Akankah menjadi suatu pelajaran, atau malah membuka luka lama?
Sejarah hitam itu pun ambil bagian dalam perjalanan menuju pendewasaan suatu negeri. Jendral-jendral gugur pada dini hari. Dibantai dan dihabisi dengan begitu keji. Apa pula yang mendasari bila bukan sebuah ambisi?
Ambisi atas sebuah ideologi yang begitu benar mereka yakini. Tak peduli mendobrak rumah tanpa permisi pada dini hari. Berbekal timah panas mereka menghakimi.
"September ceria," begitu kata Vina Panduwinata. Namun, lain kisah untuk bulan yang sama di tahun enam lima. Akhir September itu sama sekali tak ceria, malah berbalut luka dan menjadi mala. Anak-anak ditinggal mati Ayahanda. Istri-istri tiba-tiba berstatus janda. Mereka membolak-balikkan fakta demi kepentingan golongan semata. Golongan radikalis yang menghalalkan segala cara demi sebuah agenda. Membohongi masyarakat di balik topeng demi negara. Apanya yang demi negara? Bukannya itu hanya demi nafsumu saja?
Hari ini, di bulan yang sama, di tahun ke lima puluh dua. Aku tak bisa membayangkan duka yang menyelimuti mereka. Melihat yang tercinta dibunuh di depan mata. Darah mengucur deras hingga tak bernyawa. Tangis serta teriak keluarganya tak akan membawanya kembali ke dunia.
Iblis macam apa yang membuat mereka semacam kesurupan? Atau mungkin, iblis pun malah takut kerasukan manusia seperti mereka?
Hormat dan doaku, untuk para pahlawanku, dan negeri yang mereka bela sampai mati.
|Semarang, 30 September 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H