Sudahlah, relakan ia pergi. Begitu itu waktu. Tak mampu untuk kembali. Seperti tahun anggaran, ia selalu maju tanpa sedikitpun menoleh ke belakang, apalagi berhenti termangu menunggu mereka yang ketinggalan.
Sekarang, kurang dari dua bulan tahun anggaran 2023 berakhir. Seperti biasa, sistem kebut-mengebut mengerjakan proyek, mengadakan kegiatan, masif ditemukan di segala penjuru mata angin. Kenapa baru sekarang? Kemarin ke mana saja? (emot mad) Meninggikan penyerapan? Atau untuk menyenangkan pimpinan?
Begini Saudar-saudara. #UangKita ada dalam bentuk APBN. Nah, APBN itu dibuat hanya untuk satu tahun anggaran. Tahun depan, dokumen yang ada sekarang tidak bisa dipakai lagi. Harus pakai yang baru. Kita menyebutnya DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) 2024. Kenapa tidak bisa lintas tahun? Karena undang-undang keuangan negara yang berbunyi demikian, bahwa masa berlaku tahun anggaran hanya dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Kok begitu? Kenapa tidak dibuat dua tahun, tiga, atau bahkan empat tahun saja? Boleh saja sih, tapiiii, ya harus mengubah banyak hal. Selain undang-undang nya wajib diubah, sistem teknis pelaksanaannya di lapangan juga pasti berbeda, mulai prosedur hingga dukungan sistem teknologi informasi. Bagaimana pelaporannya juga harus dipikirkan. Pokoknya ruwet.
Bahwasanya presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi menuangkan apa yang dikehendakinya, apa yang menjadi janji politik dan visi ke depannya dalam suatu rencana. Dan diantara banyak tahapan dan episode, akhirnya tiba pada satu titik yang bernama APBN. Biar lebih akrab di telinga, lebih hangat dalam dekapan rasa, kita menyebutnya #UangKita. Karena memang itu bukan uang saya atau Anda saja. Itu uang kita.
Idealnya, di sepanjang Januari hingga Desember apa yang menjadi rencana sudah dilaksanakan sesuai jadwalnya. Memang sih, ada kegiatan, program, atau proyek yang tidak bisa dikerjakan lebih cepat, misalnya menanam pohon yang mesti menunggu musim hujan.
Masalahnya, kebisaan menunda masih terlalu sering ditemui di banyak instansi di negeri ini, sebanyak buih di lautan. Mengapa ini terjadi? Entahlah. Karang, ombak, dan matahari semua diam, bisu. Bahkan langit pun seakan tak peduli akan mata yang terpaku mencari jawab. Maaf, jangan suruh tanya rumput yang bergoyang, dia juga tak tahu apa yang harus dikatakan.
Satu hal yang perlu diingat bahwa mengerjakan sesuatu dengan terburu-buru akan jauh berbeda kualitasnya dengan cara pelan dan teliti. Ingat selalu slogan berikut: Kalau minta cepat dan bagus, jangan minta murah. Kalau minta murah dan bagus, jangan minta cepat. Kalau minta cepat dan murah, jangan minta bagus. [Sudi Harnowo | KPPN Malang]
Disclaimer: Tulisan ini opini pribadi, tidak mencerminkan pandangan institusi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H