Kegiatan reboisasi tanaman endemik vegetasi Gunung Penanggungan juga sudah digalakkan.Â
Para santri di LPBU NU Mojokerto, juga turut aktif dalam operasi pemadaman kebakaran hutan di Gunung Penanggungan serta gunung-gunung disekitarnya, seperti Gunung Arjuno dan Welirang.
Hal signifikan lainnya yang terlihat dari dampak pendakian massal adalah peran potensi SAR dari para santri rescuer LPBI NU Mojokerto, yang siap memberikan pertolongan terhadap korban-korban pendakian yang frekuensinya makin meningkat di Gunung Penanggungan.Â
Para rescuer siaga 24 jam di pos loket masuk pendakaian gunung Penanggungan pintu Tamiajeng, Trawas, Mojokerto.Â
Kesiagaan ini termasuk barang langka, sebab sepengetahuan penulis bahwa di pintu-pintu masuk pendakian gunung-gunung lainnya tim SAR lokal hanya datang jika diperlukan.Â
Beda dengan para rescuer LPBI NU Mojokerto, yang selaau standby di pos lapor pintu masuk pendakian.
Dengan amanah khulliyat al khoms serta kecerdasan ekologi, para santri di LPBI NU Mojokerto, percaya diri untuk terus berjuang di medan jihad pelestarian alam.
Mereka tak sebatas teoritis yang muluk-muluk membahas ekologi, namun langsung praktek di lapangan untuk memberi contoh teladan yang terbaik.Â
Ruh konservasi alam skala ringan dalam fiqh al bi’ah sebenarnya sudah sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Khususnya yang langsung terkait dengan ibadah dan masalah fiqih jinayah seperti dilarangnya buang air kecil atau kencing di lubang serta pada air yang tergenang ataupun menebang pohon sembarangan di wilayah Haram.
Namun untuk skala besar harus melibatkan sebuah lembaga dan kekuatan terpadu dalam menjalankan amanah fiqih al bi’ah lainnya seperti usaha reboisasi dan pencegahan pembalakan liar, illegal logging.