Mohon tunggu...
Nafa Estrada
Nafa Estrada Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang ingin memulai hobi menulis yang sempat jeda beberapa tahun.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kontrol Diri dan Ujaran Kebencian di Media Sosial

21 Desember 2022   12:00 Diperbarui: 21 Desember 2022   11:59 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkembangnya teknologi internet berperan penting terhadap munculnya media sosial terutama di indonesia. Melalui perantara internet, media sosial dapat mudah diakses dengan beragam fitur menariknya di gadget masing-masing. Kalau kita amati, platform media sosial pun banyak bermunculan di indonesia seperti tiktok, youtube, facebook, instagram, dan twitter. 

Riset oleh We Are Sosial tahun 2022 dilansir dari dataindonesia.id, indonesia adalah 10 negara terbanyak menghabiskan waktu di media sosial dengan durasi 3 jam 16 menit per hari. Hal-hal tersebut menjadi alasan bahwa media sosial adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. 

Masih menurut riset We Are Sosial tahun 2019 dilansir dari tekno.kompas.com, pengguna media sosial di indonesia terbanyak ada di rentang usia 18-34 tahun. Ibarat pisau bermata dua, media sosial tercipta agar berdampak positif bagi kita seperti memudahkan terhubung dengan orang lain, menemukan informasi baru, dan memperluas jaringan sosial. Tetapi, tidak menutup kemungkinan ada potensi dampak negatif ke diri sendiri atau orang lain, itu semua tergantung dari bagaimana kita sebagai penggunanya. 

Salah satu dampak negatif yang muncul adalah fenomena ujaran kebencian yang marak terjadi di indonesia. Melansir situs pusiknas.polri.go.id, dari data Biro Pembinaan dan Operasional (Robinopsnal) menunjukkan bahwa tindak pidana ujaran kebencian yang ditindak kepolisian ada 104 perkara (2019), 53 perkara (2020), dan 14 perkara (2021). Jumlah tersebut memang terbilang kecil mengingat masih banyak kasus yang tidak teridentifikasi.

Lalu, apa itu ujaran kebencian? Berdasarkan sumber Buku Saku Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) karya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, ujaran kebencian adalah tindakan verbal (komunikasi) oleh seseorang atau kelompok berupa provokasi, menghasut dan menghina pihak lain menyangkut SARA, orientasi seksual, gender, warna kulit, kewarganegaraan, kecacatan, dan sebagainya. 

Perlu kita ketahui bahwa tindakan negatif ini berefek buruk bagi kondisi psikologis korban dan ancaman hukuman penjara bagi pelaku. Beberapa waktu belakangan, banyak diberitakan kasus di negara korea selatan yang korbannya bunuh diri akibat ujaran kebencian. Sebenarnya apa sih penyebabnya? Ada berbagai alasan seseorang melakukan ujaran kebencian, media sosial menjadi media untuk melakukan tindakan tersebut karena anonimitas dan bersifat dua arah sehingga memberi peluang semua orang untuk terlibat dalam perbincangan tanpa diketahui identitasnya. 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Febriyani (2018), ternyata ada faktor internal berupa keadaan psikologis seseorang melakukan ujaran kebencian seperti kematangan emosi, kontrol diri, dan sebagainya. Selain itu, penelitian lain oleh Afif (2020), menemukan bahwa seseorang dengan kematangan emosi yang baik maka akan memiliki kecenderungan melakukan ujaran kebencian di media sosial yang rendah. Bagaimana dengan kontrol diri? 

Menurut buku High Self-Control Predicts Good Adjustment, Less Pathology, Better Grades, and Interpersonal Success karya June P. Tangney, Angie Luzio Boone, Roy F. Baumeister, kontrol diri merupakan kemampuan seseorang untuk menentukan perilakunya agar sesuai norma sehingga condong ke perilaku positif dan tidak merugikan orang lain termasuk diri sendiri, kontrol diri juga dimaknai sebagai aktivitas mempertimbangkan dahulu sebelum seseorang memutuskan sesuatu dalam bertindak. Orang yang lemah dalam melakukan kontrol diri akan mengarahkannya ke konsekuensi negatif yang merugikan orang lain atau dirinya sendiri. Penulis sendiri melakukan penelitian mengenai hal ini di tahun 2021 dan menemukan bahwa seseorang dengan kontrol diri yang baik maka cenderung kecil kemungkinan melakukan ujaran kebencian di media sosial.

Sampai disini, kita telah mengetahui bersama bahwa kondisi psikologis menentukan perilaku seseorang yang dalam hal ini adalah ujaran kebencian. Ketika mampu mengontrol diri dengan baik maka kita akan dapat berpikir secara jernih dan dewasa sehingga ketika melihat suatu hal akan cenderung objektif, kita juga akan menahan atau menghilangkan pikiran atau perilaku yang negatif seperti ujaran kebencian dan mengubahnya menjadi yang lebih positif ketika bermedia sosial. 

Melalui artikel ini diharapkan pembaca memperoleh pemahaman bahwa dalam menggunakan media sosial, kontrol diri diperlukan agar tidak menebar kebencian atau memprovokasi yang berujung pada ujaran kebencian. 

Adakah cara mencegahnya? Yang utama tentu dari diri kita sendiri yang harus belajar mengontrol diri dengan baik ketika bermedia sosial dengan cara menambah wawasan literasi media digital yang bisa dengan mudah kita cari di internet sehingga paham mana tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di media sosial. 

Penyelenggara pendidikan seharusnya memasukkan literasi digital ke dalam kurikulum pendidikan guna mencegah dan menekan kasus ujaran kebencian di media sosial sedini mungkin. Pembaca yang saat ini sebagai orang tua diharapkan paham mengenai literasi media digital sehingga bisa mengawasi dan membatasi anaknya dalam menggunakan media sosial agar sesuai kebutuhannya. Terakhir, para ahli juga menyatakan bahwa ada potensi gangguan psikologis pada seseorang yang melakukan ujaran kebencian sehingga apabila anda mengalami tanda-tanda yang mengarah ke kondisi tersebut segera berkonsultasi dengan psikolog atau profesional kesehatan terkait.

Sumber Referensi:

Afif, M. F. A. (2021). Kematangan emosi dalam perilaku ujaran kebencian pada kebijakan politik. Skripsi Psikologi.

Berani Unggah Ujaran Kebencian, Siap-siap Dihukum 6 Tahun Penjara. (2022,  Juli 07). Diakses pada Desember 18, 2022 dari berita online: https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/berani_unggah_ujaran_kebencian,_siap-siap_dihukum_6_tahun_penjara

Febriyani, M. (2018). Analisis faktor penyebab pelaku melakukan ujaran kebencian (hate speech) dalam media sosial.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2016). In Buku Saku Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) (p. 3).

Pertiwi, W. K. (2019, Februari 4). Separuh penduduk indonesia sudah melek media sosial. Diakses pada September 19, 2020 dari berita online: https://tekno.kompas.com/read/2019/02/04/19140037/separuh-penduduk-indonesia-sudah-melek-media-sosial

Rizaty, M. A. (2022, Agustus 29). Daftar negara terbanyak habiskan waktu di medsos, ada indonesia. Diakses pada November 27, 2022 dari artikel online: https://dataindonesia.id/digital/detail/daftar-negara-terbanyak-habiskan-waktu-di-medsos-ada-indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun