Kebanyakan dari manusia menyangka ber-shiyam  30 hari di bulan Ramadlan itu merupakan keberhasilan dan capaian akhir dari perjuangan. Padahal kita baru pada tahap kelas-kelas bersekolah sebelum benar-benar berjuang dalam kehidupan. Bagi yang penulis pahami puasa ramadhan merupakan input untuk bekal sebelum berjuang. Sedangkan Output-nya adalah ketika kita sudah pandai dan ikhlas ber-shoum: yakni mempuasai, menahan diri, membatasi dan mengendalikan sangat banyak hal dalam praktik kehidupan nyata dan medannya justru bukan satu bulan, melainkan sepanjang usia manusia.
 Ada salah satu riwayat Nabi Saw. menyebutkan bahwa bulan ramadhan merupakan bulan pelatihan. Jika saya pinjam kalimat yang disampaikan oleh Kiyai saya, "asauma romadhon madrasah" puasa ramadhan merupakan latihan untuk mempersiapkan diri dalam bertempur melawan hawanafsu. Adapun  tujuan dari puasa sebagai latihan ini adalah terjadinya perubahan, transformasi prilaku dari yang belum berakhlak menjadi berakhlak yang belum berbuat baik menjadi baik, yang mana perubahan tingkah laku itu dipraktikkan pada sebelas bulan setelah bulan Ramadlan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan puasa itu dirumuskan dan dipadatkan dalam satu kata "tattaqun" (kalian bertakwa) yang merupakan bentuk fi'il mudhori yang dimasuki dhomir wau jama'ah dari asal kata itaqo-yattaqi. Kita ketahui bersama bahwa fi'il mudhori merupakan suatu pekerjaan atau perbuatan yang sedang berlangsung maupaun akan berlangsung, artinya secara pemaknaan kegiatan tattaqun ini dinamis dan masif melibatkan berbagai aspek, pelakunya disebut muttaqun, sedangkan mereka yang berhasil pada posisi taqwa disebut muttaqin.Â
Waallahualam bishoab.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H