Ternyata tidak hanya di Indonesia, di Amerika batas waktu penyampaian pelaporan pajak juga dilakukan paling lambat bulan April. Hanya berbeda sedikit karena disana batasnya ada di minggu kedua sedangkan disini adalah akhir bulan.Â
Tetapi yang menarik adalah, bulan penyampaian laporan pajak justru ditunggu-tunggu oleh masyarakat di negeri Paman Sam karena jika disini biasanya pelaporan pajak identik dengan harus membayar sejumlah uang untuk melunasi pajak yang terutang, di Amerika mereka justru mendapat uang dari pemerintahnya. Loh kok bisa?
Sebelum membahas soal itu, perlu diketahui bahwa "keengganan membayar pajak" sebenarnya adalah sesuatu yang universal yang bisa ditemui di penduduk negara Angola sampai Zimbabwe.Â
Negara manapun menghadapai Tax to GDP Ratio yang rendah termasuk di Indonesia tetapi yang unik dari Amerika adalah bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah tersebut justru bukan dengan pendekatan ilmu ekonomi, akuntansi atau perpajakan.
Mengenal Konsep Tax Refund
Seperti yang sudah saya tulis di judul, saat pelaporan pajak (di Amerika disebut Tax Return) wajib pajak disana justru mendapat uang dari pemerintahnya dan inilah yang biasanya disebut dengan Tax Refund. Hal ini terjadi karena sistem perpajakan di Amerika sejak awal memang mengenakan pajak kepada seseorang lebih besar dari yang seharusnya dia bayar.Â
Ini terjadi melalui mekanisme pemotongan pajak oleh pihak lain (witholding tax) seperti pemberi kerja dan lain-lain. Mirip dengan istilah PPh Pasal 21, PPH Pasal 22 dan PPh Pasal 23Â kalau di Indonesia.Â
Asumsikan bahwa tarif pajak di Indonesia dan Amerika sama, Â seseorang dengan penghasilan Rp. 10.000.000/bln jika di Indonesia akan dipotong pajak penghasilan oleh pemberi kerja sebesar Rp. 50.000 maka jika di Amerika pemotongannya akan dilebihkan menjadi Rp. 60.000 sehingga akan terjadi kelebihan potong sebesar Rp. 10.000 tiap bulan.Â
Akumulasikan angka kelebihan tersebut untuk satu tahun maka seseorang tersebut akan mendapat pengembalian Rp. 10.000 x 12 = Rp. 120.000 pada saat pelaporan pajaknya.
Lalu jika sejak awal memang pajak yang harus dikenakan ke orang tersebut hanya Rp. 50.000 kenapa harus repot-repot dilebihkan sejak awal? Itulah uniknya cara mereka meningkatkan Tax to GDP Ratio bukan melalui pendekatan perpajakan, akuntansi atau ekonomi tetapi secara psikologi yang disebut dengan Prospect Teory.