Mohon tunggu...
Kornelis Siprianus Kaju
Kornelis Siprianus Kaju Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMA SWASTA KATOLIK THOMAS AQUINO-GOLEWA

Hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Persembahan di Puncak Wolo Sasa

15 Februari 2024   21:41 Diperbarui: 15 Oktober 2024   17:29 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Bukit Sasa diambil dari Rumah Ret-Ret Kemah Tabor Mataloko

Cerita berikut ini disampaikan untuk menjadi pendasaran dan penjelasan untuk persembahan ini. Dahulu kala, suku Sasa mendiami gunung Sasa. Sekarang suku itu sudah tersebar ke berbagai jurusan. Sebagian tinggal di So'a, sebagian Menge dan yang lain di sekitar Gisi. Orangtua asal suku Sasa ialah Gaba dan Kedo. Tentang keduanya diceritakan sebagai berikut. 

Mereka adalah orang-orang pertama yang datang dan menetap di tempat itu. Payudara Kedo sangat panjang. Apabila anaknya menangis dan dia hendak mendiamkannya, maka diangkatnya buah dadanya dan digantungkannya di punggung lalu menyusui anaknya, sementara dia melanjutkan pekerjaannya di ladang. Keturunan mereka ialah suku Sasa.

Apabila musim kering berkepanjangan, orang-orang membawa persembahan kepada mereka di puncak bukit sambil berteriak dan bersorak. Dahulu ada sebuah kampung di puncak gunung itu (Dolu). Sekarang di tempat itu masih terdapat sebuah batu yang besar dan panjang, dan disampingnya terletak sebuah batu datar, yang agak dikeruk, yang berasal dari Gaba.

Pada kesempatan itu rumput di sekeliling batu tersebut dibersihkan, baru tersebut diletakkan di atas tempat yg lebih tinggi, lalu dipotong seekor ayam dan dipersembahkan. Pada batu datar itu, dituangkan tuak/moke sambil diucapkan doa berikut :

Kena Ine Ema, ne'e Gaba ne'e Kedo, Ka ulu manu ate manu, inu tua dia, kami ana ebu miu, wi kai gami go tiwu pu'u zeta lizu, wi mai polu ne'e kedhi, pagha ne'e banga, wi susu leu pale wana, miu wi wo ne'e seko lie, nee tawu lebo, ne'e lodhe dheke, ne'e wole lewa, ne'e folo toro, ne'e Sina Mite, ata gha Subhe, miu ba segu zeu tebha dada. Boe polo bapu.

Sesudah mengucapkan doa persembahan di atas, semua orang kembali ke rumah mereka masing-masing. Pada hari itu juga akan turun hujan. Jika tidak turun hujan pada hari itu, maka keesokan harinya pasti akan turun.

Apabila hujan sudah terlalu berkepanjangan, maka seseorang akan mendaki bukit tersebut dan mengambil kembali batu yg cekung bersama tuak/moke, membawanya ke kaki bukit lalu menyembunyikannya, maka hujan akan berhenti. 

Sekian 

Seri Etnologi Candraditya, no. 07

Oleh Paul Arndt, SVD

Agama Orang Ngadha (Kultus, Pesta dan Persembahan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun