Mohon tunggu...
rizqa lahuddin
rizqa lahuddin Mohon Tunggu... Auditor - rizqa lahuddin

hitam ya hitam, putih ya putih.. hitam bukanlah abu2 paling tua begitu juga putih, bukanlah abu2 paling muda..

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pajak Natura dan Filosofi di Baliknya

21 Juli 2023   14:30 Diperbarui: 24 Juli 2023   01:45 2231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dibuat oleh penulis

Tapi rasanya masih tetap kurang pas ya? Seandainya harga wajar kos di sekitar Bintaro adalah Rp.1.500.000/bln ditambah  biaya listrik dan internet, jika diberikan dalam bentuk uang maka bisa mencapai Rp.2.000.000. 

Total benefit bekerja di PT XYZ bisa senilai Rp.9.000.000 sedangkan di PT ABC bisa hanya senilai Rp.6.000.000 karena masih harus membayar biaya kos, listrik dan air sendiri.

Tentu saja yang paling "mendekati" keadilan adalah jika fasilitas tersebut dipersamakan dengan nilai uang sehingga bagi yang menerimanya dianggap sebagai penghasilan dan menjadi obyek pajak penghasilan sehingga beban potongan PPh bagi karyawan PT ABC dan PT XYZ akan proporsional dengan benefit yang diterimanya. Itulah salah satu yang mendasari mengapa natura/kenikmatan setelah Undang-Undang HPP dapat menjadi objek pajak penghasilan.

Praktek Internasional

Ilustrasi dibuat oleh penulis
Ilustrasi dibuat oleh penulis

Tentu saja pengenaan pajak atas natura/kenikmatan ini bukan hal yang aneh. Malah justru negara-negara lain sudah menerapkan hal tersebut lebih dahulu.

Bahkan jika ingin meneliti, silakan gunakan keyword "fringe benefits" atau "fringe benefits tax" yang merupakan istilah umum di negara lain dalam bahasa inggris untuk natura/kenikmatan.

Australia misalnya sudah menerapkan Fringe Benefit Tax (FBT) sejak 1986. Jepang tidak memiliki istilah khusus, tetapi natura menjadi obyek witholding tax disana yang sejenis dengan PPh Pasal 21 di Indonesia. 

Singapore, Jerman dan tentu saja Amerika Serikat menerapkan hal yang sama bahwa benefit yang diberikan dalam bentuk non tunai merupakan penghasilan bagi si penerimanya. Justru di Indonesia agak ketinggalan dalam memperlakukan PPh Pasal 21 atas natura/kenikmatan ini.

Modus Penghindaran Pajak

Kenapa negara lain sudah lama menerapkan FBT? Karena jika tidak dikenakan pajak, beberapa High Wealth Individual (HWI) atau orang-orang super tajir yang memiliki perusahan-perusahaan multinasional menggunakan skema benefit supaya penghasilan mereka tidak dikenakan pajak penghasilan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun