Kontan Tarigan1, Perdamean Sebayang2, Masno Ginting2, Dianta Ginting3, dan Darwin Sebayang1
1Universitas Mercu Buana, Jakarta 11650, Indonesia
2Fisika Terapan-LIPI, Serpong 15320, Indonesia
3KyungHee University, Gyeonggi-do 446-701, Korea
Pendahuuan
Gunung Sinabung adalah gunung berapi di dataran tinggi kabupaten karo, provinsi sumatera utara. Ketinggian gunung sinabung adalah 2.460 m di atas permukaan laut. Gunung Sinabung termasuk di antara 130 gunung berapi aktif di Indonesia, yang rentan dengan gejolak seismic karena lokasinya di kawasan “cincin api” passifik. Gunung ini tidak pernah meletus lagi sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif dengan mengeluarkan asap dan abu vulkanik pada 27 Agustus 2010 dan pada 29 Agustus 2010 pukul 00.15 WIB pun meletus. Tahun 2011-2012 gunung itu sempat normal, tetapi sejak tahun 2013 sampai sekarang gunung itu terus meletus dan menyemburkan abu vulkanik dan sempat menimbulkan 12 ribu pengungsi. Abu vulkani ini pernah sampai di kota Medan, jarak Medan ke Gunung Sinabung sekitar 80 km. Menurut Tempo, total kerugian akibat erupsi Sinabung sudah mencapai Rp. 1,49 T. Hari ini (21/05/2016) Gunung Sinabung bergejolak kembali dan menimbulkan korban jiwa.
Pemerintah berpendapat, Gunung Sinabung berpotensi terjadi erupsi selama lima tahun, potensinya 93 %. Jumlah pengungsi Sinabung saat ini (September 2015) tercatat 3.150 kepala keluarga, atau 10.645 jiwa, diantaranya ada 780 lansia, 76 ibu hamil, 220 bayi dan 747 balita.
Semburan abu vulkanik Gunung Sinabung diprediksi terus terjadi sampai lima tahun ke depan. Oleh karena itu perlu analisa kandungan kimianya, sehingga diketahui bahaya akan kesehatan dan potensi yang terkandung pada debu itu.
- Hasil pengamaatan
Debu vulkanik Gunung Sinabung yang terbang tinggi ketika terjadi letusan kemudian turun lagi di sekitar gunung, kemudian diambil sebagai sampel di beberapa titik, tak jauh dari kawah sebagai variasi jarak di Sukanalu (3 km), Sukandebi (5 km), dan Berastagi (12 km).
Sampel-sampel itu kemudian diteliti kandungannya menggunakan XRF, dan EDX di laboratorium Puspiptek Serpong dan CBNU Korea Selatan. Jika EDX hanya mengamati pada permukaan sampel saja, maka oleh XRF mengamati di sepanjang ketebalan. Pada hasil karakterisasi EDX memperlihatkan oksida-oksida tertinggi pada permukaan sampel terdiri dari oksida-oksida Fe, Na, Al, Si dan Ca. Silika (SiO2) atau pasir kuarsa yang biasa digunakan untuk membuat gelas tergolong sangat berbahaya itu ternyata paling tinggi. Kuantitas SiO2pada permukaan sebanyak 21,79 % wt. dan oleh XRF secara keseluruhan mengandung 63,3 % wt.
Bentuk pasir kuarsa tidak bulat layaknya debu tetapi mempunyai ujung-ujung yang runcing. Permukaan seperti ini tentu sangat berbahaya karena bisa melukai saluran pernapasan, mata dan kulit. Abu letusan Gunung Sinabung sangat beresiko mengakibatkan penyakit silikosis, kerusakan paru-paru karena konsentrasi silica yang sangat tinggi itu. Sebagai gambaran betapa berbahayanya silica ini, pecahkhkanlah sebuah botol yang terbuat dari kaca maka ujung pecahan sangat tajam dan sangat mudah melukai bagian tubuh.
Kesimpulan
Abu vulkanik Gunung Sinabung telah dikarakterisasi dengan EDX dan XRF. Kandungan tertinggi berturut-turut oksida-oksida Si, Fe, Al, Ti dan Mn. Selain mempunyai potensi ekonomi, oksida tertinggi adalah silika yang sangat berbahaya bagi kesehatan dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Saran
Kandungan oksida tertinggi pada abu vulkanik Gunung Sinabung adalah Silika maka masyarakat mesti ekstra hati-hati dari serangan debu. Sebagai pertolongan pertama tentu rajin memakai masker, kemudian menghindar jauh.
Ucapan terima kasih.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada LPPM Universitas Mercu Buana yang membiayai sebagian penelitian ini. Kepada adik-adik yang membantu penelitian ini, diantaranya Sahat Maruli Tua Tarigan, Elita Br Tarigan dan Noni Br Tarigan juga kami mengucapkan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H