Mohon tunggu...
Koteka Kompasiana
Koteka Kompasiana Mohon Tunggu... Administrasi - Komunitas Traveler Kompasiana

KOTeKA (Komunitas Traveler Kompasiana) Selalu dibawa kemana saja dan tiada gantinya. | Koteka adalah komunitas yang didesain untuk membebaskan jiwa-jiwa merdeka. | Anda bebas menuliskan apapun yang berkaitan dengan serba-serbi traveling. | Terbentuk: 20 April 2015, Founder: Pepih Nugraha, Co-founder: Wardah Fajri, Nanang Diyanto, Dhave Danang, Olive Bendon, Gana Stegmann, Arif Lukman Hakim, Isjet, Ella | Segeralah join FB @KOTeka (Komunitas Traveler Kompasiana) Twitter@kotekasiana, Instagram @kotekasiana dan like fanspage-nya. Senang jika menulis di Kompasiana, memberi tag Koteka dan Kotekasiana di tiap tulisan anda! E-mail: Kotekakompasiana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Event Komunitas Online Artikel Utama

"Simak Pengalaman Dyah Narang Tinggal di Malaga, Andalusia"

3 Juni 2022   07:00 Diperbarui: 3 Juni 2022   17:48 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hallo, everyone, apa kabar?

Masih sehat dan bahagia?

Sabtu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana berencana menghadirkan seri "Wonderful Indonesia: Pulau Rote." Sayang narasumber berhalangan hadir. Untuk itu, mimin sigap, segera mengganti tema tentang sekitar Jerman. Di mana, admin Gana Stegmann menceritakan keindahan alam saat ini di sekitar tempat tinggalnya. 

Raps! Bunga kuning yang mengembang warna menyala sejak Mei itu akan dipanen bulan Juli. Nantinya, bunga akan berubah warna menjadi hijau dan menjadi bahan dasar petani untuk  membuat minyak goreng, bahkan tambahan dari BBM. Wah, hari-hari gini pas ngomongin minyak. Di mana-mana, nggak di Indonesia - nggak di Jerman, susah dapatnya. Sekali ada, mahal. Krisis, dampak  perang di Ukraina. 

Hey. Mengapa minyak goreng Jerman tidak berasal dari palm melainkan dari Raps dan atau biji bunga matahari? Sebab mereka ini ramah lingkungan dan isu tentang kebun kelapa sawit yang membabat hutan dan memusnahkan habitat hewan yang hampir punah seperti orang Utan, menjadi sorotan publik Eropa seperti Jerman. 

Dalam kehidupan sehari-hari, orang Jerman sangat detil melihat bahan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi. Mereka membaca bungkus yang melampirkan keterangan kandungan material dan berasal dari mana. Apakah mengandung palm atau kelapa sawit? Beda negara memang beda cara pandang, teman-teman.

Oh, ya. Unik sekali. Cara penggarapan ladang di sana juga berbeda dengan di tanah air. Mengandalkan 1-2 petani menggarap berhektar-hektar tanah, mereka menyiapkan alat berat pertanian yang sebesar rumah. Mereka ini  mendapat dukungan pemerintah seperti harga sewa ladang yang sangat murah (9 euro per tahun), boleh  bekerja pada hari Minggu (walaupun hari ini terbilang sakral bagi masyarakat Katolik Roma di sana, dilarang berisik) dan masih banyak lagi. 

Nah, urusan pupuk, mereka mengambil kotoran sapi atau hewan lain yang dimasukkan tangki. Nantinya, akan disemprotkan ke tanah ketika musim dingin berakhir. Baunya seperti septiktank, polusi udara yang dimaklumi masyarakat sekitar. 

Raps. Jika kalian terbang ke Jerman pada bulan-bulan yang mimin sebut tadi, siap-siap kaget melihat karpet kuning ada di mana-mana dan ingin segera rebahan di atasnya. Petak-petak ladang Raps sangat menarik dilihat dari udara, lho. Warnanya yang neon semakin membuatnya cetar karena alam Jerman masih hijau di sana-sini, khususnya di daerah Black Forest atau Schwarzwald. Kontras banget.

Dalam Kotekatalk-91, Gana Stegmann mula-mula menampilkan video dari udara diambil dari youtube, bagaimana penampakan ladang Raps ini. Baru ia berbagi foto tentang Raps yang ia bidik selama ini. Cocok untuk selfie, lho. Apalagi pakai baju kontras seperti merah! Tambah seru lagi karena narsum dari Semarang itu tinggal di daerah perbukitan dan dikelilingi hutan Jerman. Sehingga tampilan bukit Hohen Karpfen yang ditanami Raps sungguh memesona. Macam melihat bukit Teletubis saja, ah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Event Komunitas Online Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun