Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Desibel Sosial

9 Mei 2020   00:38 Diperbarui: 9 Mei 2020   00:35 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayat-ayat pilihan Ramadan bagian-17

Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (Al Muzzammil 6)

Suara-suara yang melebihi 75 desibel dapat mengganggu saraf dan konsentrasi. Parameter terdekat untuk 75 desibel adalah polusi suara orang yang sedang ribut (bersilat lidah). 

Jadi, suara orang bertengkar sangatlah polutif, baik bagi desibel pendengaran ataupun jiwa. Sangat tidak perlu sekali untuk melakukan pertengkaran. Rasulullah Saw adalah si lembut hati, anti konflik, tak suka meninggikan suara hingga 75-80 desibel untuk bersilat lidah atau ribut. Prinsip dasar Islam adalah ketenangan. Lebih indah suara petir di kisaran 120 desibel daripada dengar keributan yang 75 desibel itu.

Kehidupan modern dengan segala kemajuan teknologi memberi dapak peningkatan desibel sosial. Piranti, konsol, moda di sekitar kita telah membuat ketenangan malam yang pada sunnah-Nya adalah "tenang". Diperlukan trik untuk mengembalikan al laily (malam) pada sunnah-Nya, yaitu malam yang tenang (naasyiata al laily).

Konstruksi bangunan dapat memperkecil polusi desibel dengan level tertentu. Selain itu kita bisa secara aktif sporadis dan berkala menciptakan sistem kendali bising dengan melakukan khalwat (dislokasi) berkala, sementara menghindar kebisingan. Banyak cara dalam khalwat, satu diantaranya dengan memanfaatkan kesunyian belantara sebagai wahana khalwat.

Malam sunyi di belantara merupakan malam yang wath'an  atau malam dengan konstruksi (pijakan) yang kuat dalam melarutkan sebuah bacaan al Qur'an yang berat (qaulan tsaqilan) agar lebih meresap.

Al-Qur'an berat dari segi isi dan konsep, berat dari sisi bawaannya dalam hati, berat dari sisi penyampaian pesan-pesannya, berat dari sisi program dan pelaksanaannya,  dan lain sebagainya. Selain itu kita dapat melatih termoregulasi tubuh (LCT) yang kemunculan titik lemahnya ada di dini hari.

Dini hari adalah waktu di mana Allah Saw nyatakan sebagai waktu yang asyaddu wath'an wa aqwamu (lebih kuat sebagai pijakan) untuk melarutkan bacaan al Qur'an. Kesunyian di belantara dapat mengembalikan sunnah desibel malam pada tempat dan porsinya, yaitu "malam yang tenang" (inna nasyiata al lail).

Konsep malam yang tenang (nasyiata al lail) juga merupakan teladan dari konsep malam lailatul qadar (malam seribu bulan). Malam ini ditandai dengan ketenangan. 

Ibnu Abbas radliyallahu'anhu berkata: Rasulullah Saw bersabda:Lailatul Qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah.

Jadi, ketenangan desibel sosial adalah sesuatu yang banyak dipakai dalam kisah-kisah peribadatan luhur. Malam yang tenang memang sangat diperlukan, baik untuk istirahat dan juga beribadah. oleh karena itu, mari bersama-sama menjaga ketentraman umum agar malam-malam yang kita lalui terasa tenang. Kalau bukan hal yang mendesak, tidak perlu membuat keributan di malam hari. 

Gramatikal

"inna naasyiata al laily hiya asyaddu wath'an wa aqwamu qiilan"

Artinya: sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (al Muzzammil 6)

1. Inna (sesungguhnya) merupakan harfun dengan fungsi "littaukid" (menguatkan).
2. Nasyiata (bangun) merupakan isim (kata benda) pelaku aktif.
3. Al Laili (malam) merupakan isim (kata benda) dengan kata sandang alif lam ma'rifat.
4. Hiya (ia) merupakan dhomir (kata ganti) berjenis muttashil.
5. Asyaddu (lebih keras) merupakan kata sifat dengan aplikasi isim tafdlil (degrees of comparison) atau tingkat perbandingan.
6. Wath'an (injakan) merupakan isim (kata benda) abstrak.
7. Wa aqwamu (dan ia lebih menguatkan) merupakan wawu athof dan kata benda (isim) gender laki dengan jumlah tunggal (mufrod).
8. Qiilaan (perkataan) merupakan isim (kata benda) abstrak.

Tafsir

1. Berusahalah mengembalikan sunnah al lail-Nya dengan menciptakan sistem kendali bising dengan kreasimu sendiri agar mendapatkan konstruksi malam yang bersifat menguatkan bacaan al-Qur'an (asyaddu wath'an wa aqwamu).
2. Beratnya bacaan al-Qur'an insyaAllooh akan sedikit demi sedikit teratasi dengan llmu dan kesabaran.
3. Berusaha sekuat mungkin untuk membuat malam menjadi tenang demi kepentingan umum serta tidak membuat keributan yang sia-sia.
4. Menjaga malam agar tenang adalah sifat terpuji dan menjadi bagian dari etika bermasyarakat. 

Referensi:
PP. Alhasyim, Irob Qur'an
Corpus Qur'an, Quranic Grammar
timeanddate.com, laylatul Qadr Night

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun