Mengandalkan ingatanku yang jongkok ini adalah modal kami membolang ke tempat tujuan. Setelah kereta sampai di stasiun Cicalengka, tujuh wanita tangguh yang hari ini akan mulai membungkus “Gift”. Angkutan Kota adalah kendaraan kami selanjutnya menuju lokasi, warna angkot yang hampir semuanya ada hijaunya membuat aku bingung, angkot hijau yang mana yang bisa mengantarkan kami sampai tujuan, karena modalku hanya informasi yang sedikit dari guru slb disana. Hingga dua kali kami harus turun naik angkot karena tragedi mamang angkot “Angkot yang berangkat harus yang didepan, sebelum yang di depan penuh, angkot belakang haram untuk disisi penumpang”, posisi “harerinlah (sempit)” yang tercipta di angkot.
Sampailah di depan gang pangkalan ojeg, “Ya.. seingatku itu adalah Jalan menuju slb”, ingatanku masih cukup bisa diandalkan ternyata haha, aku sangat yakin karena ada sebuah papan bertuliskan “SLB 1500 M”. Waktu sudah menujukan pukul 09.30 sudah cukup siang, tapi hari ini tujuan kami untuk observasi dan perkenalan tim kami pada sekolah, jadi tak masalah jika waktu kami nanti berinteraksi tak cukup lama. Ojeg disana terbatas, dan saat itu hanya ada empat motor, tiga mamang ojeg, satu temannya mamang ojeg, akhirnya kami naik ojeg dengan pormasi 3332.
“Melihat semangat teman teman saat itu, aku sangat terharu. Jauhnya jarak slb, tak membuat mereka mengeluh dan berhenti untuk membungkus gift ini, Gift yang buatku akan sangat sulit untuk kami bungkus. Karena ini adalah pertama kalinya kami menjadi fasiltator untuk anak anak berkebutuhan Khusus, dengan treatment Body Movement yang juga baru kami kenal.”. ”Ibuuuu…”, teriakan seorang siswa slb memecahkan lamunanku pagi ini. Namanya Yuyun, ia mengenali salah satu diantara kami. Minggu kemarin, aku dan dua orang temanku memang sudah datang ke slb tersebut, karena itu mereka masih ingat wajah kami, tapi yang lainnya, ini adalah pertemuan pertama mereka dengan siswa siswa disana.
Tak buang buang waktu, observasi dan interview kami gencarkan. Sampai pada akhirnya kami dapatkan informasi informasi dari kepala sekolah, guru, dan siswanya langsung. Proses interview berjalan mengalir saja, seperti mengobrol biasa tapi memang beberapa pertanyaan sudah kami siapakan sebelumnya. Pagi itu, observasi gerak tubuh mereka yang akan kami cek, untuk itu kami akan coba untuk mengajak mereka bergerak. Lagu dan gerakan sudah kami siapkan, pembagian tugaspun sudah kami lakukan semalam, melalui rapat via Line kami briefing untuk observasi pagi ini. Karena gerak mereka yang coba kami cek, lagu yang kami siapkanpun lagu klasik yang ritmenya menenangkan.
Cek postur dan nafas itulah kunci dari Body Movement theraphy, dan itu pula yang kami lakukan pagi itu. Menggunakan bahasa sunda yang terbata bata aku coba menjadi instruktur pagi itu. Di keliling oleh mereka memberi energi yang berbeda untuk tubuhku pagi itu.
Suara musik masih terdengar dari speaker kelas, meski kami sudah selesai bergerak. Berbincang dengan gurunya coba dilakukan kembali, seperti tujuan awal kami, hari ini tak akan banyak berinteraksi dengan mereka, karena itu tak ada treatment hari ini untuk mereka, kami ingin melihat yang natural dari mereka.
Waktu sudah menunjukan pukul 12.00 siang, satu jam lebih lama untuk para siswa pulang. Sedetik belum berlalu namun hujan tiba tiba turun, artinya mereka tak bisa pulang segera. Oh ya Sobat, sedikit tentang mereka, setiap harinya seorang guru SLB disana mempunyai tugas yang sangat mulia, ia yang menjemput dan mengantarkan siswa disana. Batinku terenyuh, beliau masih berusia muda, namun pengabdiannya pada anak didiknya begitu besar. Jika beliau tidak menjemput dan mengantarkan siswa pulang, menurut pihak sekolah, maka itu artinya tidak akan ada siswa yang akan datang ke sekolah. Bukan hanya sabar menghadapi sikap sikap para siswa, tapi juga ikhlas memberikan waktu dan tenaga untuk sebuah pengabdian atas nama sesama, dan merekalah sosok pendidik yang bukan hanya mendidik siswanya, tapi juga menginspirasi orang orang di sekelilingnya.
Sore itu kami memutuskan untuk pulang dengan menerobos hujan, kereta menuju Bandung yang memaksa harus segara pulang, jika tidak kami harus naik kereta di jam malam, dan itu tidak mungkin untuk kami yang beberapa orangnya tinggal di asrama dan batas jam pulangnya hanya sampai jam sepuluh malam. Berangkat bermodalkan semangat sampai sampai kami lupa jika seharian ini perut belum terisi, akhirnya salatrilah kami semua ini. Tak mungkin berlama di stasiun, akhirnya kami membeli jajanan yang setidaknya bisa mengganjal perut yang sudah mulai berdemo ini. Kereta menuju Bandung tiba di stasiun, berlari menuju gerbong paling belakang, alasannya sama, kami ingin kedamaian hehe.
Keretapun tiba di stasiun Bandung…