Kegembiraan menyambutnya, semangat menjalankannya, tak akan lumpuh oleh keadaan apapun. Termasuk usikan disrupsi dan distraksi psikososial akibat pandemi Covid-19.Â
Sebagai insan kamil (sempurna), haruslah mampu bertahan dan berpikir cerdas untuk tetap menjalankannya walau dengan berbagai upaya modifikasi dan bentuk-bentuk survival kreatif yang dilegalkan oleh kuasa fikih.
Ramadan tetaplah sebagai medan laga pengendalian hawa nafsu dan pembentuk karakter takwa agar tetap berperilaku cerdas terutama menjalani masa-masa sulit seperti ini. Ayatnya jelas tertulis pada Surah Al-baqarah ayat 183.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah, Ayat 183).
Sikap dan harapan inilah menjadi salah kunci pembuka darah juang Ramadan agar tetap mengalir deras di medan pertempuran nafsu dan jiwa. Darah juang yang dicontohkan para pendahulu (assabiqunal awwalun) yang selalu tabah dengan segala bentuk dan macam distraksi dan disrupsi.Â
Kenang-kenanglah kembali para survivor Ramadan di era keemasan akidah Makiyah dan Madaniyah. Kencangkan ikat pinggang. Berhemat di tengah krisis dan keadaan tak menentu masa pandem ini. Sebagaimana mereka para pekerja parit Khandaq. Mereka yang mengganjal perut-perut laparnya dengan bebatuan.Â
Ingat-ingatlah terus tentang altruisme para penderma Hunain. Mereka yang rela memberikan sebagian harta bahkan seluruhnya untuk kebutuhan musafir dan keperluan sosial lainnya. Â
Sudahkah darah juang itu cambuk kekikiran, egoisme dan keapatisan kita di keadaan seperti sekarang ini? Sudahkan dilebihkan kuah-kuah masakan, bulir-bulir beras yang tertanak, lauk-pauk yang terbumbui, buah-buahan segar kita yang terkupas untuk dibagi sesama?
Wahai aku dan kalian yang sedang menahan lapar dan hawa nafsu. Terus kenanglah derma dan bakti kaum Anshor yang rela dan ikhlas dipersahabatkan oleh hijrah akbar dengan kaum Muhajirin.Â
Tegar dan kokoh iman mereka. Peluk erat saudara Muhajirin yang dalam kesusahan. Terpanggang dan meregang di sebuah perjalanan panjang dan memberatkan, hijratul akbar. Dekap rindu, kasih dan sayang selalu menyatukan mereka. Â