Mohon tunggu...
KOSIS
KOSIS Mohon Tunggu... Freelancer - dalam ketergesaan menulis semaunya

Merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Resensi Novel "Atheis"

31 Januari 2020   18:00 Diperbarui: 12 April 2021   14:00 4933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Resensi novel yang berjudul Atheis karya Achdiat K Mihardja (Sumber : padiumkm.id)

Atheis karya Achdiat K Mihardja. Novel tua terbitan Balai Pustaka yang terbit pertama kali tahun 1949 ini mengangkat persoalan dengan jujur dan berani. Karena ini adalah novel lama tentu gaya bahasanya terasa istimewa dari bahasa zaman sekarang. 

Novel dengan cover yang sangat tidak menarik ini, awalnya membuat saya bimbang untuk membacanya namun akhir-akhir ini dorongan membaca sedang membara hingga bodo amat lah dengan covernya. Tagline don't judge the book by the cover itu benar adanya, ini novel yang isinya keren buangeddd.

Bercerita tentang seorang tokoh bernama Hasan yang sedang jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Rukmini namun gadis tersebut telah dijodohkan dan menikah dengan pria pilihan orang tuanya. 

Alhasil kesedihan Hasan justru membuat ia menjadi seorang penganut agama yang taat. Hasan juga seorang keturunan Raden yang kemudian ikut mempengaruhi karakternya sebagai sosok yang teguh, ditambah lagi dukungan orang tua yang begitu fanatik dengan agama islam maka lengkaplah keyakinannya.

Yang membuat cerita ini istimewa, bukan pada persoalan Romantisme pria dan wanita yang nampaknya terlalu klise. Tetapi, ada pada Tokoh Hasan yang dalam proses perjalanan spiritualnya, menemukan kenyataan diluar pemahamannya. 

Ia bertemu Rusli seorang teman yang begitu logis dan perempuan yang bernama Kartini seorang janda cantik dan lembut, yang kemudian mengingatkan hasan pada Rukmini gadis yang ia cintai dahulu. 

Selanjutnya diketahui bahwa teman-temannya adalah seorang Atheis dan Marxisme. Hasan berniat untuk mengislamkan teman-temannya namun, mereka begitu cerdas juga pandai berbicara. 

Yang dimana terus saja membombardir pondasi keyakinan hasan hingga pada akhirnya seorang Fanatik menjadi tak berdaya, kalah oleh Rasionalitas teman-temannya. Semula Hasan begitu kokoh dengan dogma agama lantas goyang dan runtuh oleh Rasionalitas.

Novel ini seolah mengajak pembaca menelusuri paham komunis yang pada saat itu ada di Indonesia. Pada saat membaca novel ini, kita juga di bawa tenggelam dalam dialog-dialognya, saya pun ikut merenungkan bahwa, bisa jadi Atheis dan Komunis itu ada benarnya.

Pertanyaan-pertanyaan seperti mengapa Negara Kristen pada zaman sekarang lebih maju dari Negara Islam? Kenapa dulu islam maju, sekarang tidak? Kenapa di dunia ini ada bermacam-macam agama? Kenapa tidak cukup satu agama saja? Kenapa perbedaan sangat banyak bahkan ada yang bertentangan? Kenapa dunia dan kehidupan selalu kacau padahal agama sudah ada beribu-ribu tahun di peluk oleh manusia, ketidakadilan malah semakin merajalela? 

Semua pertanyaan itu tidak mampu di jawab oleh kaum Agamis, yang dalam hal ini diwakili oleh hasan. Logika yang juga diikuti fakta yang kuat, membuat Komunis terlihat sangat berjaya dalam novel ini.

Kita harus selalu bersikap luas jangan picik apa lagi dogmatis atau fanatik yang sempit. Karena kebenaran bukan untuk dipaksakan melainkan diyakini. Bagian dialog yang saya pikir cukup kuat namun sayangnya justru keluar dari tokoh Rusli yang dalam cerita ini sebagai seorang Atheis.

Tuhan itu tidak ada. Bagi kami tuhan hanya alat, persis seperti teknik maka teknik lah yang harusnya kita kuasai, kami lebih suka dengan yang konkret, yang tegas dari pada yang kabur, yang gaib, yang samar-samar tidak jelas. Oleh karena itu Teknik lah yang harus di puja bukan tuhan. Dengan meminta-minta, berdoa, membaca ayat ratusan kali, sedang apa artinya kita tidak tahu.

Hidup itu nyata maka jangan lari ke alam baka, alam gaib, tuhan, itu semua mistik. Orang Indonesia bukan berbakat mistik melainkan banyak yang terpaksa mencari hiburan dalam mistik, karena masyarakatnya terlalu boborok, orang yang suka mistik adalah seorang pelarian yang lemah jiwanya yang tidak sanggup menempuh jalan hidup yang nyata

Pandangan-pandangan komunis itu yang kemudian meluluhlantakan hasan. Membuat hasan giat belajar, membaca, menggali pengetahuan dari buku-buku dan kemudian meninggalkan agamanya.

Kritik juga disampaikan tokoh anwar yang kemudian menjadi teman hasan sekaligus biang kerok persoalan dalam cerita ini. pada saat anwar ikut ke kampung halaman hasan, ada sebuah kepercayaan warga pada sosok demit Embah Jambrong yang di yakini warga sebagai sosok gaib yang berkuasa dan ditakuti. 

Yang juga dikritik habis-habisan bahkan di buktikan oleh anwar, yang ternyata itu hanya ketakutan yang tidak berdasar. Kemudian anwar memberi kesimpulan bahwa dalam keadaan gelap orang menjadi takut, sebaliknya dalam keadaan terang orang tidak takut karena dalam gelap kita tidak tahu apa-apa, tidak tahu apa yang membikin kita takut.

Penulis juga sempat menempelkan semacam intermezo yang saya pikir menarik untuk di kutip

"Makin berat orang mencari nafkah makin jauh pula ia terasing dari kesenian, bangsa kapitalis yang berat mengejar materi, tidak mungkin tinggi keseniannya"  Ucap anwar sebagai seorang komunis sejati dalam dialognya.

Pertarungan dogma agama dan ilmu pengetahuan yang cukup serius diceritakan dalam novel ini

"Sesungguhnya Kita dilahirkan dengan tugas yang maha penting yaitu hidup. Tuhan telah menghidupkan kita di dunia karena itulah hidup adalah satu kewajiban yang utama, yang paling penting di atas kewajiban yang lain, soal mati, neraka, tak pernah merupakan soal kita sebelum lahir dan bukan lagi soal dalam hidup kita setelah mati, maka dari itu soal hidup lebih penting dari pada soal mati soal neraka dan lain-lain" 

Kalimat di atas disampaikan tokoh "aku" saat memberi nasehat pada Hasan yang saya rasa juga menjadi kesimpulan dari isi novel ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun