Partai politik dan demokrasi adalah saudara kembar yang tak dapat dipisahkan. Mengapa demikian? Jika demokrasinya berjalan pincang maka partai politikpun ikut pincang atau jika demokrasi mati maka partai politikpun akan terkubur bersama demokrasi.Â
Menurut Socrates, demokrasi harus dicegah karena sistem ini memberi kemungkinan bahwa suatu negara akan diperintah oleh orang-orang dungu, yang kebetulan mendapat banyak suara yang mendukungnya.Â
Socrates memahami dengan baik bahwa rakyat tidak selelau memberi dukungan kepada orang-orang yang dianggap paling mampu, tetapi lebih kepada orang-orang yang mereka sukai. Celakanya, orang-orang yang disukai dan dipilih oleh rakyat, bukanlah selalu orang-orang yang kompeten untuk membela nasib mereka. (Ignas Kleden, 2004)
Pada prinsipnya, partai politik dan demokrasi adalah mesin pencetak pemipin yang populis. Bukan mesin yang mencetak orang-orang dungu, yang kebetulan mendapat banyak suara yang mendukungnya. Juga idealnya adalah sebagai wadah untuk menyedia edukasi politik terhadap rakyat.Â
Di Indonesia, sekian banyak orang yang berusaha untuk memengaruhi kebijakan publik. Mereka semakin sadar bahwa berpolitik bukan monopoli kaum elit politik belaka, mereka semakin tahu bahwa kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh keputusan-keputusan politik yang sekian lama hanya ditentukan oleh kaum elit partai politik juga berpartisipasi untuk menentukan jalannya proses politik didalam negeri, bahkan diluar negeri.
Oleh: Kosmas Mus Guntur, Aktivis PMKRI
Penulis adalah Aktivis PMKRI Cabang Jakarta Timur dan Alumni Mahasiswa Hukum Universitas Borobudur, Jakarta.
Sebelumnya, tulisan ini telah publikasikan di aquinasjogja.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H