolang ke tempat tujuan. Setelah kereta sampai di stasiun Cicalengka, tujuh wanita tangguh yang hari ini akan mulai membungkus “Gift”. Angkutan Kota adalah kendaraan kami selanjutnya menuju lokasi, warna angkot yang hampir semuanya ada hijaunya membuat aku bingung, angkot hijau yang mana yang bisa mengantarkan kami sampai tujuan, karena modalku hanya informasi yang sedikit dari guru slb disana. Hingga dua kali kami harus turun naik angkot karena tragedi mamang angkot “Angkot yang berangkat harus yang didepan, sebelum yang di depan penuh, angkot belakang haram untuk disisi penumpang”, posisi “harerinlah (sempit)” yang tercipta di angkot.

Sampailah di depan gang pangkalan ojeg, “Ya.. seingatku  itu adalah Jalan menuju slb”, ingatanku masih cukup bisa diandalkan ternyata haha, aku sangat yakin karena ada sebuah papan bertuliskan “SLB 1500 M”. Waktu sudah menujukan pukul 09.30 sudah cukup siang, tapi hari ini tujuan kami untuk observasi dan perkenalan tim kami pada sekolah, jadi tak masalah jika waktu kami nanti berinteraksi tak cukup lama. Ojeg disana terbatas, dan saat itu hanya ada empat motor, tiga mamang ojeg, satu temannya mamang ojeg, akhirnya kami naik ojeg dengan pormasi 3332.

“Melihat semangat teman teman saat itu, aku sangat terharu. Jauhnya jarak slb, tak membuat mereka mengeluh dan berhenti untuk membungkus gift ini, Gift yang buatku akan sangat sulit untuk kami bungkus. Karena ini adalah pertama kalinya kami menjadi fasiltator untuk anak anak berkebutuhan Khusus, dengan treatment Body Movement yang juga baru kami kenal.”.Ibuuuu…”, teriakan seorang siswa slb memecahkan lamunanku pagi ini. Namanya Yuyun, ia mengenali salah satu diantara kami. Minggu kemarin, aku dan dua orang temanku memang sudah datang ke slb tersebut, karena itu mereka masih ingat wajah kami, tapi yang lainnya, ini adalah pertemuan pertama mereka dengan siswa siswa disana.

Tak buang buang waktu, observasi dan interview kami gencarkan. Sampai pada akhirnya kami dapatkan informasi informasi dari kepala sekolah, guru, dan siswanya langsung. Proses interview berjalan mengalir saja, seperti mengobrol biasa tapi memang beberapa pertanyaan sudah kami siapakan sebelumnya. Pagi itu, observasi gerak tubuh mereka yang akan kami cek, untuk itu kami akan coba untuk mengajak mereka bergerak. Lagu dan gerakan sudah kami siapkan, pembagian tugaspun sudah kami lakukan semalam, melalui rapat via Line kami briefing untuk observasi pagi ini. Karena gerak mereka yang coba kami cek, lagu yang kami siapkanpun lagu klasik yang ritmenya menenangkan.

Cek postur dan nafas itulah kunci dari Body Movement theraphy, dan itu pula yang kami lakukan pagi itu. Menggunakan bahasa sunda yang terbata bata aku coba menjadi instruktur pagi itu. Di keliling oleh mereka memberi energi yang berbeda untuk tubuhku pagi itu.


 “Sekali lagi Tuhan memberikan aku dan tubuhku kesempatan untuk bisa berbagi. Berbagi dengan mereka yang begitu tulus mengikuti gerak tubuhku, secara fisik mereka lebih tua dibanding aku, namun usia mental mereka seusia anak anak sekolah dasar. melihat mereka aku tak sedih, tapi aku semangat. Tubuhku diberi kekuatan besar untuk bisa memberi kasih dan sayang yang lebih besar, dan pelajaran pertama itu aku dapat dari gerakan tubuh mereka.”

Suara musik masih terdengar dari speaker kelas, meski kami sudah selesai bergerak. Berbincang dengan gurunya coba dilakukan kembali, seperti tujuan awal kami, hari ini tak akan banyak berinteraksi dengan mereka, karena itu tak ada treatment hari ini untuk mereka, kami ingin melihat yang natural dari mereka.

Waktu sudah menunjukan pukul 12.00 siang, satu jam lebih lama untuk para siswa pulang. Sedetik belum berlalu namun hujan tiba tiba turun, artinya mereka tak bisa pulang segera. Oh ya Sobat, sedikit tentang mereka, setiap harinya seorang guru SLB disana mempunyai tugas yang sangat mulia, ia yang menjemput dan mengantarkan siswa disana. Batinku terenyuh, beliau masih berusia muda, namun pengabdiannya pada anak didiknya begitu besar. Jika beliau tidak menjemput dan mengantarkan siswa pulang, menurut pihak sekolah, maka itu artinya tidak akan ada siswa yang akan datang ke sekolah. Bukan hanya sabar menghadapi sikap sikap para siswa, tapi juga ikhlas memberikan waktu dan tenaga untuk sebuah pengabdian atas nama sesama, dan merekalah sosok pendidik yang bukan hanya mendidik siswanya, tapi juga menginspirasi orang orang di sekelilingnya.

Sore itu kami memutuskan untuk pulang dengan menerobos hujan, kereta menuju Bandung yang memaksa harus segara pulang, jika tidak kami harus naik kereta di jam malam, dan itu tidak mungkin untuk kami yang beberapa orangnya tinggal di asrama dan batas jam pulangnya hanya sampai jam sepuluh malam. Berangkat  bermodalkan semangat  sampai sampai kami lupa jika seharian ini perut belum terisi, akhirnya salatrilah kami semua ini. Tak mungkin berlama di stasiun, akhirnya kami membeli jajanan yang setidaknya bisa mengganjal perut yang sudah mulai berdemo ini. Kereta menuju Bandung tiba di stasiun, berlari menuju gerbong paling belakang, alasannya sama, kami ingin kedamaian hehe.


Wajah lelah ku lihat dari wajah teman temanku, tapi aura kebagiaanlah yang terpancar dari wajah lelahnya itu. Aku bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarga ini. Keluarga yang bukan hanya memberi tempat untuk diriku berkembang tapi juga memberikan aku kesempatan untuk bisa berbagi. Bersama mereka perjalanan tiga bulan nanti akan sangat berharga, banyak sekali harapan harapan yang kami ucap hari itu, rencana rencana besar yang kami akan bungkus dengan nama “Psychologift”

Keretapun tiba di stasiun Bandung…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun