Hallo, everyone, apa kabar?
Masih sehat dan bahagia?
Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana berencana menghadirkan seri "Wonderful Indonesia: Pulau Rote." Sayang narasumber berhalangan hadir. Untuk itu, mimin sigap, segera mengganti tema tentang sekitar Jerman. Di mana, admin Gana Stegmann menceritakan keindahan alam saat ini di sekitar tempat tinggalnya.Â
Raps! Bunga kuning yang mengembang warna menyala sejak Mei itu akan dipanen bulan Juli. Nantinya, bunga akan berubah warna menjadi hijau dan menjadi bahan dasar petani untuk  membuat minyak goreng, bahkan tambahan dari BBM. Wah, hari-hari gini pas ngomongin minyak. Di mana-mana, nggak di Indonesia - nggak di Jerman, susah dapatnya. Sekali ada, mahal. Krisis, dampak  perang di Ukraina.Â
Hey. Mengapa minyak goreng Jerman tidak berasal dari palm melainkan dari Raps dan atau biji bunga matahari? Sebab mereka ini ramah lingkungan dan isu tentang kebun kelapa sawit yang membabat hutan dan memusnahkan habitat hewan yang hampir punah seperti orang Utan, menjadi sorotan publik Eropa seperti Jerman.Â
Dalam kehidupan sehari-hari, orang Jerman sangat detil melihat bahan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi. Mereka membaca bungkus yang melampirkan keterangan kandungan material dan berasal dari mana. Apakah mengandung palm atau kelapa sawit? Beda negara memang beda cara pandang, teman-teman.
Oh, ya. Unik sekali. Cara penggarapan ladang di sana juga berbeda dengan di tanah air. Mengandalkan 1-2 petani menggarap berhektar-hektar tanah, mereka menyiapkan alat berat pertanian yang sebesar rumah. Mereka ini  mendapat dukungan pemerintah seperti harga sewa ladang yang sangat murah (9 euro per tahun), boleh  bekerja pada hari Minggu (walaupun hari ini terbilang sakral bagi masyarakat Katolik Roma di sana, dilarang berisik) dan masih banyak lagi.Â
Nah, urusan pupuk, mereka mengambil kotoran sapi atau hewan lain yang dimasukkan tangki. Nantinya, akan disemprotkan ke tanah ketika musim dingin berakhir. Baunya seperti septiktank, polusi udara yang dimaklumi masyarakat sekitar.Â
Raps. Jika kalian terbang ke Jerman pada bulan-bulan yang mimin sebut tadi, siap-siap kaget melihat karpet kuning ada di mana-mana dan ingin segera rebahan di atasnya. Petak-petak ladang Raps sangat menarik dilihat dari udara, lho. Warnanya yang neon semakin membuatnya cetar karena alam Jerman masih hijau di sana-sini, khususnya di daerah Black Forest atau Schwarzwald. Kontras banget.
Dalam Kotekatalk-91, Gana Stegmann mula-mula menampilkan video dari udara diambil dari youtube, bagaimana penampakan ladang Raps ini. Baru ia berbagi foto tentang Raps yang ia bidik selama ini. Cocok untuk selfie, lho. Apalagi pakai baju kontras seperti merah! Tambah seru lagi karena narsum dari Semarang itu tinggal di daerah perbukitan dan dikelilingi hutan Jerman. Sehingga tampilan bukit Hohen Karpfen yang ditanami Raps sungguh memesona. Macam melihat bukit Teletubis saja, ah!
Baiklah, dari Jerman, Komunitas Traveler Kompasiana mengajak kalian terbang ke Malaga. Kota mana, tuh? Di Andalusia? Ah, negara mana lagi, tuh ... bagian negara Spanyol! Oleee.
Adalah Dyah Sri Ayoe Rachmayani Narang. Perempuan Indonesia kelahiran Jakarta tahun 1967 itu berprofesi sebagai pendidik. Sejak tahun 1992 pindah ke Hamburg, Jerman, negara yang akhirnya menjadi kampung halaman kedua setelah Indonesia Raya.
Dyah Narang-Huth. Wanita pendiri IKAT Agentur di Hamburg, Jerman itu pernah tinggal di sana bersama suami. Sejalan waktu ada negara lain yang menjadi kampung halaman selanjutnya yaitu negara Spanyol.Â
Pernah tinggal lama di ibukota negeri itu membuatnya mengenal penjuru Spanyol dari dekat dan memutuskan mengadopsi kota Malaga, kota kelahiran Picasso di wilayah Andalusia ini menjadi kampung halamannya. Sejak 2009 memutuskan hidup nomaden bersama keluarga kecilnya dan dalam setahun berpindah tinggal di 3 kota: Hamburg, Jimbaran, dan Mlaga.
Apa itu IKAT? Apa hubungannya IKAT dengan Wonderful Indonesia? Bagaimana rasanya tinggal di Malaga? Keindahan apa yang bisa direkomendasikannya kepada kita? Sebagai orang Indonesia, masakan Spanyol apa yang cocok untuk disantap saat di sana? Bagaimana gambaran kehidupan masyarakat Malaga? Untuk tahu lebih banyak jawabannya, kita akan simak perbincangan dalam Kotekatalk-92 pada:
- Hari/Tanggal: Sabtu/ 4 Juni 2022Â
- Pukul: 16.00 WIB atau 11.00 CEST Hamburg
- Hadiah: voucher pulsa Koteka
- Pendaftaran: bit.ly/kotekatalk92
Asyik, bukan. Selain ada hiburan hari Sabtu, bisa jalan-jalan virtual dan menambah wawasan dan teman baru. Jangan lupa daftar dan masukkan dalam kalender supaya nggak lupa.Â
Jumpa Sabtu.
Salam Koteka. (GS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H