Mohon tunggu...
KPI_ Hendry Hermawan
KPI_ Hendry Hermawan Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Regulasi terhadap Konten Berbahaya dan Diskriminatif dalam Era Digital

1 Juli 2023   02:48 Diperbarui: 1 Juli 2023   03:01 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Regulasi meliputi kebijakan, aturan, dan prosedur yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga otoritatif lain untuk mengatur dan mengontrol kegiatan dalam suatu sektor atau industri tertentu. Regulasi bertuan untuk mencegah perilaku yang merugikan atau menentang hukum, menawarkan persaingan yang sehat, memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan dan lingkungan, serta melindungi kepentingan masyarakat. Regulasi adalah alat penting dalam memfasilitasi pertumbuhan dan stabilisasi ekonomi. Regulasi sering digunakan untuk mengatur kegiatan usaha, pengeluaran, dan keuangan pelaku ekonomi seperti usaha dan perorangan. Misalnya, peraturan perbankan memiliki tujuan untuk memastikan stabilitas sistem keuangan melalui modifikasi persyaratan modal dasar yang harus dipatuhi oleh lembaga dan menjamin bahwa mereka menjalankan strategi mereka (Bank for International Settlements, 2011)

Segala jenis konten yang dianggap otoritatif dapat berdampak buruk bagi kesehatan fisik maupun psikis bagi yang mengkonsumsinya. Konten yang dipermasalahkan meliputi materi seksual eksplisit, kliping, tindakan kekerasan, dan lain-lain. Ini dapat menyebabkan ketidakstabilan psikologis atau merusak kemampuan seseorang untuk mengamati dunia di sekitar mereka dan terlibat dalam aktivitas sehari-hari. Khusus untuk perempuan dan anak-anak, pokok bahasan buku ini sangat menyentuh. Oleh karena itu, penting bagi individu maupun pengembang situs web untuk memahami hal ini untuk melindungi informasi yang tidak akurat agar diteruskan dan dicerna oleh orang-orang dari segala usia dengan cara yang tidak dapat dipercaya (Bishop,J, 2010)

Diskriminasi biasanya berupa komentar atau perilaku yang tidak dibenarkan dalam kaitannya dengan individu atau kelompok orang tertentu, berdasarkan karakteristik atau karakteristik orang tersebut, seperti jenis kelamin, usia, latar belakang ras, agama, orientasi seksual, atau karakteristik tambahan. diantara yang lain. Bahasa yang mendiskriminasi dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti kritik sarkastik, argumen yang tidak efektif, atau tindakan kekerasan. Hal ini dapat berdampak negatif baik bagi individu maupun kelompok yang mempraktikkan diskresi dalam kehidupan sehari-hari, seperti lingkungan kerja, lembaga pendidikan, dan layanan publik. Oleh karena itu, penting untuk memahami arti tanggung jawab dan menerapkannya secara terus-menerus agar setiap orang dan organisasi tampak dihormati dan sadar akan tanggung jawabnya (Crosby, F.J, 2004)

Era saat ini, yang dikenal sebagai era digital, adalah era di mana teknologi informasi dan komunikasi memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap cara individu hidup, berkomunikasi, dan bekerja. Era saat ini dimulai pada akhir abad ke-19 dan berlanjut ke abad ke-19 berkat kemudahan akses internet dan tumbuhnya inovasi teknologi yang kini merambah ke setiap aspek kehidupan sehari-hari. Era digital telah memberikan dampak yang signifikan terhadap cara hidup individu, termasuk akses informasi yang lebih mudah, komunikasi yang lebih mudah, ketergantungan yang lebih kecil pada batas-batas geografis, dan perubahan cara pandang dan perilaku politik. Munculnya "the internet of things" dan tersedianya pengetahuan dari berbagai perangkat yang memiliki akses internet di mana-mana setiap saat merupakan manifestasi dari era digital (Negroponte, N, 1995).

Namun, kebangkitan teknologi digital secara bersamaan mengumumkan fase baru yang menarik dalam regulasi dan penekanan konten. Di era digital, konten yang disensor dan ilegal termasuk materi seksual eksplisit, kekerasan, dan penahanan sering kali dapat diakses dan mudah diakses. Situasi ini berpotensi merugikan individu maupun struktur sosial masyarakat. Oleh karena itu, pengaturan dan penerapan peraturan terkait konten yang adil dan sah menjadi sangat penting untuk menjamin konflik antarpribadi yang sah dapat terus ada (Cho, Y., & Cheon, H. J, 2015).

Di beberapa negara, pemerintah saat ini menerapkan pedoman dan peringatan terkait materi yang dapat ditegakkan secara hukum dan melanggar hukum di era digital. Misalnya, di Amerika, ada komisi yang mengawasi Komisi Perdagangan Federal untuk mengawasi materi yang menyesatkan dan praktik yang merugikan konsumen oleh bisnis. Lembaga Pengawas Ofcom di Inggris bertanggung jawab untuk menghukum dan memantau penyedia layanan yang melanggar etika dan peraturan dalam menyajikan konten digital (Federal Trade Commission,2020).

Dalam paper ini memilki tujuan untuk menciptakan lingkungan online yang aman, dan beradab bagi pengguna dengan menjaga kebebasan berbicara dan menghormati hak asasi manusia yang mendasar. Rumusan masalah untuk penelitian ini bagaimana mengidentifikasi dan mendefinisikan konten berbahaya dan diskriminatif dalam konteks digital?

PEMBAHASAN

Peran Pemerintah dalam Regulasi Konten

Pemerintah harus membuat ruang digital yang undang-undang dan diskriminatif dalam konten dan desain. Undang-undang tersebut di atas perlu memberikan pemeriksaan hukum yang jelas dan menyeluruh terhadap pokok bahasan yang dipersoalkan dan juga memberikan sanksi yang sesuai bagi penonton. Lembaga Pengawas Khusus yang Dilatih Pemerintah untuk Mantau dan Menindak Konten Diskriminatif dan Bahaya. Lembaga khususnya harus memiliki keyakinan dan tekad yang cukup untuk melakukan pemeriksaan hukum, dokumen hukum, dan proses hukum lainnya terkait dengan informasi yang dianggapnya tidak diinginkan.

Pemerintah dapat berkolaborasi dengan platform digital yang mencakup media sosial, agregator konten, dan penyedia pembayaran untuk menjalankan undang-undang. Kerja sama semacam ini dapat memfasilitasi pembentukan teknologi kolaboratif untuk identifikasi informasi dan pengembangan informasi yang mengancam.

Perlindungan Privasi dan Kebebasan Berbicara

Peraturan tentang konten yang mengikat secara hukum dan rahasia harus sesuai dengan perlindungan privasi dan standar etika. Penting bagi kita untuk memastikan bahwa peraturan tidak menargetkan individu tertentu untuk menjaga kerahasiaan atau mengintervensi urusan pribadi mereka untuk mendapatkan lebih banyak informasi tentang pendapatan mereka. Regulasi yang baik harus dapat membedakan antara sah kebebasan berbicara dan informasi yang tidak pantas atau haram (United States Congress, 1998)

perlindungan data rahasia serta kesepakatan yang adil adalah dua hak internasional utama yang dijunjung tinggi. Mereka sangat mementingkan mengejar kebebasan individu, mengembangkan kebebasan berekspresi, dan menjaga keberadaan pribadi seseorang yang termasuk dalam kubu yang tidak nyaman (The Right to Privacy and the Digital Age, 2013)

Kebebasan berbicara, atau kebebasan berekspresi, adalah kebebasan mendasar setiap orang untuk mengkomunikasikan ide, informasi, atau data tanpa memerlukan izin dari entitas tambahan, seperti pemerintah. Kebebasan berbicara juga meningkatkan kewajiban individu untuk memperoleh, mengirimkan, dan mengungkapkan informasi dengan cara yang dianggap pantas oleh mereka. Hal ini penting untuk memastikan bahwa rakyat demokratis, beragam, dan stabil.

Karena perlindungan privasi yang lemah menggerogoti kebebasan berbicara yang efektif, perlindungan privasi dan kebebasan berbicara sangat erat kaitannya. Jika seseorang percaya bahwa kerahasiaan mereka terancam, mereka mungkin merasa harus menyembunyikan diri di sudut atau mengungkapkan informasi tentang diri mereka kepada orang lain. Sebagai alternatif, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab yang dapat ditanggung, anonimitas mereka dapat dirusak karena mereka tidak mau memberikan apa yang penting bagi mereka karena takut akan konsekuensinya (Unites Nations, 1948)

KESIMPULAN 

Regulasi terkait penggunaan wajar dan regulasi materi internet terbukti sangat penting di era digital yang semakin matang. Semakin menyadari perlunya tindakan untuk melindungi pengguna online dari konten yang dapat membahayakan mereka secara fisik atau emosional, pemerintah baik, perusahaan teknologi, dan masyarakat umum.

Mengatur konten yang menyinggung dan ilegal merupakan aspek penting dalam mempelajari keamanan dan perilaku pengguna internet. Konten yang menyinggung seperti gambar anak-anak yang eksplisit secara seksual, lelucon cabul, atau apa pun yang berpotensi memicu ketegangan ras harus ditangani dengan hati-hati. Peraturan mungkin memberi ruang untuk pembuatan publikasi yang tidak terkait yang disesuaikan dengan jenis konten yang ditampilkan dan memberikan kepercayaan kepada pembaca. Perusahaan teknologi juga memenuhi kriteria paling signifikan peraturan ini. Mereka harus memiliki fokus penuh pada konten yang digunakan di platform mereka oleh pengguna. Langkah-langkah seperti mantauation konten, penyaringan konten, dan pelaporan konten larangan adalah beberapa tugas yang dapat dilakukan oleh bisnis terkait teknologi. Selain itu, sangat penting untuk memastikan ketidakdiskriminan dan keadilan dalam platform dengan bersikap transparan dan mengajukan pertanyaan tentang algoritme yang digunakan untuk memilih konten.

Sejujurnya, pengaturan konten yang mengikat secara hukum dan dilindungi secara hukum di era digital adalah masalah kompleks yang membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan IT, dan masyarakat luas. Kami memiliki kapasitas untuk menciptakan lingkungan online yang aman dan dapat dipahami oleh setiap pengguna dengan menggunakan perjanjian menyeluruh dan keseimbangan yang menguntungkan antara ekspresi verbal dan perlindungan.

DAFTAR PUSTAKA

Bank for International Settlements. "Basel III: A global regulatory framework for more resilient banks and banking systems." (2011).

Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Bishop, J. (2010). "The Dangers of Harmful Content Online: A Challenge for Media Literacy Education". American Behavioral Scientist, Vol. 54, No. 4, pp. 620-632.

Cho, Y., & Cheon, H. J. (2015). "Social, selfefficacy, and behavioral responses to disclosures of friends' and strangers' online negative behaviors." Journal of Communication, Vol. 65, No. 4, pp. 579-597.

Crosby, F. J. (2004). "Understanding and Combating Stereotyping, Prejudice, and Discrimination". Journal of Social Issues, Vol. 58, No. 2, pp. 177-97.

Federal Trade Commission. (2020). "Protecting Consumers".

Negroponte, N. (1995). "Being Digital". New York: Knopf.

Surjomihardjo, Abdurrachman. (2002)

United Nations. (1948). Universal Declaration of Human Rights. Diakses pada 28 Juni 2023,

United States Congress. (1998). Children's Online Privacy Protection Act

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun