Ketika kita bicara mengenai hati, selalu ada 3 aspek yang saling terkait, yaitu Perasaan, Pikiran dan Tindakan. Â Ketiga aspek ini menjadi personality atau kepribadian seseorang bahkan membentuk karakter hidup seseorang.Â
Pada #Part1, saya telah bahas tentang Obat Manjur Merawat Hati, untuk aspek pertama yaitu perasaan. Â Belajar dari hidup Hana (1 Samuel 1), ada 2 cara merawat perasaan dengan baik. Â
Pertama, Berdoa dengan jujur, polos meski difitnah dan doanya belum dijawab oleh Tuhan. Â Kedua, Menyembah dengan penuh kerendahan hati kepada Allah meski disalahmengerti dan doanya belum didengar oleh Tuhan. Â Orang Kristen yang berhasil merawat perasaannya dengan baik akan mendapatkan kepuasaan jiwa.
Pada #Part2 ini, kita akan belajar tentang aspek kedua dari Hati, yaitu PIKIRAN.Â
Masih teks yang sama dalam Amsal 4:23 berbunyi demikian:
- TB: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."
- BIS: "Jagalah hatimu baik-baik, sebab hatimu menentukan jalan hidupmu."
Amsal 4:23 mengandung pengertian bahwa salah satu aspek dari Hati yaitu Pikiran menentukan masa depan kita: HIDUP atau MATI. Â Â
Hal ini berarti, jika PIKIRAN kita tidak dijaga, pikiran kita tidak waspada, maka bukan kehidupan yang terpancar melainkan kematian. Bukan kebaikan yang kita alami melainkan ketidakbaikan. Â
Kualitas dan produktifitas hidup menurun, mudah tersinggung, pendendam, gampang marah. Â Selain itu, cepat menghakimi orang lain, menilai orang lain sepintas saja, bahkan merasa dirinya korban karena orang lain dan situasi.Â
Di dalam Alkitab, ada salah satu tokoh yang berhasil merawat Pikirannya dengan sangat baik, yaitu YUSUF. Â Kejadian 37, 39-45. Â Ke-8 pasal ini menyebutkan bagaimana kisah hidup Yusuf.Â
Kejadian 37: Yakub dan Yusuf dengan  Saudaranya (Dijual).  Kejadian 39: Yusuf difitnah oleh Tante Potifar.  Kejadian 40:1-41:36: Yusuf menafsirkan Mimpi Juru Minuman, Juru Roti dan Mimpi Firaun.Â
Selain itu, dalam Kejadian 41:37-57: Yusuf jadi penguasa di Mesir.  Kejadian 42-44: Kelaparan besar di Mesir dan  juga dialami oleh keluarga Yusuf. Juga sebagai titik awal perjumpaan Yusuf dengan saudaranya.
Khusus Kejadian 45:1-8, memberikan 2 pelajaran terbaik tentang cara berpikir Yusuf kepada kita.
Cara berpikir Yusuf yang pertama.  Jika Allah memberkati kita dengan keberhasilan dan jabatan itu bertujuan untuk menolong orang lain bahkan orang terdekat, dan bukan menekan apalagi mempersulit  orang lain.  Bukan pula kesempatan untuk membalas dendam (Kejadian 45:1-4).Â
Kejadian 45:1a
"Ketika itu Yusuf tidak dapat menahan hatinya lagi" = Ibrani: aphaq; Inggris: restrain himself (berusaha tenangkan diri, kemarahan yang tertahan tapi terkontrol, diolah, dimanage). Â Kata ini ibarat benci dan cinta. Makna yang hampir sama ketika Yohanes melaporkan "Masygullah hati Yesus" (Yoh. 11:33). Â
Tugas kita adalah mengakui dengan jujur, tetap mengasihi keluarga, orang tua, Bapak, mama, saudara. Â Meskipun di masa lalu mereka pernah menyakiti kita, salah mendidik kita dibanding sekarang. Sikap kita adalah Forget (Melupakan), Forgive (Mengampuni) dan reframe (membingkai kembali cara berpikir kita supaya sesuai dengan Pikiran Allah).
Mengakui bahwa semua pencapaian dan keberhasilan adalah berkat Allah. Â Kejadian 45:8a, "Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir."
Cara berpikir yang kedua. Â Jika Allah mengijinkan sesuatu terjadi dalam hidup kita, bahkan orang lain menyakiti kita, pasti ada maksud Allah meskipun itu tidak mudah (Kejadian 45:5, 7, 8) .
Tugas kita adalah: percaya bahwa pasti ada intervensi Allah di setiap proses yang terjadi dalam hidup kita, karena itu temukan maksud Allah. Mungkin bukan saat itu, tapi di kemudian hari (kelak nanti). Â Percayalah bahwa Allah pasti memelihara hidup kita melalui berbagai cara dan orang lain.
Kisah Yusuf ibarat dunia sepak bola. Â Setiap orang menjalani hidup sesuai dengan nilai, aturan yang ada. Â Ibarat sepak bola, setiap tim menerapkan aturan dan teknik bermain demi memperoleh kemenangan. Â
Namun, ketika suatu tim kalah, dia tidak berhak untuk menyalahkan, marah dan melarang tim yang menang untuk berhenti dan tidak mencetak gol. Sebaliknya, tim yang kalah seharusnya perbaiki diri, apakah di sisi penjaga gawang, pertahanan, tengah, atau striker. Artinya, mengubah cara berpikir, strategi di dalam diri sendiri.
Berdasarka pengalaman pribadi saya, setiap proses dalam hidup saya sejak kecil, SD, SMP, SMA hingga kuliah membentuk cara berpikir saya. Â Ternyata setiap pengalaman yang dahulu tidak menyenangkan, Tuhan persiapkan dan sebagai cara Tuhan melatih saya untuk hal-hal yang indah di depan (masa akan datang) dengan pikiran positif.
Oleh karena itu, kita seharusnya bangga, kalau Allah mempercayakan hati kita untuk dijaga (dirawat, dipelihara). Orang yang berhasil merawat hatinya, yaitu pikirannya akan diperhtiungkan oleh Allah untuk dipercayakan lebih, seperti Yusuf.Â
Pertanyaannya bagaimana kalau pikiran kita selama ini salah. Â Apa yang harus kita lakukan? Mari kita dengarkan nasihat Firman Tuhan melalui Rasul Paulus dalam Roma 12:2
- "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."Â
Menurut Firman Tuhan dalam Roma 12:2, "berubahalah pembaharuan budi." Â Kata "berubahlah" tidak hanya berarti perubahan fisik, tapi juga Perubahan PIKIRAN atau cara kita memahami sesuatu harus berbeda. Â Artinya, kita orang Kristen harus mendasarkan kepada Pikiran Allah.Â
Pertanyaannya adalah mengapa hidup saya, pelayanan, pekerjaan, keluarga, usaha, begini-gini saja bahkan justru semakin menurun? Jawabannya adalah bisa jadi karena Cara Berpikir kita yang salah. Â Atau kita tidak berhasil merawat pikiran di kala ada masalah dan tekanan. Â Â
Karena itu, perlu evaluasi dan mulai benahi pikiran atau cara berpikir kita. Â Misalnya melalui Firman Tuhan di atas, Pelatihan, Kursus, Pendidikan Formal dan Informal, Ikut Seminar (Zoominar) yang bagus dan relevan, Terus belajar Upgrade diri, Open Minded, Diskusi yang terbuka, dll.
Pertanyaannya yang lebih lanjut adalah adalah, saya sudah berhasil merawat perasaan dan pikiran, tapi mengapa tindakan saya kadangkala tidak seirama (tidak nyambung) dengan perasaan dan pikiran? Â
Saya sudah berusaha merawat perasaan dan pikiran, tapi masih terus gagal bahkan berimbas kepada tindakan, perbuatan, perilaku hidup saya yang salah.Â
Bagaimana saya seharusnya saya merawat Tindakan? Â Tunggu di artikel berikutnya, #Part3: Merawat Hati: Tindakan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI