Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Optikal Ketuhanan

19 Mei 2020   17:04 Diperbarui: 19 Mei 2020   17:03 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayat-ayat pilihan Ramadan bagian-18

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nuur 35)

Ayat di atas ada mengandung unsur-unsur  ilmu cahaya seperti tentang spektrum cahaya pada lafaz nuruun 'ala nuur (cahaya di atas cahaya) yang menunjukkan tingkat frekuensi spektrum cahaya. Kemudian ada difraksi atau pembelokan cahaya pada lafadz walau lam tamsashu naarun (menyinari tanpa membakar) dan konsep lubang diafragma/lubang cahaya pada lafadz " kamisykatin"(seperti lubang). 

Cahaya yang merupakan gelombang elektromagnetik sekaligus sebagai materi tercepat di jagat raya ini bergerak dengan kecepatan sebesar 299279.5 km/det yang dalam perhitungan dibulatkan menjadi 300.000 km/det. (Christian Huygens).

Kemudian seorang ilmuwan yang bukan mufassirin mengawali penelitian cahaya yang dipelopori oleh Abu Ali Hasan bin Al Haitham, yang hidup pada kurun 965-1040 Masehi. Beliau mengembangkan teori yang menjelaskan penglihatan manusia dengan menggunakan teknik geometri dan anatomi. 

Walau cahaya Allah tak semirip konsep cahaya modern, tapi paling tidak ada kemiripan konsep "pendar" yang menerangi. Kemiripan ini tidaklah menggugurkan sifat wajib  Allah yang "mukholafutu lil hawaditsi" (berbeda dengan makhluknya) karena sudah diawali dengan perumpamaan.

Kalam dalam an Nur 35 penuh dengan kata benda abstrak (abstract noun) dan kata benda nyata (real noun) yang artinya ketika memulai penafsiran disamping ilmu alat bahasa, juga diperlukan "ex post facto " atau rangkaian penelitian ilmiah yang dekat dengan permasalahan untuk mendapatkan visual terdekat.

Oleh karena itu kenapa Allah menggunakan frasa "nur ala nuril" (cahaya di atas cahaya), tak satupun mufassirin menyinggung "spektrum".

Tafsir Ibnu Katsir kebingungan hingga hanya mentok pada masalah cahaya hati (nurul qalbi), itupun datanya diambil dari Sayyidina Ibnu Abbas ra. Dan muter-muter saja di area"dhomir" (kata ganti) "hi" pada lafadz "nurihi". Bisa jadi juga Ibnu Abbas ra walau tanpa melakukan "grounded research", beliau menembus konsep cahaya Tuhan via ilmu tabir (kasyaf).

Rata-rata sahabat Rasululloh SAW angkatan "assabiqunal awwalun" dan para tabi'in adalah para pembuka tabir (mukassyafah), apalagi yang ini, Sayyidina Ibnu Abbas ra, sepupuh Rasululloh Saw yang bergelar habrul ummah (pemuka ummat). Tafsir Sufi juga muter-muter masalah hakikat "misykat" (lubang/diafragma) dan bintang berkilau (al Kaukub ad Durriy). Ujung-ujungnya ya juga ke haluan tafsir Ibnu Katsir, muter-muter masalah cahaya hati (nurul qalbi).

Tafsir al Azhar milik HAMKA juga hanya berkutat masalah nafsu lawwamah dan muthmainnah untuk membahasas "optikal" ketuhanan ini. Tafsir al Mishbah milik Quraish Shihab yang sebenarnya bisa digadang-gadang karena mengandung unsur "mishbah" (tabung minyak), sebagaimana isi ayat pada lafaz "misbahu" juga kurang memberikan penafsiran yang maksimal.

Tafsir Jalalain juga sibuk ngurusin "tenses" fi'il mudhori (bentuk sedang akan datang) yang membidik lafadz "yuuqodu" dengan maksud agar "minyak zaitun" sebagai "fuel"/bahan bakar tidak habis atau terus menerus (fi'il mudhori). Beberapa tafsir mutaakhirin lainnya malah ada yang membidik "zujajah" dengan arti lampu semprong.

Gramatikal
1. Lafaz "Allah" (arti: Allah) adalah proper noun/kata benda nama diri/isim 'alam.
2. Lafaz "nurus" (arti: cahaya) adalah isim tanpa tanwin, isim dengan lam ma'arif atau kata sandang tertentu pada lafadz "al" /definite article. Dalam ilmu tajwid biasa disebut sebagai idghom syamsiyah.
3. Lafaz "as samawat" (arti: langit) adalah isim jenis mu' annats/female/perempuan (mu'annatz), isim dengan lam ma'arif atau kata sandang tertentu pada lafadz "al" /definite article. Dalam ilmu tajwid biasa disebut sebagai idghom syamsiyah.
4. Lafaz "wal ardi" (arti: dan bumi) adalah gabungan wawu athof (konjungsi/conjuction/kata hubung) dengan isim ma'arif kata benda tertentu dengan ditandai dengan lam ta'rif (definite article/kata sandang tertentu). Dalam ilmu tajwid disebut dengan idhar qomariyah (terbaca jelas).
5. Lafaz "matsalu" (arti: perumpamaan) adalah fi'il madhi (bentuk lampau).
6. Lafaz "nurihi" (arti: cahayaNya), isim abstrak tanpa tanwin, kata ganti ke tiga tunggal.
7. Lafaz "kamiskatin" (arti: seperti lobang), isim perempuan (mu'annats) tunggal.
8. Lafaz "fiihaa" (arti: didalamnya), harfun jar konjungsi.
9. Lafaz "misbahun" (arti: pelita) adalah isim jenis laki (mudzakar) tunggal yang berakhiran tanwin.
10. Lafaz "al misbahun" (arti: pelita-pelita itu)  adalah isim dengan menggunakan, isim ma'arif kata benda tertentu dengan ditandai dengan lam ta'rif (definite article/kata sandang tertentu). Dalam ilmu tajwid disebut dengan idhar qomariyah (terbaca jelas).
11. Lafaz " zujajatin " (arti: kaca) adalah kata benda tunggal majrur.
12. Lafaz "kannaha" (arti: seakan-akan) adalah kata benda abstrak.
13. Lafaz "kawkaban" (arti: bintang) adalah isim tunggal laki (mudzakar).
14. Lafaz "durriyun" (arti: sangat berkilau) adalah isim abstrak tunggal laki (mudzakar).
15. Lafaz "yuqodu" (arti: dinyalakan) adalah bentuk fi'il mudhori (bentuk sedang akan).
16. Lafadz "min" (arti: dari) adalah harfun jar penghubung.
17. Lafaz  "syajarotin" (arti: pohon) adalah isim perempuan tunggal majrur.
18. Lafaz  "mubarokatin" (arti: yang ingin keberkatan), adalah isim tunggal perempuan (mu'annatz).
19. Lafaz "zaitunatin" (arti: pohon zaitun.
20. Lafaz "laa" (arti: tidak) adalah harfun jar negasi.
21. Lafaz "syarqiyatun" (arti: sebelah timur) adalah kata benda (isim) abstrak perempuan (mu'annatz) tunggal.
22. Lafaz "walaa" (arti: dan tidak) adalah harfun jar dan negasi.
23. Lafaz "gharbiyatin" (arti: di sebelah barat) adalah isim perempuan (mu'annatz) tunggal.
24. Lafaz "zaituha" (arti: zaitunnya) adalah isim berakhiran tanwin.
25. Lafaz "yudziu" (arti: diterangi) adalah fi'il mudhori (bentuk sedang akan) pasif.
26. Lafaz "walau" (arti: walaupun) adalah harfun jar.
27. Lafaz " lam" (arti: tidak) adalah harfun jar negasi.
28. Lafaz "tamsashu" (arti: menimpahkan) adalah fi'il mudhori (bentuk sedang akan) dengan kata ganti orang ketiga tunggal.
29. Lafaz "naarun " (arti: api) adalah isim jenis laki (mudzakar) tunggal.
30. Lafaz "'ala nurin" (arti: cahaya) adalah isim abstrak.
31. Lafaz " yahdi" (arti: menjadi petunjuk) adalah fi'il mudhori (bentuk sedang akan).
32. Lafaz "Allah" (arti: Allah) adalah isim 'alam (proper noun/nama diri).
34. Lafaz " al amtsala" (arti: perumpamaan) adalah isim tanpa akhiran tanwin, isim dengan lam ma'arif atau kata sandang tertentu pada lafadz "al" definite article. Dalam ilmu tajwid biasa disebut sebagai idghom syamsiyah.
35. Lafaz "linnasi" (arti: bagi manusia) adalah isim jamak tanpa akhiran tanwin.
36. Lafaz "walloohu" (arti: dan allooh) adalah gabungan antara harfun jar dwnan proper noun (nama diri).
37. Lafaz "bikulli" (arti: dengan masing-masing) adalah isim absrak tanpa akhiran tanwin.
38. Lafaz "sya'in" (arti: masing-masing) isim abstrak laki (mudzakar) tunggal.
39. Lafaz "'alimuun" (arti: sangat mengetahui)adalah isim jenis laki (mudzakar).

Tafsir

1. Untuk konsumsi kepuasan religius maka kebanyakan mufassirin membidik literal. Sehingga yang didapatkan terbatas pada kesadaran religus atau kepuasan spiritual. Namun, kurang mendapatkan informasi intelektual seperti pada beberapa kata kunci semisal diafragma (misykat), "walau lam tamsashu naarun" (spektrum cahaya) dan "zujajah" (lempeng optik) serta "mishbah" (tangki bahan bakar).

2. Cahaya Allah sulit divisualkan.

3. Kita hanya bisa mevisualkan dengan mengikut alur ciptaan-Nya yang terdekat.

Referensi:

PP. Alhasyim, Irab Al-Qur'an
Corpus Qur'an, Quranic Grammar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun