Jika saya boleh bertanya, apa yang terbaik paling mendasar kita berikan kepada Allah? Â HIDUP? HATI? Â Ya, benar. Mengapa? Roma 12:1, Firman Tuhan melalui Rasul Paulus menasihatkan kepada jemaat Kristen di Roma demikian, Â
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Kitab Ulangan 6:5, Musa menyampaikan perintah Allah kepada umat Israel demikian:
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Ketiga kitab Injil (Matius 22:37; Markus 12:30; Lukas 10:27), Yesus memerintahkan agar kita mengasihi Allah dengan segenap hati. Kata Yunani yang dipakai untuk "hati" adalah kardia artinya pikiran, perasaan, kemauan/tindakan/karakter).Â
Ketiga aspek hati ini tidak terpisah, tetapi menyatu dan saling terkait. Â Artinya, jika salah satunya cacat atau terganggu, misalnya perasaan seseorang disakiti atau tersakiti, maka perasaan itu akan mempengaruhi cara berpikirnya bahkan tindakan atau perilaku seseorang terhadap orang yang sudah menyakitinya. Â Demikian sebaliknya jika pikiran atau tindakannya. Â Â
Oleh karena HATI adalah aspek terpenting bagi manusia, maka nasihat Firman Tuhan dalam Amsal 4:23 demikian:
- TB: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."
- BIS: "Jagalah hatimu baik-baik, sebab hatimu menentukan jalan hidupmu."
Kata Ibrani yang dipakai untuk kata "hati" dalam Amsal 4:23 adalah leb (lev) artinya sama dengan kata Yunani kardia yaitu pikiran, perasaan dan kemauan/tindakan.
Di part1 ini, saya akan bahas secara khusus mengenai aspek perasaan. Â Mengapa? Â Karena perasaan itu sesuatu yang bisa diungkapkan tapi sebenarnya tidak terlihat oleh kasat mata. Â
Pikiran dan Tindakan manusia bisa menipu, licik, berpura-pura. Â Namun, perasaan itu sulit ditebak tapi sangat mempengaruhi pikiran dan tindakan atau perilaku bahkan karakter kita sebagai manusia ciptaan Allah. Karena itu, Firman Tuhan menasihatkan untuk menjaganya.Â
Kata Ibrani yang dipakai untuk kata "Jagalah" dalam Amsal 4:23 adalah natsar artinya menjaga, mengawal, memelihara, melindungi, mengelola, merawat. Â Penggunaan kata natsar ini sangat berkaitan dan menentukan apakah kita akan menjadi a good sense or a bad sense.Â
Artinya, kalau kita berhasil merawat perasaan kita maka kita bisa good sense. Â Ungkapan lain dari merawat perasaan adalah mengelola emosi. Â
Allah mempercayakan HATI bagi manusia untuk menjadi manager atasnya. Â Bukan Tuhan, bukan orang lain! Â
Mengapa orang tersenyum, sukacita, tertawa atau sebaliknya muka muram, sedih, menangis, dll. Â Karena hatinya sedang good sence atau bad sence. Â Hal ini akan mempengaruhi segala aktifitas kita sepanjang hari bahkan selama kita hidup. Â
Termasuk ketika berdoa, membaca Firman Tuhan, melayani, beribadah, bekerja, sekolah, kuliah, pemberian persembahan kita. Â Juga saat mengemudikan kendaraan, makan, jalan-jalan, tidur, ketika bersama keluarga, termasuk bagi yang sudah menikah -- suami istri berpengaruhi dalam hubungan seksual, dll. Â
Dalam Alkitab, ada salah satu tokoh perempuan yang berhasil merawat perasaannya dengan baik. Â Siapa? Â Hana, istri pertama Elkana.Â
Dalam 1 Samuel 1 (1-28) dikisahkan bahwa Hana mandul, "Tuhan sudah menutup kandungannya." Â Penina, istri kedua Elkana menghina dan merendahkan Hana. Â Sebab Penina sudah mempunyai anak. Â
Hana mengakui dan jujur dengan perasaannya karena disakiti oleh Penina (ayat 7, 10, 15, 16). Â Namun, Hana punya cara jitu untuk menang atas perasaan tersebut, yaitu pertama: BERDOA DENGAN JUJUR MESKI DIFITNAH DAN BELUM DIDENGAR OLEH TUHAN (ayat 9-12, 15-16).Â
Kisah Hanya menyampaikan dua pesan. Â Pertama, komunikasi ekspresi hati (perasaan) kita kepada Allah dengan jujur, apa adanya, curhat kepada Allah. Â Kedua, tetap menyembah Allah dengan kerendahan hati meski disalah-mengerti dan belum dijawab doanya oleh Tuhan (ayat 12-14, 17-19). Â
Kisah Hana memberikan defenisi penyembahan sejati adalah kerendahan hati, menundukkan perasaan kita di bawah kendali kuasa Allah. Â Membiarkan perasaan kita dikontrol dan diarahkan oleh Allah.Â
Puji Tuhan, hasil dari Hana mengelola, merawat perasaannya melalui DOA dan PENYEMBAHAN, ia mengalami kepuasan jiwa karena Allah telah mendengarkan doanya. Â Ia kembali makan dan mukanya tidak muram lagi (berseri, sukacita meski belum dijawab Tuhan).
Kisah Hana mengajarkan kita satu pembelajaran penting bahwa setiap gejolak perasaan manusiawi, kita bisa mengelolanya. Â Kita bisa merawat perasaan melalui DOA YANG JUJUR DAN MENYEMBAH ALLAH DENGAN PENUH KERENDAHAN HATI MESKI DIFITNAH, DISALAH MENGERTI DAN DOA-DOA KITA BELUM DIJAWAB OLEH TUHAN.Â
Ketika kita melakukan kedua hal ini: BERDOA DAN MENYEMBAH, ALLAH Sang Sumber Jawaban akan memuaskan jiwa kita. Â Di tengah segala gejolak perasaan karena pergumulan hidup ini, kita perlu belajar merawat hati, khusus perasaan kita. Â
Bukan hanya kita, banyak orang bergumul tentang keluarga, kebutuhan finansial, dihargai, diterima, dan dicintai. Â Karena itu, marilah kita belajar untuk merawat perasaan kita sendiri, suami, istri, anak, cucu, mertua, mantu, pimpinan, rekan kerja, teman sekolah, dll. Â
Daripada saling menyalahkan atau mencari kambing hitam, mending kita BERDOA dan MENYEMBAH dengan JUJUR dan SIKAP HATI YANG MERENDAH KEPADA ALLAH.Â
Pertanyaannya adalah, bagaiman kita bisa BERDOA DAN MENYEMBAH, kalau pikiran tidak tenang, tidak fokus, tidak konsentrasi, apalagi doa-doa kita, pujian penyembahan kita sia-sia, tidak mengalami apa-apa, kosong, kering, rontok, dll?Â
Di pikiran kita banyak yang dipikirkan, direncanakan. Â Bagaimana kita bisa bertindak dengan baik dan bijak kalau pikiran kita tidak tenang? Â Tunggu jawabannya di MERAWAT HATI Part2 dan Part3. Â Â Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H