Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tradisi Kupatan dan Ziarah Kubur Jelang Lebaran

18 Mei 2020   02:18 Diperbarui: 18 Mei 2020   02:24 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Kemenangan Idulfitri sebentar lagi tiba. Banyak tradisi mulai dipersiapkan. Di antara tradisi jelang Lebaran tersebut yang biasa dilakukan di daerah saya adalah tradisi kupatan dan tradisi ziarah kubur.

Acara kupatan atau makan dan berbagi ketupat jelang Lebaran di Jawa Timur adalah produk budaya yang mendukung tujuan kemuliaan berbagi dan amal saleh yang diajarkan oleh agama.

Sedang ziarah kubur jelang Lebaran adalah kebaikan yang diajarkan dalam hal zikir maut (ingat mati). Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur'an Surah Al- 'Ankabut ayat 57 sebagai berikut:

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." 

Baik tradisi kupatan dan ziarah kubur jelang Lebaran di Jawa Timur sudah membudaya hampir di seluruh wilayahnya. Dua acara tradisi sambut Lebaran tersebut mempunyai nilai-nilai luhur tentang altruisme dan kontrol sosial yang sarat dengan nilai-nilai religi. 

Tradisi kupatan dilakukan sesuai dengan modifikasi daerah masing-masing. Yang pasti, kupatan ini biasa dilakukan jelang Lebaran, sehari sebelum Hari Raya Idulfitri yang kemudian ketupat ini menjadi santapan istimewa di Hari kemenangan tersebut.

Tradisi ini juga dilakukan saat merayakan puasa sunnah Syawal di hari terakhir. Sebagai catatan, tradisi kupatan ini bukan saja hanya dilakukan jelang Lebaran, namun juga merupakan tradisi jelang Ramadan. 

Pelaksanaan tradisi kupatan ini bervariatif. Ada yang dilakukan dengan cara saling antar (weweh) ataupun berkumpul di suatu tempat seperti masjid atau musala untuk melakukan selamatan dan warga membawa sajian masakan ketupat.

Kupat atau ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan selongsong dari anyaman daun kelapa yang masih muda (janur) lalu diisi dengan beras yang telah direndam air.

Selanjutnya kupat atau ketupat tersebut direbus berjam-jam sampai matang. Makanan ini biasanya disajikan bersama sayur pelengkap, seperti opor ayam dan lainnya.

Sedang tradisi ziarah kubur biasa dilakukan dengan massal sambil membersihkan area pekuburan. Menabur bunga dan berdoa untuk ahli kubur merupakan nilai-nilai yang sarat dengan peringatan akan datangnya maut pada jiwa-jiwa yang hidup. 

Tradisi kupatan jelang Lebaran juga merupakan bentuk apresiasi kegembiraan datangnya Hari Kemenangan, yaitu Idulfitri. Sudah semestinya disambut dengan hati gembira. Kupatan juga dapat menjalin dan mempererat tali  silaturahmi dengan adanya istilah "weweh" atau saling mengirim masakan ketupat ke tetangga terdekat. 

Setiap salam dan ketukan di pintu sambil membawa sepiring masakan ketupat, merupakan jalan luas sebuah bentuk unik silaturahmi. Kupatan sarat dengan ajaran saling memaafkan, ajaran saling tolong menolong, serta ajaran bersedekah.Setiap kumpulan massa kupatan akan menjalin ikatan sosial yang kuat.

Tentunya budaya kupatan ini mempunyai alur sejarah yang kuat dengan peran Walisongo dengan dakwahnya di Pulau Jawa. Sebagaimana diketahui bahwa hal pertama dalam dakwah adalah memegang teguh prinsip silaturahmi. Cara ini mudah ditempuh dengan memperhatikan keunikan tradisi dan kearifan lokal yang ada. 

Walisongo menyuguhkan ketupat untuk berusaha mengikat dan mempersatukan masyarakat dalam jalinan persaudaraan yang kuat dengan cara sederhana dan unik tersebut. 

Makanan memang sesuatu yang mudah diperkenalkan dan diterima oleh suatu kaum. Makanan yang mengenyangkan perut adalah jurus utama dalam meredam dan mengendalikan massa. 

Dakwah dengan makanan adalah sasaran utama yang tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (proposional), i'tidal (adil). Ketika rakyat kenyang, maka sangat mudah untuk diarahkan. 

Tradisi kupatan jelang Lebaran bisa dijadikan sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah, bersedekah, dan bersilaturrahim di hari lebaran 

Dahulu, kupatan merupakan upaya-upaya walisongo dalam dakwah simbol. Simbologi adalah hal yang  sangat erat hubungannya dengan kultur Jawa. Walisongo menggunakan tradisi kupatan dengan memanfaatkan simbol janur atau daun kelapa muda dengan pemetaan simbologi khas. 

Janur sebagai simbologi suasana suka cita umumnya dipasang saat ada pesta pernikahan atau momen menggembirakan lain. Di sinilah Walisongo memanfaatkan simbologi kegembiraan pada janur untuk dikonversi sebagai bahan pembungkus ketupat. Simbologi kegembiraan ini cocok dengan nilai-nila religi yang berhubungan dengan perintah untuk gembira menyambut datangnya Hari Raya Idulfitri. 

Itulah cara yang dilakukan oleh Walisongo dalam mendakwahkan ajaran Islam yang ramah, damai dan menghormati kearifan lokal. Kamipun siap melestarikan tradisi yang baik dan bermanfaat ini.

Mari kita sambut datangnya Idulfitri dengan gembira! Melakukan dan menghormati tradisi-tradisi jelangnya yang beragam di Nusantara ini adalah bentuk apresiasi kebudayaan yang luhur. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun