Usaha tersebut beragam sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi dan tingkat wawasan dan kesadaran berlingkungan..Â
Semua berupaya, dari cara yang tegas konvensional hingga yang halus bervisi pasar.
Yang terakhir menarik, bervisi pasar, berupa kreativitas berbagi jejak karbon dengan menerbitkan carbon credit dalam sebuah visi pasar yang disebut pasar karbon (carbon trading).
Perdagangan karbon muncul sebagai salah satu bentuk disrupsi cara tegas konvensional dalam mengurangi jejak karbon selama ini.
Perdagangan karbon merupakan kompensasi yang diberikan oleh negara-negara industri maju (penghasil karbon) untuk membayar kerusakan lingkungan akibat jejak karbondioksida (CO2) kepada negara pemilik hutan (penyerap karbon).
Sederhana, ini merupakan kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit), di mana pembeli adalah pihak yang menghasilkan emisi karbon melebihi batas yang ditetapkan.Â
Mekanisme carbon trading telah menjadi solusi alternatif dan inklusif di beberapa negara dalam mengurangi emisi karbon.
Dan tentunya yang akan mendapatkan kompensasi ini adalah negara yang mempunyai cakupan hutan besar sebagai paru-paru dunia. Termasuk Indonesia.
Kredit karbon (carbon credit) ini merupakan bentuk representasi positif dari sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca produksinya.
Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2). Cukup besar, bukan?
Perdagangan karbon bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030.Â