Walaupun saya tak pernah naik podium juara di tiap pertandingan road run ataupun trail run, paling tidak di setiap event tersebut berhasil mendapatkan medali finisher. Artinya, masih standar dan cukup bergengsi.
Untuk membahasa olahraga di Bulan Ramadan perlu beberapa eksperimen dan data agar mencapai detail yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.Â
Bagaimanpun juga, level bahaya dehidrasi saat olahraga di Bulan Ramadan cukuplah tinggi jika tidak memperhatikan syarat dan prosedurnya. Untuk itu perlu saya rinci penjabarannya dengan mengambil sampel-sampel yang pernah saya lakukan untuk mendukung bahasan ini.Â
Untuk kategori 10 Kilometer putra road run di hari biasa (bukan Ramadan) untuk waktu tercepatnya yang pernah saya capai adalah 1 jam 7 menit 50 detik dengan ranking 283 dari 1.039 peserta. Kemudian untuk jarak 5 Kilometer dengan pengukur aplikasi lari didapat catatan waktu tercepat 31 menit 54 detik.
Olahraga di hari biasa, khusunya lari, merupakan upaya saya untuk menjaga kebugaran dan daya tahan tubuh untuk mendukung hobi mendaki gunung. Jadi melakukannya cukup santai tanpa terbeban pencapaian prestasi.Â
Bagaimana tren tersebut jika berada di Bulan Ramadan?
Jawabnya biasa-biasa saja. Tidak ada perbedaan yang signifikan. Ini terjadi karena sudah didahului dengan latihan rutin dan terbiasa underpressure. Bagaimana yang belum terlatih?Â
Bagi yang belum terlatih harus berlatih dulu dan memerhatikan poin-poin petunjuk pentingnya agar terhindar dan mampu bertahan terhadap bahaya dehidrasi dan cedera lainnya.Â
Perlu diketahui bahwa lahraga lari itu tua usianya. Lahir bersama peradaban manusia. Gemilang bersama cabang-cabang atletik kuno dan modern. Olahraga lari menjadi satu-satunya cabang olahraga yang diperlombakan pada Olimpiade Kuno Yunani pada 776 SM.
Olahraga ini cukup murah meriah, dapat dilakukan kapan saja. Tidak memerlukan peralatan khusus yang mahal dan juga tak perlu tempat khusus yang ribet.
Saat ini olahraga lari sudah menjadi tren positif masyarakat Indonesia untuk menjaga kebugaran tubuh. Termasuk di Bulan Ramadan sekarang ini pun masih banyak masyarakat yang tetap aktif lari walau sudah dimodifikasi tempatnya, terkait dengan PSBB Covid-19.Â
Modifikasinya cukup sederhana. semisal lari di lahan-lahan sekitar rumah seperti halaman rumah, ataupun tempat kosong lainnya yang aman atau memakai peralatan pendukung seperti  treadmill dan lainnya.Â
Yang terpenting bagi pelari amatir ataupun profesional adalah menjaga momentum. Artinya, siap menjaga kedisiplinan dan rutinitas. Sekali mogok dan malas-malasan, maka susah untuk kembali ke performa awal. Termasuk cara siasati keadaan yang mendorong turunnya performa dan perusak momentum.Â
Runtuhnya momentum banyak penyebabnya, semisal kesibukan, cuaca dan halangan lain seperti datangnya Bulan Ramadan. Apalagi ditambah dengan keadaan yang tak kondusif seperti di atas, tak pelak lagi olahraga lari mengecil daya jangkauan jaraknya.Â
Bagaimana menyiasatinya?
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sebenarnya tidak terlalu besar perbedaan lari di hari biasa dengan lari di Bulan Ramadan. Yang terpenting bagaimana manajemen hidrasi (asupan air) agar terhindar bahaya dehidrasi (kekurangan cairan). Kemudian perlu juga untuk memperhatikan pola makan, khususnya  yang banyak mengandung protein dan karbohidrat.Â
Untuk mengetahui selisih tersebut, ada beberapa data sederhana dan eksperimen yang pernah saya lakukan.
Sebagai pembanding performa lari di Bulan Ramadan dengan hari biasa, saya ambilkan data yang lebih berat yaitu trail run dengan jarak 3.19 Km dengan trek pegunungan. Didapat waktu yang cukup lama yaitu 1 jam  56 menit 23 detik.Â
Jelas terlihat jauh sekali karena memang treknya tanjakan. Sedang untuk trek datar untuk jarak 5 Km di Bulan Ramadan hampir sama dengan lari di hari-hari biasa.Â
Untuk lari 10 Km di hari biasa dengan lari 10 Km di Bulan Ramadan juga tidak begitu jauh hasilnya. Yang signifikan ketika trek berubah menjadi tanjakan atau berjenis trail running.Â
Dari data sederhana tersebut, kesimpulannya ketika lari dengan jarak berapapun, tubuh pasti kehilangan cairan dengan level dehidrasi yang bervariasi tergantung kondisi lingkungan, usia dan jarak.Â
Untuk menghindari dehidrasi menurut pengalaman saya, jika lari di hari biasa minumlah secukupnya sebelum lari dan setelah lari. Bisanya pada jarak  5 km, sekuat apapun pelari pasti mulai terasa efek dehidrasinya.  Walaupun ia mampu bertahan dan sembunyikannya.Â
Untuk lari di Bulan Ramadan tentunya memiliki resiko dehidrasi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, waktu yang tepat untuk olahraga khususnya lari sebaiknya sore hari jelang berbuka. Ini akan menolong jika terjadi hal yang tak diingankan seperti cedera otot yang harus di atasi dengan pertolongan pertama seperti diberi minuman yang cukup.Â
Hal penting lainnya adalah memerhatikan jenis asupan cairan saat makan sahur  sebelum benar-benar memutuskan olahraga atau lari di sore hari.Â
Menurut kandungan zat yang terlarut, minuman ada 5 jenis. Pertama, air. Kemudian minuman karbohidrat, minuman elektrolit, minuman karbohidrat-elektroli Dan yang terakhir adalah minuman berkarbonasi.
 Saat makan sahur sebaiknya memilih air saja secukupnya. Ini yang paling utama sebagai modal dasar anti-dehidrasi.
Jika ingin olahraga di sore hari tambahkan minuman karbohidrat-elektrolit yang mengandung gula dan beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, klorida. Â Contohnya jus buah atau sayuran. Ini sangat membantu saat olahraga di sore hari. Â
Sebenarnya, membuat keputusan untuk olahraga sore hari di Bulan Ramadan adalah sangat baik sekali. Khususnya lari, cocok untuk membakar lemak lebih banyak. Cara ini terbukti efektif untuk menurunkan berat badan.Â
Olahraga di Bulan Ramadan intinya jangan terlalu memaksakan diri. Camkan, bahwa tujuan utamanya adalah sekedar menjaga kebugaran saja.Â
Asupan protein dan karbohidrat juga perlu dipersiapkan dengan matang. Protein sangat tahan lama untuk mendukung pembakaran kalori guna menghasilkan energi. Perbanyak protein telur dan kacang-kacangan saat makan sahur agar bisa mempertahankan kondisi berat di sore hari.Â
Jika ingin program lebih, sebaiknya dilakukan di luar Bulan Ramadan. Bagaimanapun juga beraktivitas saat berpuasa tentunyalebih berat dibandingkan dengan hari biasa. Â
Pemaksaan diri untuk olahraga berat di Bulan Ramadan berakibat kondisi gula darah turun drastis dan dehidrasi akut. Gangguan ini akan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Mulai dari pingsan, kesemutan, cedera otot hingga kematian.Â
Olahraga berat di Bulan Ramadan aman-aman saja bagi mereka yang terlatih menembus batas kemampuan diri. Seperti aplikasi progran pendakian gunung di Bulan Ramadan.
Untuk aplikasi daya tahan dan survival dehidrasi, sudah saya praktekkan di pendakian Ramadan dengan banyak didahului latihan rutin serta pertimbangan terakhir sebagai trik logis.
Trik logis tersebut adalah masih ada lemak sebagi cadangan energi ketika karbohidrat dan lainnya habis. Lemak lebih banyak energinya dan cadangan airnya daripada karbohidrat. Â
Jadi, menurut pendapat saya pribadi dari hasil pengalaman, tak perlu terlalu cemas ketika menjalankan olahraga berat seperti aplikasi pendakian di Bulan Ramadan. Namun, tetap harus diperhatikan bahwa aplikasi ini wajib dalam pengawasan yang berpengalaman dan yang terlatih.
Mari ukur kemampuan diri sendiri dan jangan memaksakan olahraga berat di Bulan Ramadan jika belum terlatih. Cukup pada kadar kebugaran saja sebagai bentuk tanggungjawab kita untuk menjaga kesehatan diri di Bulan Ramadan.
Selamat berpuasa dan berolahraga!
Referensi:
- therunningplan.com, Running During RamadhanÂ
- runnersworld.com, Defeating Dehydration
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H