Mohon tunggu...
Kopi santri
Kopi santri Mohon Tunggu... Lainnya - Berpeci pecinta kopi

Membaca atas nama Tuhan, Menulis untuk keabadian, Bergerak atas dasar kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahlawan Tanpa Legalitas

5 Mei 2022   03:20 Diperbarui: 5 Mei 2022   03:21 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang lebih memilih enak tak enak daripada baik dan tidak baik. Orang berbondong-bondong menyembah kenyamanan dan menomor satukan keluhuran. Tatanan ekonomi dipenuhi oleh monster dan kehewanan. Kemanusiaan dan agama merupakan permainan dadu dan kelereng disaat-saat senggang. 

Para pengemis budiman duduk termangu dan termenung di depan makam pahlawan, seraya bergumam kepada dirinya sendiri, "Apakah suatu saat akan ada ralat sejarah dan makam-makam tertentu terpaksa dibongkar agar kebenaran bisa diletakkan pada tempatnya...?" kemudia beranjak pergi dengan segumpal harapan tanpa kepastian.

Pada kondisi seperti itu kita menatap seorang pedagang kaki lima, penjaja makanan-makanan kecil, tukang bakso, kelontongan, manua-manusia "kecil" sejenis itu dirasa betapa tinggi harkat kepahlawanan mereka atas kehidupan, lebih dari orang-orang besar yang selalu kita sebut dan banggakan namanya melalui koran televisi, radio atau media informasi sejenisnya.

Penjual bakso yang melata di gang-gang kempung hampir semalaman. Membunyikan ketukan demi menarik perhatian banyak orang mendapat pelanggan kepada orang-orang yang hampir serentak berangkat tidur. Jelas, hal tersebut merupakan tindakan ekonomi yang bodoh, suatu demonstrasi keyakinan yang mutlak. 

Jika saja Ia memiliki kecakapan mentalitas maling, tentu saja tidak akan tahan berkeliling berjam-jam hanya untuk seribu dua ribu rupiah yang di pagi hari Ia persembahkan kepada istri dan anaknya. 

Setiap kali ia berhenti mendorong gerobaknya, memandang setiap jendela terbuka tanpa kaca sambil mengharap datangnya suara "Mas, Baksonya Mas!". Namun, ketika suara itu tak ada, betapa kecewa, dan entah berapa ribu kali dirinya dilempari kekecewaan semacam itu. Meski demikian, Ia menerimanya dengan ikhlas, sehingga tubuhnya tetap sehat dan terus berjualan.

Memiliki profesi sebagai penjual bakso tidaklah cukup sama sekali untuk membuat seseorang menjadi pahlawan. Meski demikan, memilih berjualan bakso, bertani, beternak dan sejenisnya daripada maling, mencopet atau merampok atau pula mengemis, adalah sebuah kepahlawanaan manusia yang tinggi. Tidak banyak dari kita mampu melihat nilai-nilai kepahlawanannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena seringkali kita mengutuk bahkan membuli dan mengklaim bahwa yang berdasi lebih jelas legalitas kepahlawanaannya ketimbang berjualan bakso yang berputar-putar di gang-gang sepi.

Kendati demikian, tukang bakso, petani, dan peternak menjadi pahlawan karena mereka pasti tidak melakukan korupsi dan kolusi yang merugikan banyak manusia (rakyat) dan negara. Mereka relatif tidak terlibat dalam tatanan struktur riba pengisapan. 

Mereka juga tidak menuntut dihormati layaknya seorang pejabat keruptor yang acap kali bawahannya menundukkan muka dan membungkukkan badan. Mereka juga tidak merasa pahlawan seperti banyak relawan sosial yang mengobral kemiskinan rakyat. 

Penjual bakso, petani, pternak, dan tukang kelontongan, mereka menjadi pahlawan justru karena tidak melakukan banyak sekali dosa dan penghianatan yang secara sistemik atau personal dilakukan oleh kebanyakan orang berpangkat di sekitarnya.

Dari seorang tukang bakso, petani, pternak, tukang kelontongan memberi banyak pelajaran kepada orang-orang yang mampu berpikir bahwa selama ini secara terang-terangan yang kita abdi adalah ketinggian materi, hedonisme, posisi foedal, kapitalisme, narsistik, dan nilai-nilai lain sejenisnya. Kita tidak menomrsatukan kejujuran, kemuliaan, dan kebaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun