“Ke
taman.”
“Kau
sudah jadian ama si siapa namanya, Rainy ya? Kapan? Oh iya, siapa nama
aslinya?” Tanya Anna bertubi-tubi. Ryu sampai menghela nafas karenanya.
“Aku
belum jadian sama dia, dan aku tidak tahu nama aslinya.” Jawab Ryu singkat dan
sangat jelas.
“Apa?
Jadi sampai sekarang kau belum pernah bicara dengannya? Ryu, ini sudah hampir
10 tahun dan kau masih belum bicara dengannya? Kenapa kau jadi pengecut seperti
ini?”
“Bukannya
pengecut, kak. Hanya saja, aku tidak yakin dia mau bicara denganku atau tidak.
Itu saja.”
“Halah..”
Anna mengibaskan tangannya di depan wajah. “Bilang aja kalau kau takut. Aku
bilangin ya, kalau aku jadi kau, aku akan menyapanya dan berbicara padanya.
Gimana kalau dia tiba-tiba menghilang. Pasti kau akan menyesal karena tidak
pernah menyapa dan menyatakan perasaanmu padanya yang telah berumur hampir 10
tahun ini.”
“...”
Tak ada tanggapan dari Ryu. Dia hanya diam dan mencerna baik-baik kalimat
kakaknya barusan. Benar! Aku harus bicara
dengannya! Harus! Detik itu juga, Ryu berlari keluar rumah tanpa membawa
payung. Dia menerobos hujan yang hari itu turun dengan derasnya. Dia terus
berlari dan berlari hingga tiba di taman tempat favorit si Rainy.
**
Keduanya
tiba di waktu bersamaan. Nafas keduanya tersengal-sengal akibat kelelahan
berlari. Mata mereka saling beradu dalam diam. Hanya suara hujan yang
terdengar. Keduanya tampak sudah basah kuyup.
“Aku..”
Ujar Ryu dengan nafas yang masih ngos-ngosan akibat kelelahan berlari. “Ada
yang.. ingin aku.. katakan.. padamu...” Batanya.
“Hei,
pelan-pelan saja.” Chika tersenyum melihat tingkah Ryu. “Masih banyak waktu.”
Ryu
tertawa kecil. “Aku suka padamu..”
Deg!