Mohon tunggu...
KPK WATCH Indonesia
KPK WATCH Indonesia Mohon Tunggu... -

KPK WATCH INDONESIA adalah lembaga nirlaba yang memposisikan diri sebagai lembaga pengawas kinerja KPK dengan Motto “bersama kita bisa jihad melawan Korupsi.” KPK WATCH Indonesia didirikan di Jakarta pada Tanggal 20 Februari 2010, berkantor di Jakarta dan dapat mempunyai cabang-cabang atau perwakilan-perwakilan yang di anggap perlu oleh Pengurus KPK WATCH Indonesia atas persetujuan Dewan Pendiri. KPK WATCH Indonesia berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dengan sifat Sukarela dan Independent

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kinerja KPK Masih Dipertanyakan “Antara Ada dan Tiada”

25 Mei 2010   18:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:58 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

UU No. 30/2002 secara jelas telah memberikan kewenangan kepada KPK yang sangat kuat dan besar untuk melakukan pencegahan serta pemberantasan korupsi secara sistemik dan menjadikan KPK sebagai tonggak utama dalam pemberantasan korupsi. Ironisnya, fakta menunjukan bahwa sampai dengan saat ini, pun setelah KPK lahir, korupsi di Indonesia semakin meningkat baik dari aspek kualitatif maupun kuantitatif. Bahkan saat ini, korupsi sudah merambah semakin luas mulai dari tingkat pusat sampai pada level desa dan sudah sangat menggerogoti lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Korupsi yang seakan-akan telah mendarah daging di Indonesia, membuat banyak orang merasa apatis dalam membasminya. Korupsi telah menjadi perilaku di hampir seluruh struktur pemerintahan dan bahkan institusi di luar struktur pemerintahan. Jelasnya korupsi secara perlahan namun meyakinkan telah menjadi mentalitas birokrasi pemerintah baik di pusat maupun yang berada di daerah-daerah.
Kasus-kasus korupsi menyebar ke semua daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Sejumlah anggota DPR dan DPRD dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu contoh konkrit adalah Tindak korupsi politik (money politics) yang terjadi hampir dalam setiap peristiwa pemilihan pejabat politik daerah, dari level desa hingga provinsi, aroma politik uang juga sangat kuat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Tindak Pidana Korupsi, pertama dan terutama adalah tindakan yang terkait erat dengan kekuasaan. Meski ada keragaman dalam pendefinisian tentang korupsi, secara umum korupsi diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau sumberdaya publik untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan pengertian tersebut terlihat jelas bahwa korupsi bukanlah tindakan kriminal biasa, mal administrasi dan mis manajemen, namun lebih merupakan kejahatan yang berhubungan dengan kekuasaan. Sebagai tindakan yang terkait erat dengan kekuasaan, korupsi bukanlah semata-mata perilaku yang bersifat individual. Korupsi bisa berbentuk lebih dari sekedar suap dan pemerasan tapi juga dapat berbentuk jejaring antara birokrat, politisi, aparat penegak hukum.
Ketika dunia penegakan hukum di Indonesia menggelinding dengan memasuki babak baru, ketika banyak kasus korupsi berhasil dibongkar dan pelakunya diseret ke gerigi besi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kondisi itu patut disyukuri masyarakat, karena hal itu merupakan sebuah keniscayaan bagi terciptanya keadilan dalam tatatan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kerja keras KPK mengungkap praktik korupsi telah mampu memberikan angin segar bagi terciptanya pondasi fundamental sistem hukum yang lebih baik dan kuat di Indonesia. Tindakan KPK yang tidak pandang bulu dalam menyeret pelaku korupsi atau pencurian uang Negara membuat banyak masyarakat menaruh harapan besar kepada institusi penegak hukum yang dibentuk pasca reformasi tersebut.
Berbagai gebrakan KPK dalam membongkar praktik korupsi di tataran elit petinggi negara atau oknum penegak hukum merupakan sebuah prestasi membanggakan yang sulit ditandingi lembaga hukum lainnya. Berkaca dari itu, KPK memiliki niatan baik yang ingin melenyapkan segala bentuk tindak pidana korupsi di setiap institusi birokrasi pemerintahan. Di samping itu, KPK ingin menciptakan rasa keadilan hukum bagi masyarakat yang selama ini sudah muak melihat sepak terjang perilaku elit pejabat atau oknum penegak hukum yang dengan seenaknya sendiri menikmati uang negara, yang sejatinya digunakan untuk program rakyat. Masalahnya, selama itu pula masyarakat hanya bisa berharap terciptanya sistem hukum yang lebih baik dan keberadaan KPK menjawab segala keresahan masyarakat yang mengidamkan terciptanya penegakan hukum yang berkeadilan.
Bukannya apa, namun kinerja KPK yang getol memberantas korupsi membuat penegakan hukum menjadi lebih bertaji dan mempunyai taring dan menimbulkan dampak menakutkan bagi koruptor maupun orang yang akan melakukan korupsi. Kinerja KPK yang berani memenjarakan siapapun orang bersalah tanpa pandang bulu. Hal ini dapat dilihat antara tahun 2008-2009 KPK berhasil menyeret 11 orang Anggota DPR/DPRD, 1 orang Komisi Negara, 7 orang Dewan Gubernur/pejabat BI, 10 orang Kepala Daerah, 13 orang Duta Besar, pejabat Konsulat, Imigrasi, 16 orang pejabat Eselon, 3 orang pejabat BUMN, 16 orang Swasta dan 1 orang BPK. Ini merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi KPK. Untuk itu, ke depannya KPK harus bisa menjadi institusi yang lebih berani menggelorakan perang terhadap korupsi. KPK wajib melawan arus lembaga penegak hukum lainnya yang selama ini dikenal lembek dalam menangani kasus hukum yang melibatkan petinggi negara.

Namun, sangat disayangkan ternyata KPK juga memiliki point negatif dalam menjalankan fungsi dan wewenang KPK itu sendiri. Di satu sisi KPK berhasil memenjarakan siapapun yang melakukan tindak pidana korupsi tanpa pandang bulu, namun di sisi lain KPK juga ternyata menyisahkan kisah pahit yang menciderai hati masyarakat. Misalnya saja pada kasus Aulia Pohan yang terbukti memperkaya orang lain dari uang Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp 100 miliar. Peruntukan uang sebesar itu dibagi dua bagian. Sebanyak Rp 68,5 miliar untuk membiayai bantuan hukum para pejabat BI dan Rp 31,5 miliar sisanya dibagikan kepada anggota BI untuk memuluskan proses pembahasan RUU BI. Kasus Abdullah Puteh, Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam yang kini non aktif ini menjadi tersangka korupsi APBD dalam pembelian helikopter dan genset listrik, dengan dugaan kerugian Negara sebesar Rp 30 miliar. Selain itu masih ada lagi kasus Bank Century yang saat ini semakin tidak jelas rimbanya, kasus Bank Century merugikan negara Rp 6,7 triliun. Dari keseluruhan kasus tersebut tidak diketahui di mana ujung penyelesaiannya.

Berdasarkan pemaparan di atas KPK seolah antara ada dan tiada dalam menyelesaikan kasus korupsi di Indonesia. Realitas ini sangat disayangkan karena sebagai lembaga yang Super Body, KPK terkesan tebang pilih dalam mengungkap kasus korupsi. Buktinya, Selama 4 tahun umur KPK, lembaga ini hanya bisa menyentuh para pajabat negara dan mantan pejabat negara dari kalangan eksekutif (29 perkara). Sementara bidang lain yang juga rawan penyelewengan nyaris tidak diotak-atik. Lihat saja, selama 5 tahun, KPK hanya mengusut 10 kasus di sektor swasta, dua kasus yang melibatkan pengacara, lima kasus yudikatif (non-hakim). Sementara dari kalangan legislatif dan militer, tidak ada sama sekali. Buruknya kinerja KPK ini juga dapat dibuktikan dengan hasil kerja dari KPK yang hanya mampu mengembalikan kerugian negara ke kas negara hanya Rp 50,04 miliar. Padahal realisasi anggaran yang digunakan KPK dalam periode 2004-2006 itu mencapai Rp 247, 68 miliar.

Walaupun kinerja dari KPK terkesan tebang pilih dalam mengungkap kasus korupsi, namun tak bias dipungkiri bahwa keberadaan dari KPK masih sangat diharapkan. Oleh karena itu, diakhir penulis ingin memberikan kontribusi pemikiran, yakni: 1) Sangat relevan apabila ke depan harus segera dibentuk perwakilan KPK di daerah, yang bertugas untuk menangani kasus korupsi yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp. 1 Milyar dan tidak kurang dari Rp 100 juta. 2) Disamping itu, sudah seharusnya pemimpin KPK terpilih harus benar-benar memiliki perspektif yang kuat sehingga dapat melihat secara lebih tajam persoalan mendasar dari merajalelanya korupsi. 3) Sudah seharusnya desain program dan kebijakan pemberantasan korupsi harus bercermin pada tipologi korupsi yang mendominasi. Artinya KPK bukan sekadar menjalankan tugas dan kewajiban memberantas korupsi sebagaimana mandat undang-undang tapi tanpa bekal yang cukup memadai. 4) KPK perlu memiliki penyidik independen untuk dapat melepaskan ketergantungan KPK terhadap pihak kepolisian, terutama jika polisi menarik penyidiknya sewaktu-waktu. Dengan demikian diharapkan kinerja KPK dapat lebih maksimal lagi dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indoensia.

Resha Agriansyah
Direktur Korupsi dan politik KPK Watch Indonesia

sumber: www.kpkwatch.org/indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun