Pernah dengar seni collage atau kolase? Kata “collage” ini berasal dari bahasa Prancis, yaitu “coller” atau menempelkan dengan lem. Kolase sendiri adalah teknik pembuatan seni, biasanya seni visual, yang dibuat dengan menggabungkan berbagai bentuk menjadi sesuatu yang baru. Yang menciptakan istilah ini adalah Pablo Picasso dan Georges Braque pada awal Abad 20 di mana kolase jadi bagian penting dari seni modern atau modern art. Georges Braque yang profesinya adalah pelukis dan pematung ini lalu bersama Picasso mengembangkan gaya melukis yang dikenal dengan kubisme. Salah satu contoh kolase karya Picasso adalah “Still Life with Chair Caning” atau “Nature-morte à la chaise cannée”.
Sebuah kolase kadang-kadang bisa termasuk kliping koran, pita, kertas warna-warni, lukisan atau foto, teks, dan benda-benda lainnya yang ditempelkan dengan lem pada sebuah kertas atau kanvas. Sebenarnya, teknik kolase ini sebelum dikasih nama “collage” udah dikenal di Cina sekitar tahun 200 Sebelum Masehi saat diciptakannya kertas. Tapi penggunaannya belum meluas, sampai Abad 10 di Jepang, ketika para seniman kaligrafi mulai menempel-nempelkan teksnya dengan lem dan menuliskan puisi. Teknik kolase baru muncul di Eropa pada Abad 13, dan di Abad 19 metode kolase ini juga digunakan orang untuk menghias album foto and buku cerita anak-anak.
Pada tahun 1920-an, Kurt Schwitters mulai bereksperimen dengan kolase kayu, dengan karyanya yang berjudul “Merz Picture with Candle”. Lalu Louise Nevelson membuat evolusi kolaes di pertengahan tahun 1940-an dengan membuat kolase dari bagian-bagian perabot, kayu, dan benda-benda lain yang belum pernah dipake dalam kolase sebelumnya. Beberapa bentuk kolase yang kemudian terus berkembang adalah: Decoupage
Salah satu seniman kolase abad ini yang berhasil adalah Cristiana Couceiro, seorang illustrator yang berasal dari Lisbon, Portugal. Karyanya menggunakan koran, foto-foto tua, dan kertas dan gayanya “bersih” juga sangat retro. Karya Cristiana dipake sama perusahaan-perusahaan top di dunia seperti Air Canada, Audi, BBDO Irish International, Condé Nast, Dentsu London, The New York Times, Wired, dan banyak lagi. Kenapa Cristiana memilih aliran ini? Karena menurutnya, dia suka mengoleksi kenangan.
Di Indonesia juga banyak seniman kolase yang karyanya nggak kalah keren. Kamu pasti kenal dong dengan nama Ika Vantiani? Seniman kolase yang satu ini hampir selalu membuat kolase dengan warna-warna cerah. Ciri khasnya adalah pola seperti tetesan air yang selalu ada di dalam karyanya. Selain Ika, ada juga Resatio Adi Putra. Berbeda dengan Ika yang khas dengan warna-warni cerah, Resatio memilih penggunaan warna yang lebih lembut untuk karyanya. Kalo ngeliat karya Resatio, kamu pasti langsung tau kalo ia banyak terpengaruh dari aliran surealisme dan dadaisme.
Kalo kamu termasuk orang yang sentimental dan suka mengumpulkan kenangan, mungkin kamu bisa mulai merangkainya menjadi sebuah bentuk kolase, karena sebuah kolase bisa bercerita lebih banyak dibandingkan gambar maupun tulisan. Selamat mengumpulkan kenangan, dan jangan sampai ada yang tercecer supaya nanti bisa dibagikan ke anak-cucu suatu hari nanti.
Shortlink: (click to copy)
Related posts:
- Earth Matters: Hubungan Manusia dengan Bumi
- Melukis dengan iPad dan iPhone
- Kolase Dari MetroCard
- Melukis dengan Cahaya & Bayangan
- Tasseografi: Meramal dengan Kopi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H